BAGIAN : 28

22 2 0
                                    

Wiro Sabrang menoleh kebelakang ketika mendengar panggilan dari Maeso Danu. Astaga, seekor ular naga sebesar pohon pisang berdiri tegak dengan kepala menghadap kebawah dimana Wiro Sabrang sedang menuruni tangga sumur tua. Maeso Danu dengan refleks langsung menyerang ular naga raksasa itu dengan pedangnya. Wiro Sabrang sudah terjun kedalam sumur yang cukup dalam dan gelap.

Maeso Danu cukup terdesak ketika ular naga yang bermahkota itu mengibaskan ekornya menebas tubuh Maeso.

"Weeeessss?!"

"Weeeersss?!"

Kibasan ekor naga raksasa itu cukup merepotkan Maeso Damu bergerak hingga ia terpaksa menahan dengan aji Pancasona.

"Hiiiiaaaaahhh!?"

"Weeeeeessss!!"

Maeso Danu terdesak ketika tangannya tersambar ekor Petit ular naga itu hingga terluka memar. Ular naga siluman memang tidak seperti binatang biasa. Ia memiliki aura magis dan kekuatan mistik. Sebaliknya Maeso Danu juga bukan manusia biasa yang tidak mungkin bisa melihat binatang seperti itu.

Maeso Danu yang memiliki ilmu silat tinggi tidak cukup untuk menandingi lawan yang tidak terlihat kasat mata.

Ketika mulut ular naga itu menyemburkan api yang sangat besar, Maeso Danu menahan dengan sinar biru yang memancar dari telapak tangannya serta menahan dengan pedang kyai Slamet.

"Hiiiiaaaahhh!!"

"Bluaaaarrrr!!!"

Dentuman dahsyat itu terdengar sangat keras karena ular naga itu meledak terkena aji Pancasona dan hunjaman kyai Slamet. Maesa Danu lega telah membinasakan ular siluman itu hingga bisa mengikuti langkah Wiro Sabrang ke dasar sumur.

Di dalam sumur yang ternyata terdapat ruangan seperti bunker untuk menyimpan harta milik mendiang raja Lemah Putih. Di dalam ruang bawah tanah itu tersimpan emas dan intan yang jumlahnya tidak sedikit. Tetapi Wiro Sabrang mencari pusaka yang jadi buruan para pendekar.

Ada sejumlah keris, pedang dan batu permata. Maeso Danu yang sudah mengincar sebuah kalung bermata Jamrud segera mengambil dan melingkarkan di leher. Sedang Wiro Sabrang yang melihat keris berlekuk menyerupai ular itulah yang dicari Kertajaya. Keris pusaka Nogososro yang diidamkan seluruh raja di tanah Jawa seperti golok miliknya.

"Hmm inilah pusaka yang dimaksud ayahku." gumam Wiro Sabrang sambil mengusap tubuh keris yang sangat bertuah itu.

"Kakang Maeso sudah ambil pusakanya? aku sudah ambil keris ini untuk ayah Kertajaya."

"Sudah kudapat kalung ini yang cocok bagiku."

"Kita cepat keluar dari istana ini sebelum matahari tenggelam kakang" kata Wiro Sabrang yang sudah melompat keatas bibir sumur. Dua buah pusaka keris Nogososro dan cincin batu giok dibawa Wiro pulang ke Singosari.

Namun ketika kedua pendekar itu melangkah keluar dari pintu gerbang, 6 orang pendekar bertubuh kekar dan berpakaian kebesaran Senopati atau panglima perang berdiri di teras istana sambil acungkan pedang.

"Ha ha ha ha terima kasih kisanak telah membawakan aku pusaka Lemah Putih."

Tentu saja Wiro Sabrang dan Maeso Danu sangat terkejut dan memandang mereka dengan senyuman.

"Ambillah ke dalam sana kisanak masih banyak pusaka yang tersimpan kok"

"Aku tidak mau capek- capek masuk di tempat gelap. Sudahlah, aku ingin yang kalian bawa itu saja"

Sedang beberapa pendekar yang berada di belakang sangat ingin masuk ke dalam istana yang tampak aman tidak dijaga.

"Nah..kalian lihat itu banyak pendekar yang masuk istana tanpa ada halangan. Masuklah..masih banyak pusaka dan perhiasan yang tersimpan di dalam" kata Maeso Danu.

Tapi tampaknya kedua pendekar yang sudah berhadapan dengan Wiro dan Maeso tidak sabar. Mereka dengan sangat kasar menerkam Wiro Sabrang.

"Hiiiiaaaahhhh!!"

"Heitt Heeeaaahh!!"

Pedang para pendekar itu sudah melayang dan menerjang ke tubuh Maeso maupun Wiro Sabrang. Tapi Wiro Sabrang yang sangat gesit dan lentur itu memang tak mudah disentuh lawan. Malah tendangan dan pukulan Wiro mendarat kepala dan dada para pendekar itu hingga berjatuhan. Sebenarnya Wiro tak ingin melayani para pendekar bodoh itu, tetapi karena mereka sangat banyak yang mengantri di depan gerbang, apa boleh buat.

Beberapa pendekar yang nekat menerobos masuk ke dalam istana tak terlihat bisa keluar lagi. Wiro dan Maeso sudah menduga apa yang mereka hadapi di dalam gedung istana Lemah Putih. Kemstian sia- sia itu pasti.

Akhirnya Maeso Danu dan Wiro Sabrang tidak mau buang waktu karena langit sudah makin gelap ditinggal sang Surya tenggelam. Kedua pendekar itu melesat ke atas langit mengikuti hembusan angin lalu.

WIRO  PENDEKAR GOLOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang