💕Lucifer golden ale💕

825 126 65
                                    

Happy reading guys

💕💕💕


"Ini gara-gara kamu!" 

"Jangan kayak bocah dikit-dikit ngadu orang tua." Terlihat rahang mengeras dari pahatan wajah menawan milik Calvin. Genggamannya pada setir mobil tampak mengerat. Semula ia sudah merasa kebebasan hampir saja tercapai ketika papanya mengatakan jika pernikahan ini bisa diakhiri hanya dengan melunasi hutang keluarga Shena. Namun, bak kedipan mata secepat itulah harapan keduanya terpatahkan. 

"Kok jadi nyalahin aku? Kalau bukan kamu yang awalnya nyari masalah, aku nggak bakal gini!" Shena yang tengah duduk di sebelahnya bersungut marah. Saling menyalahkan meski tidak tahu siapa yang benar-benar harus disalahkan. 

Perjalanan menuju tempat kerja hari ini sedikit terlambat karena persidangan keluarga yang membuahkan keputusan baru jika mereka ingin mengakhiri pernikahan ini. 

Shena memiliki wedding dream yang sebenarnya sudah ia rancang. Namun, ia juga masih ingin menikmati kebebasannya sebagai kaum  jomlowati sejak dalam usia zigot hingga sampai pernikahan tidak diinginkan itu menghancurkan konsep hidup yang sudah matang-matang ia buat. 

"Aku 'kan udah bilang nggak sengaja!" 

"Tapi kamu nggak minta maaf karena udah nyentuh  aku, Vin!"

"Emangnya perlu minta maaf?"

"Oh, jangan-jangan kamu emang udah biasa nyentuh perempuan,ya?" desis Shena dengan mata yang menyipit. "Laki-laki macam kamu nggak mungkin, sih, kalau belum buka segel pacarnya sendiri," imbuh Shena dengan rasa kesal masih melingkupi hatinya. Perkataan Pak Sam  tadi seperti jangkar yang menariknya sampai ke dasar lautan ketika harapan sudah ada di depannya. 

Mendadak mobil yang tengah dikendarai putra semata wayang Samuel Nadeem itu berhenti di tepi jalan. Tatapan Calvin menajam mendengar pernyataan dari istrinya yang menyinggung sang kekasih.

"Kenapa? Marah? Berarti benar yang aku bilang? Kejar sana pacar kamu, sentuh aja dia jangan aku!" Perkataan Shena yang menurut Calvin sudah terlalu kelewatan itu berhasil membuat salah satu tangannya melayang, lalu mendaratkan sebuah tamparan di pipi istrinya.

Perempuan itu sontak terkejut. Semarah-marahnya sang papa tidak pernah menampar dirinya selama ini. "Jaga ucapanmu! Sadarlah kalau semua kekacauan ini berasal darimu dan keluargamu. Oh, pantes, sih,  Pak Pras kayaknya nyesel punya anak yang bisanya cuma bikin beban. Ck ck." 

Napas Calvin memburu, ia cukup lega setelah melampiaskan amarahnya barusan dengan membuat perkataan yang berhasil menohok hati Shena saat itu. Tamparan dari Calvin tidak begitu keras. Namun, rasanya sekujur tubuh Shena turut merasakan sakitnya. 

"Kayaknya mamaku terlalu berlebihan memuji menantunya yang sama sekali nggak bisa diandalkan ini." Shena memilih bergeming. Ia tersenyum kecut mendengar semua ocehan yang dimuntahkan Calvin barusan. Membuatnya kembali sadar tidak ada tempat yang pantas untuknya sekedar bersandar atau pulang. 

Rumah yang katanya adalah tempat paling menenangkan saat masalah kian menerpa justru dari situlah sumber luka hatinya. Bagai bola yang pasrah ditendang ke mana pun, nasib sial kini membawa Shena seolah keluar dari lubang buaya lalu masuk ke kandang harimau.

Ia terkekeh pelan, menertawakan kebodohannya sendiri mengapa tidak bisa menjadi yang seperti  mereka harapkan. "Ya sudah, mulai hari ini aku resign dari tempat kerja kamu," ucap Shena pada akhirnya. Calvin yang mendengar bukannya terkejut, lelaki itu justru terlihat sumringah.

"Oh, bagus, dong. Aku memang hanya mempekerjakan karyawan yang giat bekerja. Bukan modal rebahan,ngayal, dan … ya, you know-lah kekuranganmu itu apa?" Bukan tanpa alasan Calvin mencecar istrinya. Karena ucapan Shena tadi benar-benar menyinggungnya seolah ia adalah lelaki tak bermoral yang sukanya merusak kehormatan sang pacar. Padahal, ia sama sekali belum pernah melakukan hal hina itu dengan Clara.

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang