💕Dua persimpangan hati💕

817 118 113
                                    



Happy reading guys

💕💕💕


Jika bukan karena Sisil yang terus memaksa dirinya untuk mandi dan berganti pakaian yang sudah dua hari ini ia kenakan, mungkin Shena sudah cocok disebut sebagai barang atau makanan yang layak untuk dihinggapi lalat. Perihal Calvin yang sama sekali tak menampakkan diri di rumah, membuat gemuruh dalam hatinya tak pernah berhenti bekerja. Ia hanya khawatir lelaki yang ditakdirkan–ah, lebih tepatnya terpaksa menjadi suaminya itu menjadi korban begal lalu disekap di tempat atau bangunan kosong seperti pada drama-drama thriller yang sering ia lihat.

Namun, ia tak berpikir Calvin akan selengah itu. Karena biasanya tokoh utama tetap selamat apa pun caranya,kan? Apalagi Calvin jago taekwondo, sekali tendang Shena pikir berandal yang ingin menyekap Calvin sudah pasti terdampar hingga luar bumi. Hahaha. Alih-alih rindu, Shena justru terasa bersemangat begitu tubuh polosnya terguyur air. 

Karena Sisil sudah harus kembali ke kantor, terpaksa ia kembali sendirian. Yang biasanya malas melakukan pekerjaan di saat libur, kini Shena merasa antusias ingin membersihkan rumah yang selama ini ia tinggali. 

Namun, ada satu alasan yang membuat perempuan itu tampak merekahkan senyum semenjak Sisil menyadari ada sesuatu yang tak beres pada dirinya. 

"Plis, bilang sama aku kamu telat haid berapa hari, Shena?" Ini ucapan Sisil tadi saat mendapati Shena yang terus menolak makanan di depannya dengan cara ia muntahkan beberapa kali. Tentu saja Sisil tak bodoh, ia pernah melihat hal seperti ini saat kakak perempuannya dinyatakan hamil setelah mengalami simtom yang persis terjadi pada Shena hari ini. 

"Hmm … aku nggak tahu, Sil. Aku nggak hitung!" Shena tidak suka berada dalam keadaan seperti ini. Apalagi perutnya seperti diaduk kasar hingga mencengkeram kuat seolah ada tangan-tangan iblis yang ingin merampas perut itu dari tempatnya. Sejak kecil ia memang tidak suka sakit, bahkan sebelum sang mama membawa dirinya ke rumah sakit, Shena cepat-cepat meminum obat berperisa jeruk itu meskipun harus digerus lebih dulu dengan air. 

"Kamu ada test pack?" Sisil bertanya antusias. Sementara Shena hanya mendengus lirih jika mengingat tentang benda itu. 

"Ada banyak. Nih!" Bergerak malas, Shena menyodorkan plastik putih berlabel sebuah nama apotek. Ada kurang lebih dua belas test pack yang masih tersisa.  

"Tes sekarang, Shen. Dari tadi muntah terus,loh. Nggak mungkin kalau cuma masuk angin, apalagi kalian pastinya udah pernah—"

"Pernah tapi nggak sering ya!" Shena meralat opini sang teman. Tak terima jika Sisil akan mengatakan bahwa dirinya sering bersenggama dengan Calvin. 

"Ya meski nggak sering, kalau cebongnya Calvin berhasil menjadi the winner terus bertemu  sama sel telur kamu. Nggak mungkin nggak terjadi,sih." Setelah kemarin merasa putus asa dengan hasil yang selalu negatif dalam test pack-nya. Shena kini seakan memiliki secuil harapan lagi melalui keyakinan Sisil.

"Uihhhh, belajar dari mana kamu, Sil?" Berjalan malas sembari meledek pemaparan temannya, Shena lantas melangkah gontai menuju kamar mandi. 

"Aku anak IPA kalau you lupa! Nggak kayak kamu yang taunya neraca saldo, utang piutang sama jurnal penutup!" Selagi menunggu Shena di kamar mandi untuk melihat hasil test pack, Sisil menyantap makanan yang tadi dipesan oleh Shena. Lagipula, sayang jika hanya diumbar begitu saja. 

Tak sampai memakan waktu sepuluh menit, Sisil yang tadinya duduk santai di atas kursi tersentak kaget mendapati pintu kamar mandi yang dibuka secara brutal. Perempuan lebih pendek di depannya itu memicing sebentar lalu menubruk dirinya hingga susah untuk bernapas. 

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang