💕Melawan Rasa💕

726 112 40
                                    


Happy reading guys



💕💕💕


Mengandalkan gengsi dan memagari hati dengan tameng entah sekuat apa pun itu. Shena pikir hal tersebut mudah-mudah saja ia lakukan. Memberantas tunas-tunas kecil yang mulai tumbuh di hati lebih awal, mencegah agar dirinya tak larut dalam perhatian lelakinya, serta berusaha memusatkan fokusnya pada tujuan awal untuk mengakhiri pernikahan. 

Ia rasa melakukan itu  bukan malah membuat dirinya semakin membenci lelaki yang turut andil dalam menghasilkan janin di rahimnya, melainkan menjebak hati yang hari demi hari perlahan mulai merasai nyaman. Meski seringkali ia bungkus rapi dengan omelan kasar. 

Entahlah, jika pada akhirnya ia menyadari ada satu tunas yang gagal dipangkas di hati dan tumbuh karena  limpahan kasih yang Calvin berikan. Shena rasa ia hanya perlu memperkuat diri untuk bisa mengabaikan semua itu. Sampai bayi yang diharapkan keluarga Calvin hadir sebagaimana kunci dari akhir permainan pernikahan ini. 

Ya, hanya delapan bulan ke depan. Ia harus bertahan sebentar lagi. 

Menatap lama ke luar rumah yang menjurus pada pagar warna hitam berukir, tak ada sama sekali tanda-tanda kemunculan mobil Calvin. Hingga hari mulai merambah malam, sekedar notifikasi pesan saja tidak menyapa ponselnya sampai saat ini. 

"Bude,kan, udah bilang, Mbak. Kalau masih hamil muda jangan banyak aktivitas dulu. Banyak-banyak istirahat dan minum vitamin."

Shena mendengar penuturan Bude Mirna tak semangat. Biasanya Calvin pulang sebelum magrib, atau kalau masih ada pekerjaan dan tengah berkunjung ke pabrik. Pasti mengabari dirinya. Namun, seperti ditelan bumi. Seperti itulah kabar Calvin sekarang bagi Shena. Bahkan ia meminta Bude Mirna untuk menelpon beberapa kali tetap saja operator yang menjawabnya. 

"Calvin nggak angkat telponnya, Bude?" tanya Shena bernada santai walau dalam hati sudah gusar dan berpikir ke mana-mana. 

Bude Mirna menggeleng tipis sebagai jawaban. Ia tahu kemana sebenarnya sang majikan. Namun, karena sedang ikut serta menjalankan misi Calvin. Bude Mirna terpaksa tutup mulut dan melaporkan berbagai reaksi Shena pada Calvin tanpa sepengetahuan ibu hamil itu. 

"Bude buatin susu. Habis itu Mbak bisa istirahat." Beranjak dari sofa dan mematikan tv dengan gerakan malas, ia melambai tangan pada Bude Mirna. Memberi tahu dari gerakannya untuk tidak perlu membuat apa pun. 

Berhasil menaiki tiga anak tangga dengan memaksa untuk tetap baik-baik saja, ia terhenti setelah mendengar klakson di depan rumah. Urung melanjutkan langkah ke lantai dua, Shena berdehem kemudian melangkah santai untuk membuka pintu yang tadi sudah ditutup oleh Bude Mirna. 

Ini baru satu hari. Jika Calvin melihat sendiri bagaimana reaksi Shena, mungkin kepercayaan dirinya bertambah dua atau tiga tingkat sekaligus. 

Bude Mirna

Bosmil antusias buka pintu, Pak. Dikira Bapak yang pulang

Calvin

Foto wajahnya, Bude. Aku pengen lihat istriku

Bude Mirna

Duh, takut, Pak. Nanti kalau ketahuan gimana?

Calvin 

Ya jangan sampai ketahuan. Nanti jam 9 fotonya udah harus ada ya. 

Selagi Shena masih mematung di ambang pintu, dengan gerak cekatan Bude Mirna mengambil foto sang majikan. Yang membuat Calvin sedikit pusing malam ini bukan karena perjalanan dari Surabaya ke Malang. Namun, mengapa Shena memakai gaun pendek berbahan satin saat dirinya tak ada di rumah? 

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang