💕Terbelenggu rindu💕

654 100 65
                                    




Happy reading guys

💕💕💕

Memasuki Minggu ke enam. Calvin seolah menjelma menjadi single parent. Selama itu juga, keajaiban yang ia harapkan tiap hari akan kedatangan sang istri, belum kunjung terjadi. Sempat terbesit niat untuk mencari keberadaan perempuan itu di mana sekarang. Namun, Calvin urungkan ketika ingat lagi tentang pesan terakhir Shena. Ia tidak mau  sang istri melakukan hal yang tak diinginkan jika ketahuan sedang dicari.

Jadi, ia biarkan saja hari-harinya diliputi rasa rindu yang menggebu. Mengingat Calvin sekarang bukan hanya seorang suami dari Shena, melainkan ayah dari anaknya. Ia perlu menjaga kewarasannya demi sang putra. Calvin terus belajar dari dasar bagaimana menjadi ayah yang baik untuk bayi laki-laki itu.

"Aku tahu Papa lagi diam-diam nyari Shena, kan?" Ponsel berwarna hitam itu berada di antara pundak dan telinga Calvin. Karena kedua tangannya masih sibuk memakaikan baju pada sang putra.

"Jangan lagi, Pa!"

"Dia bisa nekat ngelukain dirinya sendiri kalau sadar sedang dicari." Calvin pindah ponsel itu ke pundak bagian kiri. Kali ini ia sudah sempurna menaburkan bedak pada wajah bulat seorang bayi usia satu bulan setengah tersebut. Senyum sang ayah mengembang perlahan ketika bayi di atas kasur itu berusaha memasukkan tangannya sendiri ke dalam mulut. Matanya yang bulat dan jernih mencoba menatap Calvin dengan binar bahagia. Ocehan kecil walaupun tak jelas, menjadi kebahagiaan sendiri bagi laki-laki itu.

"Hmm. Oke."

"Nanti malam kalau kalian masih sibuk, nggak perlu ke sini dulu. Aku sudah lumayan bisa ngerawat anak aku, Pa." Panggilan sepakat untuk diakhiri. Terlalu larut dalam nestapa sepertinya hanya akan membuat dirinya terus terkungkung luka. Ia bukan laki-laki yang harus sibuk meratapi nasibnya karena ditinggal pergi sang istri. Karena Calvin sadar,ia tidak  hanya dibutuhkan bagi keluarganya saja, tetapi juga karyawan di tempat kerjanya.

Ia harus dituntut untuk tetap profesional sebagai pemilik perusahaan tersebut apa pun kendala yang tengah menghadang biduk rumah tangganya.

"Eh, Bapak mau ngapain?"

"Mau bikin susu. Dia habis mandi,kan, pasti minum susu terus tidur, Bude." Calvin menatap polos pada Bude Mirna yang mengambil alih botol susu tersebut.

"Biasanya,kan,Bude yang bikin. Udah, Bapak ke sana aja." Jika Bude Mirna sudah berkata demikian, rasanya ia belum bisa menjadi sepenuhnya ayah yang baik untuk anaknya. Setiap sang putra akan minum susu, pasti Bude Mirna yang membuatkan. Sebenarnya, Calvin ingin sekali menyiapkan, tetapi ia masih takut dan ragu jika rasa serta takarannya tidak sesuai dengan sang putra.

"Kalau sufornya habis bilang, ya, Bude. Nanti biar aku beli pas berangkat kerja." Pada akhirnya, Calvin masih menggantungkan soal persusuan anaknya pada Bude Mirna. Mungkin suatu saat nanti ia bisa dengan sendirinya sembari terus belajar.

Mengangguk kikuk, Bude Mirna lantas mengiyakan ucapan majikannya itu. Ia kemudian bergegas ke dapur belakang yang biasa untuk dia memasak. Membuka lemari pendingin, perempuan itu ambil satu pouch berisi cairan berwarna putih. Lengkap dengan catatan tanggalnya.

"Pak, nanti siang saya mau ke pasar. Ada keperluan dapur yang kebetulan habis." Bude Mirna berkata dengan hati-hati tepat sebelum Calvin berangkat menuju kantor Pets point. Menanggapi ucapan asisten rumah tangganya, ada kernyitan samar yang terlihat di kening lelaki itu.

"Minggu kemarin bukannya udah ke pasar, Bude? Akhir-akhir ini sering ke pasar apa kemarin nggak sekalian beli bahan-bahan yang dibutuhkan?" Seperti biasa, Bude Mirna hanya menyengir saja sambil menggaruk tengkuk, kadang juga hidungnya.

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang