BAGIAN : 74

7 2 0
                                    

Pengawal Sarwendo sudah tiba di lokasi dimana para begal itu sedang memaksa para saudagar yang melintas perbatasan menggunakan perahu atau kuda menyerahkan uang. Ternyata benar yang dikatakan petani, bila jumlah para begal itu lebih banyak dan memakai seragam prajurit dari Mojopahit.

      "He heh.. bubar bubar!"
kata Sarwendo yang mengendalikan kuda diikuti tiga prajurit dari Mojopahit asli.

      "Huh, kalau kalian mau tangkap aku, majulah." jawab begal itu sambil mengacungkan pedang.

       "Kamu siapa heh?kamu kan prajurit Mojopahit, sama dengan aku. Tolong jangan lakukan itu kalau masih mau kuingatkan"

       "Kalau tidak mau?"

       "Sekarang bukan lagi raja Calonarang iblis itu raja kita. Sudah ganti seorang pendekar sakti yang telah membunuh Calonarang." kata Sarwendo.

         "Bohong! Tidak mungkin Gusti Calonarang bisa mati. Kau pikir aku bodoh percaya omongan kalian ?"

         "Kurang ajar!!"

         "Hiiiiaaaaatttt!!"

      Para begal berpakaian prajurit itu langsung menyabetkan pedang ke tubuh pengawal Sarwendo.

Pertarungan yang cukup sengit pun pecah. Kedua belah pihak sama2 tidak mau mengalah. Bahkan pengawal Sarwendo dan tiga orang anak  buahnya terluka oleh serangan pedang begal Siung Garangan yang dulu adalah pengawal dekat mendiang raja iblis.

      Sarwendo makin terdesak ketika begal itu bertambah banyak berdatangan mengeroyok.  Masih banyak prajurit yang berada diluar kerajaan tidak mau tunduk kepada raja baru sehingga sangat mengganggu keamanan penduduk desa.

     "Bunuh saja dia.!"

     "Jangan mau tunduk perintahnya!"

     Yell- yell anti raja baru terus mengumandang dari kelompok pendukung Calonarang yang berada di luar istana.  Bakan mereka terus menyerang Sarwendo yang akhirnya roboh.

      Salah seorang prajurit yang berhasil melarikan diri merangsek ke dalam istana dan melaporkan situasi yang tegang di desa jalur Barat Brantas.

     Begawan Sindukawi meminta kepada Senopati Anggapati mengejar para begal itu bersama pasukan baru.Suro Gendeng yang merasa sebagai pendekar muda terpanggil untuk mengawal pasukan itu karena jumlah prajurit yang membangkang cukup banyak.

      "Biarlah aku akan kawal Anggarapati." kata Suro Gendeng.

      "Itu tidak usah Raden, kan paduka sebagai raja tidak perlu turun ke lapangan kalau masih ada Senopati atau panglima perang."

       "Tapi kan aku bukan orang Mojopahit, siapa tahu ponggawa istana sengaja berkumpul di luar sana untuk melakukan kejahatan terhadap istana"

        Mendengar pendapat Suro Gendeng yang penuh kewaspadaan itu, begawan Sindukawi mengangguk- angguk pertanda setuju.  Begitu pula yang dipikirkan oleh Wiro Sabrang bahwa kedamaian itu tidak semudah melakukan perlawanan. Jangankan mengatasi sebuah konflik, keluarga yang tampak damai saja ternyata ada perseteruan.

     Suro Gendeng mulai khawatir ketika melihat para caraka dari Mojopahit berlarian meninggalkan lokasi pertarungan. Pastilah ada banyak prajurit bekas pendukung Calonarang yang sangat kuat dan sakti hingga membuat pasukan Anggapati mundur.

      "Munduuuurrr!!"

      "Hayaaa   hiiiiaaaattt!"

     Ternyata para begal yang berasal dari prajurit pendukung Calonarang lebih kuat dari yang tersisa di dalam istana. Mereka bahkan punya pimpinan beberapa pendekar yang sengaja melawan raja baru.

      Suro Gendeng langsung melompat menghadang pasukan berkuda dari luar Beteng yang mulai merangsek masuk.

     "Hiiiaaatttt... hiaatt!!"

     Kuda -kuda yang dikendalikan para begal itu roboh dihalau Suro Gendeng yang belum pernah mereka kenal. Para begal itu bukan prajurit biasa yang mudah menyerah ketika terluka. Karena itulah Suro Gendeng bertindak sangat cepat merobohkan semua prajurit yang masuk ke dalam Beteng.  Sementara itu di belakang sudah ada lima orang pengawal yang telah berhasil memenggal kepala Sarwendo, mengawasi jalannya pertarungan. Kelima orang itu cukup kagum melihat betapa Suro Gendeng bukan tandingan mereka. Mengagumkan bila prajurit yang maju di garis depan semua telah roboh oleh serangan Suro Gendeng yang tidak menggunakan senjata apapun. Kini raja muda yang bergelar Gusti Anom Suro Menggolo itu sudah berdiri dihadapan para pimpinan begal.

       "Huh ternyata engkau yang telah berani merebut kekuasaan gustiku Calonarang. Terimalah kematianmu sekarang. Hiiiiiaaaaaaattttt!!!"

      Dua orang pengawal turun dari kuda sambil menyerang Suro Gendeng dengan pedang pedang.

      "Trang Trang krek!!"

      "Buk buk buk!!"

      Serangan pedang para pengawal yang menikam dan membabat tubuh Suro Gendeng yang kebal itu sangat stress karena senjata mereka patah seolah berbenturan dengan batu karang yang sangat keras. Sedang pukulan dan tendangan Suro Gendeng dengan keras mematahkan tulang rusuk mereka hingga roboh.

     "Wedaaaan tenan!!"

WIRO  PENDEKAR GOLOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang