PART 39 (Tindakan Berbahaya)

8 0 0
                                    

"Katanya kalau ke Padang ngabarin aku," ucap Ara kepada Farel.

Farel tak bereaksi apapun. Ia hanya merogoh tas kecilnya dan mengeluarkan sesuatu. Ya, bungkusan rokok yang tinggal berisi satu batang. Rokok milik Ara yang pertama kali ia belikan untuk wanita tersebut, yang sampai sekarang masih Farel simpan. Farel berniat mengembalikannya kepada Ara. Akan tetapi, Ara hanya diam saja. Karena tak ada tanda-tanda dari Ara akan menerima rokok tersebut, Farel pun meletakkannya di atas meja dan mulai beranjak dari tempat duduknya.

"Ayok Put, geser," ajak Farel untuk segera pergi dari tempat itu.

Karena tangannya ditarik oleh Farel, mau tidak mau Putri pun harus mengikutinya. Putri tersenyum. Putri ingat, Farel pernah menceritakan tentang wanita itu kepada dirinya. Akan tetapi, sepertinya Farel sudah tak mempedulikan wanita tersebut.

Melihat Farel dan Putri yang keluar dari kafe tersebut menuju ke area parkir, Ara pun mengikutinya dan juga diikuti oleh seorang laki-laki yang tadi bersama dirinya.

"Rell," panggil Ara perlahan.

Untuk sementara, Farel menghela nafas panjang. Ia segera menjawab panggilan Ara.

"Orang yang lu panggil Farel, dia udah gak kenal lagi sama lu, sejak ada telpon bernada ancaman yang masuk ke HP nya. Ancaman tersebut nyuruh Farel untuk ngejauhin lu"

Ara terkejut mendengar jawaban Farel tersebut. Siapa laki-laki yang telah mengancam Farel untuk menjauhinya? Ia sendiri pun tak tau.

"Woiii," panggil laki-laki yang sedang bersama Ara tersebut.

Farel pun berhenti. Tangannya mulai mengepal. Putri berusaha menanangkan Farel. Setelah ditenangkan oleh Putri. Farel tersenyum, dan segera membalikkan badannya.

"Apa?" tanya Farel pada laki-laki itu.

"Lu tau gak? Dia selalu nunggu kabar dari lu untuk datang ke Padang," ucap Laki-laki tersebut.

Farel tersenyum kepada laki-laki itu.

"Hahh? Nunggu gua? Dia nunggu gua?" tanya Farel dengan ekspresi bingung.

"Hahahaha, ketidakmungkinan yang begitu besar," lanjut Farel yang membuat laki-laki tersebut terdiam.

"Lu yang neror gua pagi-pagi itu? Nyuruh gua jauhin Ara, terus ngancam gua?" tanya Farel tanpa ada bukti yang jelas kepada laki-laki tersebut sambil tersenyum.

Laki-laki tersebut pun bingung. Orang macam apa Farel. Ara sudah melakukan tindakan seperti itu pun ia masih tak percaya. Yang mengherankan lagi, Farel menuduh dirinya telah meneror Farel di pagi hari yang bahkan ia sama sekali tak melakukan hal tersebut.

"Sekalipun gua gak pernah neror orang, apalagi nyuruh orang ngejauhin Ara," jawab laki-laki tersebut.

Farel pun terdiam. Senyum nya pun memudar. Ia menunduk untuk beberapa saat, dan kembali menatap laki-laki tersebut. Diajaknya laki-laki itu berjabat tangan sebagai tanda permintaan maaf, karena dirinya telah menuduh laki-laki itu tanpa bukti.

"Maaf bang. Gua nuduh lu tanpa bukti yang jelas," ucap Farel sambil memohon maaf sambil menjabat tangan laki-laki tersebut.

Laki-laki tersebut pun makin bingung dengan sikap Farel. "Bagaimana ia bisa berubah pikiran secepat itu?" ujarnya dalam hati.

Farel pun megisyaratkan kepada Putri untuk melanjutkan langkah menuju mobil Putri. Begitu di dalam mobil, Farel pun tertunduk, seperti merasa bersalah kepada Putri. Putri berusaha menenagkannya.

"Udah gapapa kok. Lagipula kan dia bukan siapa-siapa kamu. Kamu kan sama sekali gak ada hubungan apa-apa sama dia," ucap Putri sambil menepuk punggung Farel.

"Selama ini kamu percaya sama aku. Bahkan, kamu gak pernah sekalipun ngecek akun sosial media aku. Sekarang, kamu cek semua akun sosial media yang ada di HP aku," perintah Farel kepada Putri sambil memberikan HP nya.

Putri pun menolaknya, akan tetapi Farel memaksa dirinya.

"Cek sekarang!" tegas Farel kepada Putri.

Putri pun mengecek isi HP Farel. Dan memang benar, sesuai dugaannya, Farel memang tak pernah menjalin hubungan dengan perempuan manapun selama 1 tahun terakhir.

"Gak jelas banget, apasih maksudnya nyamperin ke meja gitu. Bego banget tuhh ce...." tiba-tiba, kalimat Farel terhenti. Ia menatap tajam ke arah depan.

"Udah Rell, gak usah kamu pikirin lagi ya. Yok jalan," ajak Putri. Akan tetapi, Farel masih tetap diam dan melihat tajam ke arah depan. Sorot matanya menunjukkan kemarahan. Putri yang sedari tadi menatap ke arah Farel pun ikut melihat ke depan. Betapa terkejutnya Putri melihat pemandangan yang ada di depan dirinya dan Farel. Ia pun berniat turun dari mobil.

"Apaan sih nih cewek, gak jelas banget," keluh Putri disaat ia berniat untuk membuka pintu. Akan tetapi, Farel menahannya. Sorot mata kemarahan Farel pun telah hilang. Berganti dengan ekspresi yang Putri sendiri tak mengerti maksud dari ekspresi itu. Farel tersenyum. Akan tetapi, senyum tersebut sedikit berbeda. Ya, senyum yang terpancar di wajah Farel sekarang bukanlah senyum yang biasa ia lihat.

Farel pun menyalakan mesin mobil. Setelah itu, ia turun dan berdiri di dekat pintu sopir sekaligus menyuruh Ara untuk pergi agar tak menghalangi mobil Putri dengan isyarat. Laki-laki yang tadi bersama Ara pun menarik tangan Ara. Bukannya bergeser dari tempatnya, Ara justru mendorong laki-laki tersebut. Hampir saja laki-laki tersebut terjatuh. Farel pun tersenyum. Ia masuk kembali ke dalam mobil Putri.

Putri pun mulai geram, sekali lagi ia berusaha membuka pintu. Akan tetapi, ia kalah cepat saat Farel menguncinya. Melihat Farel yang menggeserkan perseneling mobil, Putri pun segera berbicara.

"Rell jangan Rel!" tegas Putri kepada Farel.

"Rell, biarin aku turun. Biar aku yang ngomong ke di..." belum selesai Putri berbicara, Farel pun sedikit menekan tuas gas mobil dan secara mendadak melepaskan injakan kakinya dari kopling mobil, yang membuat mobil Putri melesat secara tiba-tiba. Beberapa orang pun melihat kejadian itu, akan tetapi mereka tak menyalahkan Farel sepenuhnya, karena mereka juga melihat Ara yang keras kepala meskipun sudah diminta untuk bergeser oleh laki-laki yang sedang bersamanya, dan juga oleh Farel.

Laki-laki yang di dorong Ara tadi pun reflek menarik tangan Ara. Untung saja tubuh Ara tak tersenggol badan mobil sama sekali. Laki-laki itu pun berbicara kepada Ara.

"Lu gila ya? Lu ngapain sih? Lu gak tau rasanya di teror padahal gak ngelakuin kesalahan? Emang dia ngelakuin kesalahan apa sih ke lu? Sampai-sampai dia di teror begitu?" cecar laki-laki tersebut secara bertubi-tubi kepada Ara.

"Dia baik, sama sekali dia gak pernah ngelakuin apapun ke gua. Itulah yang mau gua tanya, makanya gua ngehalangin dia biar dia gak pergi. Waktu dia turun tadi, gua mau nanya masalah itu. Tapi..." kalimat Ara pun terhenti.

"Tapi kenapa?" tanya laki-laki itu.

"Aku sama sekali gak pernah ngeliat ekspresi itu keluar dari muka dia. Itu bukan dia, aku yakin itu bukan dia," ujar Ara yang membuat laki-laki tersebut heran.

"Gua kasih tau ya, siapa sih cowok yang gak marah kencannya di ganggu sama orang lain? Lu sama dia pacaran?" tanya laki-laki tersebut sekaligus berniat untuk mengalihkan perkataan Ara tadi.

Ara hanya menggelengkan kepalanya. Akan tetapi, ia tak membayangkan. Laki-laki sebaik Farel, laki-laki yang juga menurutnya cukup cuek dan dingin, yang pernah ia temui 2 setengah tahun yang lalu, kini sudah berubah. Ya, berubah menjadi lebih cuek. Bahkan untuk menjawab teguran dari dirinya pun sudah tak mau lagi. Ara tak bisa melakukan apapun selain memandangi mobil Honda Brio berwarna putih yang tadi hampir menabrak dirinya, bergerak semakin jauh dari kafe tersebut, yang kemudian hilang di persimpangan. Entah kapan ia akan melihat Farel lagi. Bahkan, mobil yang dulu digunakan Farel untuk bepergian bersamanya, mungkin sudah tak ada lagi. Ia sedih. Yang niat awalnya, jika Farel memberinya kabar bahwa Farel akan ke Padang, ia ingin menghabiskan waktunya bersama Farel. Dimalam hari ini, semuanya sudah lenyap. Tak ada apapun yang tersisa. Ya, Ara sedikit menyesal. Akan tetapi, ia bahkan tak tau mengapa dirinya bisa menyesal. Penyesalan itu datang secara tiba-tiba, disaat mobil Honda Brio putih tersebut hilang di persimpangan.

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang