💕Calvin siaga 1💕

731 102 79
                                    




Happy reading guys


💕💕💕

Perubahan jelas terlihat pada diri Shena semenjak ia kehilangan cinta pertamanya. Sesal yang terus menyelimuti diri, sampai kini masih saja enggan untuk pergi. Entah sudah berapa kali ia merutuki diri, menyalahkan diri sendiri atas kepergian sosok yang selama ini tidak akan pernah ia benci.

Hubungan Shena dan Bu Tania memang belum membaik layaknya sepasang anak dan ibu. Namun, kedua saudara Shena juga berusaha untuk menyudahi apa yang diberatkan sang ibu pada saudara perempuan mereka.

Bahkan, perempuan itu ketakutan saat bertemu Bu Tania. Kesalahannya pasti akan terbayang lagi, dan tudingan dari sang ibu juga terus terngiang mengenai kesalahan dirinya.

Semenjak saat itu, Calvin tak lagi menemui sosok Shena yang ceria seperti mentari pagi. Menyenangkan dipandang seperti bunga yang tengah bermekaran. Selama hampir seminggu lebih, hanya sosok raga tanpa jiwa yang Calvin dapati dari istrinya.

"Mama masih nginep di sini, kan?"

"Aku siapkan tempat tidur di kamar tamu, ya?" Saat itu juga, Bu Mila sering mengunjungi menantunya. Karena bagaimanapun, ada dua sosok yang mereka khawatirkan saat ini. Shena dan calon anaknya.

"Mama bisa sendiri, Vin. Istrimu udah tidur, kan?" Ia usap wajahnya dan mengembuskan napas pelan sebelum menjawab pertanyaan itu,"Syukurlah udah, Ma."

"Kamu makan dulu, Nak. Biar mama yang  jaga Shena." Jujur saja, sejak pagi Calvin belum mengisi perut dengan makanan pokok. Hanya secangkir coklat hangat dan roti panggang buatan Bu Mila. Mengiyakan tawaran sang mama, Calvin lantas melangkah menuju dapur.

Ada banyak menu yang tersedia, tetapi tetap saja ia tak bisa menikmati dengan leluasa. Karena Shena akhir-akhir ini tidak banyak makan karena mungkin masih terbawa suasana atas kepergian papanya.

Mengambil nasi merah dua centong, tumis baby corn, dan ayam teriyaki sepertinya sudah cukup bagi Calvin untuk mengisi tenaga malam ini. Sembari memakan, ia cek beberapa daftar pekerjaan yang belum dikerjakan. Namun, beruntung ia punya bawahan yang bisa diandalkan untuk sementara waktu.

Baru sampai pada tiga suap, ia mempertajam pendengarannya. Benar saja, suara raungan sang istri terdengar memilukan bagi Calvin. Meletakkan sendok yang dipegang dan menenggak air putih, ia kemudian bergegas ke kamar.

Di sana kembali ia dapati Shena yang terduduk dengan mata terpejam dan tangis yang tergugu. Ini sudah berlangsung selama seminggu. Sama seperti ketika Satya meninggal dulu.

"Shena. Bangun." Suara Calvin sangat lembut dan menenangkan. Ia ambil alih posisi Bu Mila. Meskipun sudah berusaha ia ajak bicara, tetap saja Shena masih belum memperoleh kesadarannya. Tangisnya masih mengalir deras tanpa membuka sedikitpun matanya.

"Mama, tolong ambilkan kunciran di situ." Lelaki tersebut masih berusaha membuat Shena bangun. Sementara Bu Mila kini menyerahkan sebuah kunciran pada Calvin. Tidak masalah jika tak rapi, ia tetap menyatukan rambut sang istri lalu diikatlah dengan kunciran itu.

"Jangan mikir yang berat-berat dulu. Hmm? Kamu nggak sendirian. Ada aku, mama juga ada di sini," bisik Calvin pada sisi Shena seraya mengusap tangannya. Namun, perempuan itu sepertinya masih asyik bersedih di alam bawah sadarnya.

"Apa yang sedang kamu impikan, Sayang? Udahan, ya, nangisnya." Biasanya ketika Calvin memberi tepukan pada pipi Shena, tidak lama setelah itu ia akan terjaga. Dan untuk malam ini, sepertinya sedikit lebih susah sadar dari sebelumnya.

Melihat raut Calvin yang gelisah juga lelah, Bu Mila memberi usapan menenangkan pada pundak putra semata wayangnya. Rasa sesal itu juga sempat Bu Mila rasakan bahkan sampai sekarang. Karena keinginannya untuk melihat sang putra membangun rumah tangga, nyatanya bukan kebahagiaan yang mereka dapatkan. Namun, malah runyam seperti ini.

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang