PART 27 (Logika Dan Hati Yang Berbenturan)

14 1 0
                                    

"Kenapa gitu Maa?" Farel bertanya setelah Puma memberikan saran tersebut.

Puma tersenyum. Untuk sementara waktu, ia meminum teh telurnya, lalu menghisap vape nya. Barulah Puma mengutarakan alasannya.

"Lu tinggal pilih. Lu pilih jahat sama dia? Atau lu pilih kecewa sama diri lu sendiri? Niat lu bagus, mau bantu dia keluar dari lingkungannya. Iya kalau berhasil, lu pasti seneng dan lu bisa lanjut sama dia ke hubungan yang lebih serius. Kalau lu gagal? Lu pasti kecewa. Yah, kalau gagal ya, selamat, anda telah memperpanjang masa sadboy anda, hahahaha," ujar Puma menjelaskan dan diakhiri dengan tertawa. Penjelasan tersebut membuat Farel tersadar.

"Mungkin tadi selama gua jawab pertanyaan dan ngejelasin ke lu, gua lebih banyak pakai hati gua, sampai-sampai gua ngelupain logika gua yang harus gua kedepankan dalam hasil berpikir gua. Makasih Maa, hampir aja gua mengedepankan hasil dari hati dibandingkan logika, yang mana logika ini jauh lebih penting menurut gua. Karena apapun itu, logika kan salah satu hasil dari pikiran manusia yang paling logis dan masuk akal," jelas Farel sekaligus berterima kasih kepada Puma.

Puma menjentikkan jarinya dan setuju terhadap Farel.

"Atau Rell, ada saran lagi nih dari gua. Gua yakin banget kalau ini pasti lu berhasil ngeluarin dia dari lingkungan dia," cetus Puma secara tiba-tiba dengan penuh keyakinan.

"Apaan tuh?"

"Lu besok pulang, jangan lupa bawa dia. Bawa dia kabur dari sini hahaha"

Saran tersebut membuat Farel menggelengkan kepalanya, lalu kemudian tertawa sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Weh tolol, mikir aja anjing. Ngidupin diri sendiri aja sekarang gua susah, masih minta sama orang tua. Tambah lagi mau ngidupin anak orang, gila ya lu hahaha," ujar Farel kemudian.

"Hahahahaa, tapi pasti berhasil itu cuk"

"Terserah lu njing hahaha," ujar Farel sembari tertawa dan mematikan rokoknya.

"Cabut kita? Dah jam 11," ajak Puma yang hanya dibalas oleh anggukan kepala Farel.

"Besok kosong gak lu?" tanya Farel kepada Puma.

"Gas aja kalau mau keluar cuk," jawab Puma kemudian.

"Oke, sekabaran aja nanti"

Setelah membayar, mereka pun kembali kerumah masing-masing. Farel akhirnya tersenyum, saran dari Puma akan ia ikuti. Bukanlah saran bodoh yang menyuruh dirinya untuk membawa Ara pergi dari Kota ini, melainkan saran dari Puma yang menyuruhnya untuk pulang tanpa memberikan kabar kepada Ara. Farel tersadar, saat bercerita tentang Ara tadi, ia sudah dikuasai penuh oleh hatinya, sehingga ia melupakan logika yang selama ini selalu ia kedepankan dalam mengambil suatu keputusan. Jika Puma tak memberikan saran tersebut, mungkin saja Farel akan masuk ke bagian kota yang salah, dan sulit untuk kembali lagi. Tapi kali ini, Puma menyelamatkannya. Ya, meskipun hanya sekedar kata-kata, terkadang hal sekecil apapun dapat menyelamatkan seseorang. Farel pun teringat akan Rama, sahabatnya sejak SMA dulu.

"Mantap Ram, lu ngasih kawan yang baik ke gua. Sekarang lu lagi di Bandung. Begitu lu di Lampung, gua harus ketemu sama lu. Banyak hal yang mau gua ceritain ke lu, terutama tentang malam ini," ujar Farel dalam hati sembari tersenyum. Ia pun menambah kecepatan mobilnya hingga jarum speedometer mobilnya menunjuk angka 100.

***

Farel pun sampai dirumah. Sebelum masuk ke dalam, Farel pun berniat untuk menghisap sebatang rokok. Tak berapa lama ia duduk di teras, gerimis pun mulai turun. Suasana tersebut membuat ia menjadi tenang, akan tetapi tidak dengan pikirannya. Lagi-lagi, kini ia dikuasai oleh ambisi dalam dirinya yang menggebu-gebu. Ia sendiri mengetahui, bahwa hatinya masih dikuasai oleh kegagalan dalam mengejar ambisinya beberapa hari yang lalu. Ia tak bisa terus-menerus membiarkan hatinya dikuasai oleh kegagalan yang telah berlalu. 

"Atau Rell, ada saran lagi nih dari gua. Gua yakin banget kalau ini pasti lu berhasil ngeluarin dia dari lingkungan dia, Lu besok pulang, jangan lupa bawa dia. Bawa dia kabur dari sini hahaha". Kalimat dari Puma tersebut pun terngiang-ngiang dalam kepala Farel. Menurutnya, saran bodoh itu cukup berarti, apabila ia bisa memenangkan kejuaraan yang ia ikuti beberapa hari lalu. Bisa saja ia membawa Ara segera pergi dari Kota ini dan memulai hidup baru bersama dirinya di suatu tempat. Ia sama sekali tak ada terpikir hal ini ketika sedang berbincang dengan Puma tadi. Farel pun telah menghabiskan sebatang rokok, akan tetapi ia menyalakan sebatang rokok yang baru. Suasana gerimis dimalam itu membuat dirinya memikirkan Ara. Kali ini, logika dan hatinya mulai berbenturan. 

"Sial, lagi-lagi kepikiran sama kejuaraan kemaren. Dan... dan..." kalimat dalam hatinya pun terhenti. Ia teringat ketika Ara sedang bersamanya. Ya, meskipun pertemuan mereka terbilang singkat, akan tetapi cukup banyak momen berharga yang mereka lalui bersama. Lagi-lagi, ia teringat akan kegagalannya dalam mengejar ambisi yang tertanam dalam dirinya. Farel memang memiliki niat, jika ia menang dalam kejuaraan tersebut, ia akan pergi bersama Ara kemanapun mereka ingin pergi, dan tentunya tujuan mereka akan sangat jauh. Sebenarnya, ia sudah melupakan hal itu. 

Pertemuan dirinya dengan Puma di malam ini lah yang membuatnya teringat kembali akan hal itu. Saran dari Puma yang menyuruh Farel untuk membawa Ara pergi dari sini, tentu saja bisa dilakukannya jika kemarin ia lolos ke tahap semi-final, dan berhasil menjuarai kejuaraan tersebut. Akan tetapi, semuanya sudah hilang, semua hanya angan-angan semata dalam dirinya, yang bahkan ia tak tau apakah bisa mewujudkan hal tersebut atau tidak nantinya. Ara memang cukup sering mengirimkan video-video konten tiktok kepada dirinya. Video tersebut rata-rata berisi tempat-tempat yang menenangkan, seperti villa yang berada di pinggir danau, villa dengan pemandangan gunung, dan jalanan sepi yang aspalnya dipenuhi oleh dedaunan tua yang telah rontok dari pohonnya. Ia bisa saja mengajak Ara untuk pergi ke tempat yang suasananya sesuai dengan isi video tersebut jika dirinya berhasil menjuarai kejuaraan yang ia ikuti kemarin. 

Yang paling terpenting, Farel ingin menyisihkan sedikit uang dari hasil kejuaraan yang ia ikuti tersebut dan memberikannya kepada mamanya. Hal itu perlu ia lakukan sebagai bukti, bahwa meskipun mamanya tak mendukung dirinya, ia mampu untuk bersaing. Dan tentu saja, itu dapat merubah pola pikir mamanya, yang awalnya tak mendukung, menjadi sedikit memberikan dukungan. 

Kepala Farel mulai pusing. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai macam hal. Ambisinya, teman-teman seperjuangannya dalam game yang ia temui di tahun 2020, dan tentu saja Ara. Ia tak tau, apa jadinya kalau dirinya berhasil mengeluarkan Ara dari bagian kota yang salah ini. Pasti, senyuman di wajah Ara yang telah lama hilang, akan kembali lagi. Yang tadinya Ara menjadi pendiam karena banyaknya beban dalam hidupnya, pasti akan kembali seperti dulu lagi. Dan yang sangat Farel inginkan adalah, senyuman dari kedua orang tuanya, yang selalu menganggap remeh perjuangannya dalam berlatih. Ia terbayang jika orang tuanya tersenyum melihat dirinya yang telah berhasil mencapai keinginan dan tujuannya. Akan tetapi, semuanya tak akan pernah terjadi, dan sama sekali tak pernah ada. Lagi-lagi, Ara, seorang gadis kecil yang ia temui di Kota ini, yang sedang berjuang untuk melawan jahatnya dunia dengan caranya sendiri, yang Farel sendiri pun tak tau akankah Ara berhasil atau tidak. Ia yakin, bahwa Ara jauh lebih kuat daripada dirinya sendiri. Akan tetapi, apakah kekuatan yang Ara miliki tersebut dapat membuatnya keluar dari bagian kota yang salah ini? Atau hanya sekedar cukup untuk membuatnya bertahan dalam kehidupannya yang berat namun tak cukup untuk membuatnya keluar dari bagian kota yang salah ini? Farel terus memikirkan hal itu.

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang