BAGIAN : 17

30 3 0
                                    

Istana Singosari kembali bangkit setelah Kertajaya berhasil membujuk Wiro Sabrang kembali bergabung. Singojati dan Singoyudo yang semula merasa cemburu karena tidak dianggap oleh ayahanda, sekarang sadar bila apa yang dikatakan ayahnya itu benar. Kerajaan butuh pusaka untuk kejayaan dan kewibawaan rakyatnya. Akan tetapi seorang pujangga penasehat dan panglima perang yang berilmu tinggi seperti Wiro Sabrang sangat dibutuhkan. Terlebih Wiro Sabrang masih terhitung punya trah keturunan dari keluarga kerajaan.

     "Hamba sudah pasang bendera umbul- umbul dan woro- woro untuk perayaan istana Romo prabu" kata Singoyudo.

      "Undang seluruh warga Karang Gunung untuk berkumpul di alun- alun ikut pesta"

     Para prajurit sudah pasang bendera warna- warni di sepanjang Beteng dan dan woro- woro  ke seluruh kampung untuk berkumpul pesta jumenengan dan adakan lomba bela diri. Singoyudo dan Singojati meminta nasehat kepada Wiro Sabrang caranya melatih para tamtama bermain kungfu.

      "Kita adakan saja perlombaan bela diri untuk wilayah Kerajaan Singosari."

       "Nanti kalau ada pendekar yang ikut serta lomba tapi malah mengamuk seperti bulan lalu bagaimana kakang Wiro?"

       "Kalau ada yang ngamuk itu urusan Cocak Anggoro."

       "Betul Raden, saya siap menghadapi serangan dari luar, asal mereka bisa diajak nego gabung jadi tamtama di Singosari he he."

       "Maunya sih begitu Cocak"

      Kertajaya senang sekali melihat keluarga istana bisa berkumpul seperti dulu lagi. Malah sekarang ada begawan Sentanu dan panglima Surogeni yang ikut menjaga pertahanan istana Singosari dari kekacauan.

     Suasana di alun - alun yang sudah dipasang bambu untuk pembatas arena pertandingan bela diri sudah fihadiri pengunjung dari luar istana.

      Awalnya Cocak Anggoro yang demonstrasi jurus - jurus silat yang dikuasai. Kemudian ada Gagak Putih ikut jadi sparing partner.

      Penonton yang kebanyakan warga sekitar lembah Kelut bersorak - Sorai kegirangan saat Gagak yang asli dari desa itu menang saat beradu jurus dengan Cocak Anggoro.

     Bagaspati tersenyum gembira karena ada perkembangan dari pemuda Singosari sejak raja Iblis Banaspati pergi.

    "Hiiiiyyyaaaaatt"

    "Bukk Bukk !!"

     "Aaackk."

    Cocak Anggoro dan Gagak Putih roboh ketika seorang pemuda kampung sebelah sudah melompat masuk ke dalam arena menendang kedua pengawal muda Singosari.

     "Ayoo maju kalian berdua, lawan aku." kata pemuda kampung itu. Cocak Anggoro yang menjadi pelatih dalam membina para tamtama Singosari tentu tidak gentar mendengar tantangan pemuda desa itu. Ia dengan pasang kuda- kuda mulai menatap kedua kaki lawan yang mulai bergeser dan tangan seolah menari, Gagak Putih tersinggung ketika diserang dengan tiba- tiba oleh pemuda kampung itu, malah sekarang menantang.

     "Hhiiiiyyyaaaattt"

     "Bukk Bukk!!"

     "Waaaaahh!!!"

     Pukulan pemuda desa itu memang sangat keras ketika menyasar ke leher Anggoro sekalipun ditangkis. Anggoro jatuh. Sapuan Gagak Putih ke kaki pemuda kampung itu meleset karena ia mampu melompat dan bersalto.

    Anggoro yang hanya terluka memar di pundaknya mampu bangkit sambil waspada mencari celah lengah pemuda kampung itu.

     "Pemuda itu kelihatan berbahaya Wiro "

      "Tidak. Ia betul - betul anak desa berbakat. Nanti kita panggil dan jadikan pengawal Singosari kalau dedikasinya baik."

     "Hiiiiaaatt!!"

     "Hup Hup!!"

    Benar juga tebakan Wiro Sabrang setelah tiga ronde pertarungan selalu dimenangkan pemuda kampung itu. Anggoro yang sudah keluar dari arena setelah terkena tendangan lawan tak kuasa bangkit lagi.

     Bagaspati mengangkat dan dibawa masuk ke dalam setinggil untuk diobati.

    "Panggil pemuda itu."

     Namun ketika Bagaspati melompat ke tengah arena hendak mengajak pemuda itu berdamai, sebuah serangan tiba- tiba telah melukai bajunya hingga robek terkena cakaran kuku pemuda itu.

     "Kurang ajar!"

     Bagaspati tidak jadi berdamai tetapi malah menandingi ilmu silat pembuda kampung itu yang ternyata sangat tinggi. Bagaspati yang sudah terluka oleh cakar tangan pemuda itu langsung mencabut pedang.

     Keduanya saling bertatap muka dan sangat marah karena merasa direndahkan.

     "Hiiiiaaaattt!!"

     Bagaspati seperti tak berarti ketika bermain pedang melawan pemuda kampung yang tidak menggunakan senjata tetapi punya gerakan yang sangat cepat dan dahsyat.

     "Hmm ini bukan sembarang orang." gumam Bagaspati dalam hati.

WIRO  PENDEKAR GOLOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang