💕Sweet Night 💕

904 112 54
                                    



Part ini agak panjang. Jadi tolong kasih vote dan komentarnya ya pembaca yang budiman hehe

💕💕💕

Pukulan beruntun dari tangan besar Calvin berhasil mengenai sasaran di depannya. Merasa belum puas dengan sekedar membuat wajah pemuda yang telah meneror istrinya itu bonyo, ia berikan lagi satu cekikan melalui satu tangannya.

Hingga Zaki yang memakai baju tahanan itu mulai kehabisan napas, beberapa polisi penjaga sigap menahan amukan Calvin yang terus saja membabi buta. Karena perbuatan menjijikkan pemuda brengsek tersebut, ia telah kehilangan sahabat juga mental sang istri yang belum sepenuhnya membaik.

Terkadang, ketika menjelang malam atau di pertengahan tidur, Shena yang terbiasa terbangun dan berucap apa adanya, kini lebih sering menangis sambil terpejam. Tak jarang ia terus mengigau menyalahkan dirinya sendiri.

"Anjing! Brengsek!" Mata Calvin melebar dan berkilat-kilat. Bukannya terlihat jera, Zaki yang selesai menunduk untuk mengusap sudut bibirnya yang berdarah itu justru memamerkan senyum tipis.

"Lo harusnya dihukum mati, bodoh!" Sekitar dua hingga tiga polisi masih menahan tubuh besar Calvin supaya tidak berbuat kasar lebih lanjut.

"Ck, itu salah dia sendiri. Ngapain ikut campur urusan orang?" Bukan lagi mendidih, kepala Calvin seolah ingin pecah dan memanas mendengar pengakuan manusia titisan iblis di depannya. Tangannya yang dicekal kuat oleh polisi, akhirnya berhasil lolos dan kembali menghantam pemuda itu dengan sekali tonjokan penuh amarah.

Sang tersangka sukses tersungkur sampai darah segar berlomba-lomba turun dari hidungnya. Rahangnya menggertak keras seraya memandang penuh dendam ke arah Calvin.

Terengah-engah untuk mencari pasokan udara, tangan Calvin yang mencengkram kuat kerah baju pemuda itu tak membiarkan Zaki berhasil mendapatkan napasnya. Sembari berbisik dengan emosi tak tertahankan lagi,"Sampai lo berani ngusik istri gue lagi. Gue pastiin nyawa lo hilang saat itu juga."

Dengan satu sentakan, Calvin hempaskan tubuh Zaki hingga membentur dinding di belakangnya. Bagi lelaki itu, sekedar membuat babak belur saja tidak cukup. Jeruji yang akan menahan Zaki tidak akan cukup menebus apa yang telah hilang dan terjadi.

Ditemani Haikal, akhirnya Calvin mulai meredakan emosinya. Selepas menumpahkan amukan di penjara tadi, mereka berniat untuk mampir sebentar di kafe. Sekedar membasahi tenggorokan yang sudah terasa gersang.

Begitu emosi Calvin tampak stabil, Haikal memulai percakapan.

"Mas Bos udah ngerasa baik?"

"Ya. Seperti yang kamu lihat, Kal." Calvin sengaja mengajak Haikal bukan hanya sekedar menemui Zaki. Namun, secara pribadi ia akan meminta maaf pada karyawan yang sudah ia tuduh sekaligus dipecat tanpa berpikir panjang itu.

"Maaf. Aku udah nuduh kamu waktu itu." Haikal merasa canggung kemudian. Ia memilih mengaduk minuman di depannya dengan senyum maklum.

"Jangan meminta maaf, Mas."

"Kamu masih mau bekerja denganku, kan? Seperti biasanya. Aku nggak tahu harus dengan apa lagi menebus kesalahanku waktu itu."

"Sepertinya tidak bisa, Mas. Saya akan di rumah sementara waktu untuk nemenin adik dan ibu." Mendengar penjelasan itu, tentu saja rasa bersalah Calvin semakin membesar. Meskipun yang ia lihat Haikal tampak baik-baik saja di luarnya, ia menduga pemuda itu pasti memiliki kekecewaan luar biasanya dengannya.

"Ah, iya. Aku tahu kamu pasti masih kecewa. Maaf." Wajah Calvin penuh sesal memandang pada Haikal– salah satu karyawan yang ia percaya meskipun ia angkat tanpa seleksi lebih dulu itu.

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang