💕Membunuh rindu💕

683 106 33
                                    


Happy reading guys

💕💕💕

Jika sewaktu Calvin menghadiri seminar di Malang ia meminta Sisil dan Joanna untuk menemani Shena di rumah, kini berkat Ningsih dan Karina yang lebih dulu merengek pada dirinya. Mereka akhirnya dipersilahkan untuk menemani sang istri selama ia berkunjung ke Jakarta. 

Selagi Calvin tak ada di rumah, Shena mengirim tubian chat berisi meme yang tak berfaedah. Kadang hanya spam dengan huruf a sampai z untuk mengurai kekesalan dirinya jika mengingat pagi itu tak diizinkan ikut. Setelah itu ia mendial nomer Calvin lantas dimatikan kembali sebelum sang suami mengangkat panggilan. 

Terus ia lakukan begitu hingga kesal yang terpendam menguar menjadi hiburan. 

"Bapak telpon, Mbak." Pagi ini Shena sudah bersiap, ia belum tahu jika karyawan Calvin yang pernah dekat dengan dirinya sedang perjalanan ke Pakuwon. 

Meletakkan sepatu kets di depan pintu masuk, Shena mengangkat angkuh kedua alisnya sebelum meraih ponsel milik Bude Mirna. Ia memang sengaja mematikan ponsel, seperti saat Calvin yang waktu itu tidak bisa dihubungi. 

Berdehem sebentar, perempuan yang tampak tenggelam dalam hoodie oversize milik sang suami itu mulai menempelkan ponsel pada daun telinga.

"Ya? Siapa ini?"

Decakan kecil terdengar begitu Shena bertanya demikian.

"Kenapa ngirim spam chat? Pemerintah nggak ngelarang kalau kamu cuma mau bilang kangen." 

"Gimana, gimana? Tolong diperjelas, Pak! Siapa yang duluan menelepon berarti dia yang kangen." Di carport, Pak Jamal sudah selesai memanasi mobil. Shena melangkah keluar setelah sepatu kets tersebut terpasang sempurna di kedua kakinya. 

Kemudian ia mematut diri sebentar, lalu berputar memandangi tampilan dirinya dari jendela rumah.

"Missed call dari kamu udah lebih dari dua puluh delapan. Sejak aku berangkat kemarin, yang pertama kali menghubungi, kan, kamu. Jadi siapa yang lebih dulu?" Calvin tetap mencoba berbicara dengan intonasi tenang. Namun, bukan Shena jika menerima secara mudah kekalahannya dalam hal berdebat sepele dengan lelaki itu. 

Keduanya memang berusaha  menameng diri dengan gengsi. Padahal rindu yang membelenggu sudah tak mampu untuk diatasi. Karena kisah pertemuan mereka setelah menginjakan usia dewasa dilatarbelakangi oleh permusuhan, perseteruan, dan persaingan. Jadi mereka masih menunggu siapa yang akan kalah dengan perasaan masing-masing. Dan siapa yang akan lebih dulu mengakui. 

"Itu,kan, cuma missed call. Nggak sepenuhnya melakukan panggilan. Artinya bukan aku yang nelpon kamu. Sekarang?...." Shena mendengus songong  dari panggilan telepon. Membuat Calvin  harus memasang senyum paksa di hadapan rekan sang ayah yang akan membantunya bertemu dengan petinggi PT. Pokphand hari ini.

"Siapa yang lebih dulu menelpon dan panggilan itu diangkat. Berarti dia yang lagi kangen. Udah nggak usah nyangkal lagi, ya, Vin. Kamu kangen bekal dari aku kayak kemarin, kan?" Lelaki itu menjauhkan sebentar ponselnya dari telinga, lantas melempari makian tak bersuara diiringi  tonjokan yang hanya berakhir di ruang kosong depannya. 

Benar memang, meski perempuan itu tak ikut. Namun, pukulan yang dianggap sebagai bekal itu tak lepas menguntit dirinya dengan memberikan rasa nyeri punggung.

"Iya,iya. Aku yang nelpon kamu lebih dulu." Calvin tak biasa mengalah. Apalagi saat mereka  masih menjadi sepasang musuh abadi dulu.  Namun, demi calon penerus dan keturunannya nanti. Ia dengan lapang harus mengenyahkan keegoisannya. 

From Enemy to be PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang