💕Keputusan Calvin💕

768 107 68
                                    


Happy reading guys



💕💕💕

Terik di atas kota Surabaya semakin sempurna memanggang gedung-gedung tinggi dan siapa saja yang melakukan aktivitas di luar rumah.  Meski begitu menyengat, tetap tak membuat para pejuang-pejuang rupiah itu mengeluh pasrah. 

Ini hal menyenangkan bagi Shena, walaupun terkesan sederhana mengendarai motor seraya meraup udara luar. Ia sama sekali tak melunturkan senyuman sejak keluar dari halaman parkir kantor Calvin. 

Ah, benar. Di sebelahnya, tepatnya di dalam bak yang menyambung dengan motor vespa itu duduklah Calvin dengan muka pasrah. Menekuk wajah muak sembari melingkarkan kedua tangan pada sepasang lututnya. 

Melewati area pertokoan di daerah Ketintang, Calvin harus menutup wajah dengan jaket milik sang istri karena tengah ditertawakan oleh segerombolan anak SD yang baru saja pulang sekolah. Tepat saat itu ketika Shena berhenti hanya untuk menggaruk punggungnya yang gatal. 

Jika kini wajah dari pengusaha muda itu cemberut dan kesal tak keruan, lain halnya dengan Shena yang cengengesan sambil bersenandung kecil. Mengangguk seraya menebar senyum semanis madu pada orang-orang sekitar yang tak dikenal. 

Karena ini adalah pertama kalinya ia bisa membawa motor ke jalan setelah sekian lama ia tak mengasah skill mengemudinya. Ah, bukan. Lebih tepatnya ia hanya bisa menggunakan motor matic, itupun tidak jauh dari area rumahnya. 

"Besok aku mau ke Jakarta," ungkap Calvin masih dengan wajah yang berusaha menampilkan raut tenang di hadapan Shena. Namun, sepertinya ia ceroboh karena memberi tahu hal itu ketika mereka sedang di jalan dengan posisi Shena sebagai pengemudi dan ia penumpang.

"Apa?" Seruan itu terdengar bersamaan dengan Calvin yang tiba-tiba terhuyung ke depan karena Shena menarik rem secara mendadak. Beruntung motor mereka masih berada di tepi jalan. 

Sepertinya Calvin harus cepat-cepat berkunjung ke klub Rajawali fighter untuk menumpahkan kekesalannya selama ini dengan menendang papan kyukpa sebanyak  mungkin. 

"Udah, udah. Kamu ganti duduk sini biar aku yang nyetir."

"Nggak, Vin. Aku belum puas." Calvin memilih memalingkan wajah, lantas ia mengumpati ruang kosong di depannya untuk mengutarakan emosinya. Setelah mengatur napas dengan baik, ia mencoba berbicara lebih tenang pada perempuan itu. 

"Aku bahkan lebih jago muasin  kamu daripada vespa ini. Oh, Shena. Please, dengerin aku kali ini aja. Oke?" Tak mengindahkan perkataan sang suami, Shena justru menyalakan kembali mesin motornya. Meminta Calvin untuk segera naik jika tidak ingin berjalan selama kurang lebih satu jam sampai rumah. 

"Demi baby Utun. Ya? Gantian, ya? Ntar di komplek puas-puasin main motor." Mata Shena meneduh, pandangannya jatuh pada perut yang belum terlihat membuncit itu dengan tatapan tak bisa ia mengerti. Setelah ucapan Calvin terdengar memohon sekaligus tertahan karena tak ingin didengar orang. Perempuan itu pada akhirnya mengikuti permintaan suaminya.

Namun, bukannya turun lebih dulu. Shena justru melangkah begitu saja dari motor  ke dalam bak. Kemudian duduk dengan anteng. Gemas bercampur kesal, itulah yang kini tengah dirasakan oleh si calon bapak. 

Sebelum Shena berubah pikiran, Calvin lekas mengambil tindakan. Melajukan motor vespa sidecar itu dengan kecepatan sedang. Jika ia sendirian, maka jalanan di depannya itu sudah menjadi area sirkuit balapan.

Setibanya di rumah, tak henti Shena buntuti sang suami yang merasa lelah, letih, dan lesu usai dikerjai kembali oleh jabang bayi mereka. Jika memang itu karena permintaan anaknya, ia berusaha untuk menuruti sebisa mungkin. Namun, jika hanya akal-akalan Shena untuk mengerjai dirinya. Calvin memikirkan seberapa banyak lagi stok sabar yang harus ia punya. 

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang