💕Baby boy💕

866 103 46
                                    

Happy reading guys

💕💕💕


"Ada dua tempat yang aku rasa punya banyak kenangan buat mereka."

"Di mana?"

Sebenarnya, nyali Shena saat ini tak sebesar keinginannya untuk mengetahui bagaimana masa lalu Calvin. Sepanjang Zaki bercerita, tangannya tak bisa diam. Ada saja gerakan-gerakan kecil meskipun sekedar menautkan jemarinya atau meremas hoodie yang tengah dipakai. Bahkan tak sadar dirinya sampai menggigiti bibir bagian bawah ketika mengetahui bagaimana Calvin selalu memperlakukan Clara dengan sangat baik. Menghujami dengan banyak cinta seolah di dunia hanya ada Clara di mata lelaki itu.

Shena cukup merasa emosional begitu kisah manis Calvin mulai menyapa pendengarannya. Karena yang ia pikir tadi hanya sekedar ingin tahu saja tidak akan masalah. Tidak akan menimbulkan reaksi berlebihan jika masa lalu Calvin dengan Clara disajikan padanya. Karena ia sendiri yang meminta seperti itu.

Namun, siapa sangka jika rasanya sekesal ini mendengar bahwa Calvin memiliki niat untuk hidup bersama Clara. Ya, seharusnya ia bisa menjadi dirinya yang dulu, yang tidak peduli bagaimana dan siapa yang paling berkuasa di hati suaminya itu.

Bukankah ia juga pernah mendengar langsung dari Calvin, bahwa lelaki yang beberapa detik terbayang dalam benaknya tersebut memang mempunyai tujuan untuk hidup bersama dengan kekasihnya. Maksudnya menikahi Clara di saat mereka berdua gencar menggaungkan perpisahan.

Shena menggeleng cepat, mengusir paksa sosok Calvin yang berusaha menguasai pikirannya. Sejurus kemudian, Zaki mendaratkan tepukan halus pada pundak perempuan yang beraut gusar itu dengan gaya sungkan.

"Kamu nggak apa-apa? Aku bakal stop ceritanya kalau mau." Shena sengaja mengunjungi kafe yang direkomendasikan oleh Zaki untuk menceritakan semua yang pemuda itu tahu tentang kisah Calvin dan Clara. Hanya saja, beberapa makanan ringan yang di pesan tadi tak mampu menarik selera makan Shena.

"Lanjutin aja, Zak. Jadi di mana aja mereka pernah menciptakan banyak kenangan?" tanyanya kemudian. Sementara Zaki, ia menunduk sembari mengaduk minuman di depannya setelah tersenyum samar.

Anggap saja ia sedang memasak hidangan yang perlu ditambahi dengan sedikit bumbu-bumbu untuk menciptakan cita rasa yang luar biasa.

Kini, pemuda yang memiliki tahi lalat di kuncup hidung bangirnya itu mendongak. Memandang perempuan yang tengah menunggu jawaban darinya dengan cukup serius.

"Di sini."

"Tepat yang lagi kita duduki. Mereka sering menghabiskan waktu untuk membicarakan masa depan di tempat ini." Tangan Shena reflek terangkat, ia jatuhkan pada dadanya untuk memberi tepukan pelan. Pandangannya mencari sebuah plakat dari nama kafe yang sedang ia kunjungi. Tempatnya memang tidak luas. Sederhana dan sama sekali tidak memberi kesan mewah untuk selera Calvin yang memiliki background keluarga dengan ekonomi kelas atas.

Namun, sesederhana apa pun itu tempatnya jika dibersamai oleh orang tercinta bukankah akan terlihat seperti istana megah bagi mereka? Bukan tentang kata 'di mana' yang menjadi point utama, melainkan dengan siapa yang akan bertahan lama.

Seperti yang pernah ia dan Calvin lakukan ketika menikmati perjalanan malam menggunakan motor vespa waktu itu. Meskipun hanya sekedar makan di daerah tempat tinggalnya. Tak menutup fakta bahwa Shena mulai merasakan adanya sepercik kebahagiaan.

Ya, sesederhana itu mencari kebahagiaan yang selama ini sulit Shena dapatkan dari orang-orang sekitar terutama keluarganya.

"Terus?" Shena beranikan untuk kembali bertanya setelah hatinya mulai membaik. Dan seharusnya ia hanya perlu mendengar tanpa melibatkan perasaan.

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang