PART 8 (Kembali Sementara Waktu)

17 3 0
                                    

"Cari makan dulu yuk, kamu mau makan apa?" tanya Farel kepada Ara.

"Kamu mau apa?" balas Ara bertanya.

"Bebas sih" 

"Hmm, aku mau ayam geprek. Kamu mau?"

"Mau," jawab Farel sembari menyalakan mesin mobilnya.

Mereka pun segera keluar dari area parkir mall. Meskipun jalanan sudah sepi, Farel hanya memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia ingin menikmati perjalanan malam itu bersama Ara, mengingat dirinya akan kembali ke Jambi dan setelah itu entah ia akan pulang kerumahnya di Lampung atau kembali ke Padang, ia sendiri pun belum mengetahuinya. 

"Kamu gak masalah ya ngeliat cewek ngerokok?" tanya Ara kepada Farel.

"Hah? Maksud kamu?" Farel balik bertanya karena merasa bingung dengan pertanyaan Ara tersebut.

"Kadang kan orang berpandangan buruk kalau ngeliat cewek ngerokok, kalau kamu gimana?" ujar Ara memperjelas pertanyaannya.

"Oh, gak masalah sih. Emang kenapa? Lagipula, tante aku dari keluarga papa ada yang ngerokok. Jadi aku udah terbiasa dari kecil ngeliat cewek ngerokok, gak masalah sih," jawab Farel.

"Iya, kadang aku heran aja gitu sama orang-orang yang berpikiran kalo cewek ngerokok itu, ya dibilang cewek gak bener lah, cewek nakal lah. Padahal kan mereka gak tau yang sebenarnya, gak tau apa yang udah dialamin sama cewek itu," keluh Ara kepada Farel.

"Ya biasalah itu. Kalau aku sih gak peduli"

"Aku juga ngerokok baru-baru ini. Bulan Februari atau Januari kemaren gitu. Sebelum-sebelumnya aku malah gak bisa kena asap rokok"

Farel tak menjawab apapun, ia hanya melihat ke arah Ara dan menganggukan kepalanya begitu Ara selesai menjelaskan. Farel rasa, ada sesuatu yang mengubah Ara. Lagipula, dari cara Ara menghisap rokoknya, sama sekali tak ada unsur untuk sekedar bergaya agar diakui dilingkungannya. Farel juga pernah membaca artikel tentang perokok. Dari situlah Farel mengetahui, bahwa penyebab seorang wanita merokok adalah, terdapat tekanan yang menyerang psikologis dari wanita tersebut. Tapi, hal itu kembali ke orangnya masing-masing. 

Satu hal yang Farel rasakan, Ara merokok bukan karena ia ingin terlihat keren dan sebagainya, akan tetapi memang ada masalah yang cukup berat dalam hidupnya, dan Ara melampiaskannya dengan cara merokok. Bagi Farel yang seorang laki-laki, begitu ia menghisap rokok, ia merasa sedikit tenang jika ada masalah yang menimpa dirinya. Terutama saat mengerjakan skripsi kemarin, Farel merasa menghisap rokok adalah suatu kewajiban yang harus ia lakukan dikala ia sedang mengetik skripsinya, meskipun dirinya tau, bahwa merokok adalah hal yang tidak baik untuk kesehatannya. Akan tetapi, masalah apa yang terjadi dalam hidup Ara yang membuat Ara melampiaskannya dengan merokok, Farel belum mengetahuinya, bahkan ia sama sekali tak ingin mengetahuinya.

***

Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di tempat tujuan. Farel segera memarkirkan mobilnya dan mengajak Ara untuk segera masuk ke dalam. Setelah memesan makanan, mereka pun duduk sambil menunggu pesanan.

"Kamu mau beli rokok?" tanya Farel kepada Ara.

"Nggak usah, rokok ini aja. Aku juga suka kok," jawab Ara sambil menunjuk rokok Farel yang terletak di atas meja menggunakan matanya.

Farel mengangguk dan segera mengambil sebatang rokok. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ara yang membuat tangan mereka secara tak sengaja saling bersentuhan. 

"Ehh," ujar Farel sedikit terkejut. 

Ara hanya tertawa kecil. Akhirnya, mereka berdua pun mengambil rokok secara bergantian. Farel lah yang terlebih dahulu mengambil, lalu membakarnya, disusul dengan Ara yang mengambil rokok, dan Farel pun berinisiatif untuk membakarkan rokok Ara menggunakan korek api yang masih ia pegang.

"Orang tua kamu asli sini?" tanya Farel kepada Ara secara tiba-tiba.

"Iyaa"

"Mama asli Kota Padang berarti?"

"Iya, emang asli Kota Padang"

"Hmm, kalau papa?"

Untuk beberapa saat Ara terdiam. Ia bingung dengan pertanyaan tersebut. Farel mulai merasakan sesuatu yang tak beres. Ia baru merasa, seharusnya ia tak menanyakan hal tersebut. Akan tetapi, pertanyaan tersebut keluar secara spontan dari mulutnya.

"Sampai sekarang aku gak tau papa aku dimana," Ara menjawab, yang tentunya jawaban tersebut membuat Farel merasa tak enak hati.

"Maaf ya," ujar Farel singkat.

"Gapapa"

Untuk beberapa saat, mereka berdua pun terdiam. Terutama Farel, ia tak tau harus membahas apalagi. Kini, hanya rasa bersalah yang memenuhi isi kepala Farel yang membuatnya tak bisa berpikir untuk membuka pembicaraan selanjutnya.

"Mama bilang, papa aku udah meninggal. Tapi sebenernya aku tau kalau dia masih hidup. Tapi aku gak tau sekarang dia ada dimana," ujar Ara melanjutkan. Farel hanya diam dan mendengarkan. Ia ingin meminta Ara untuk berhenti membahas pembahasan tersebut. Akan tetapi, ia takut Ara kesal kepada dirinya.

"Terus, mama nikah lagi," lanjut Ara yang kemudian terdiam untuk sementara waktu sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Terus papa tiri aku pergi dari rumah karena ada masalah sama aku. Mungkin waktu itu karena aku masih kecil, masih labil, dan belum bisa ngontrol emosi. Ini semua salah aku," ujar Ara menceritakan dengan sedikit tertunduk dan mematikan rokoknya yang telah habis. 

Farel tak mampu berbicara apapun. Semua sudah terlanjur. Ia merasa, karena dirinya lah Ara melanjutkan ceritanya, sedangkan ia tak memiliki solusi apapun untuk permasalahan Ara. Rasa bersalah terus bergelut di dalam kepala Farel. Farel pun menghela nafas dan mematikan rokoknya.

Tak berapa lama, pesanan mereka pun sampai. Farel yang memang menyukai makanan pedas pun menikmati hidangan tersebut. Sama halnya dengan Ara yang ternyata juga menyukai makanan pedas. Suasana malam itu begitu hangat, lain halnya dengan suasana saat mereka pertama kali bertemu. Jika saat mereka pertama kali bertemu ada kawan Ara yang bergabung dengan mereka, lain halnya dengan malam ini, hanya ada mereka berdua. 

Setelah selesai makan, mereka berdua pun kembali menghisap sebatang rokok. Kali ini gantian, Ara lah yang pertama kali mengambil rokok sekaligus mengambilkan rokok untuk Farel. Setelah Ara membakar rokok, ia membakarkan rokok untuk Farel. Ya, mungkin kalau orang-orang melihat, mereka adalah pasangan yang cocok jika berpacaran. Akan tetapi menurut Farel, kecocokan tak bisa hanya diukur dari tindakan tersebut. Masih banyak hal-hal lain yang harus dipertimbangkan. 

Ambisi (The Wrong Part Of Town)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang