Keempatbelas

387 79 8
                                        

Vote dulu sebelum membaca dan jangan lupa comment. Happy reading!

.

.

Yeonwoo membereskan alat-alat tulis yang berada di meja. Waktu berjalan begitu cepat. Ia sampai tak sadar bila bel pulang sekolah telah berkumandang tiga puluh menit yang lalu. Sudah menjadi kebiasaan baginya untuk mengerjakan tugas rumah setelah pembelajaran berakhir. Ini adalah dampak dari jadwal masa lalu yang tak bisa dihilangkan.

Namun Yeonwoo tak masalah dengan kebiasaan tersebut karena nanti ia bisa bersantai di rumah tanpa memikirkan tugas sekolah. Sekarang dia harus segera pulang, ada janji yang harus ditepati bersama seseorang. Yeonwoo pun bangkit dari kursi, lalu berjalan keluar dari ruang kelas yang telah sepi.

Sepanjang lorong sekolah, kedua matanya tak henti menoleh ke beberapa kelas yang masih terisi oleh sejumlah siswa. Mereka sama seperti Yeonwoo dulu, memiliki jadwal khusus yang mengharuskan mereka belajar secara ekstrim. Para kutu buku yang malang, terjebak dalam roda berputar seperti seekor hamster.

Mereka tak akan bisa menikmati kebebasan karena hidup mereka dikendalikan oleh seseorang. Yeonwoo tersenyum tipis kala mengingat masa lalunya yang tak jauh beda dengan sejumlah siswa itu. Namun dia bersyukur bisa terbebas dari belenggu yang mengekangnya. Ia tidak lagi jadi boneka yang patuh.

Semua itu berkat Taehoon yang membebaskan Yeonwoo dari penjara menyedihkan tersebut. Masuknya Taehoon dalam kehidupan pemuda nerd itu membawa pengaruh yang besar. Yeonwoo jadi bisa memiliki mimpi yang sesungguhnya, tak lagi harus belajar secara ekstrim, dan hidup seperti pelajar biasa.

Yeonwoo senang mengenal Taehoon. Seandainya dia tak bertemu dengan berandalan tukang tendang itu, mungkin hidupnya terasa monoton. Selalu dimanfaatkan dan dikendalikan bak boneka kayu. Maka dari itu Yeonwoo selalu merasa berutang budi pada Taehoon yang telah mengubah hidupnya menjadi lebih berwarna.

Tiba-tiba langkahnya terhenti saat berhasil menginjakkan kaki di halaman sekolah. Kedua manik Yeonwoo menatap lurus ke seorang pemuda yang berdiri dan bersandar pada gerbang. Pemuda itu nampak bermain dengan handphone, sementara mulutnya terus mengunyah permen karet. Lalu menoleh ke arah Yeonwoo yang senantiasa mengamati dengan tatapan memuja.

"Hei, kutu buku! Kenapa kau bengong di situ? Kakiku terasa mati rasa karena menunggumu!" Layangan protes keluar dari bibir Taehoon. Dia sudah lama menanti kepulangan Yeonwoo, bahkan sampai datang ke sekolah pemuda nerd itu dari sejam sebelum bel berkumandang. Namun batang hidung Yeonwoo tak kunjung nampak hingga setengah jam lebih.

Yeonwoo tersenyum tipis, lalu berlari dan menerjang tubuh Taehoon dengan sebuah rangkulan. Pemuda taekwondo itu menghela napas malas, kemudian menghempaskan lengan Yeonwoo yang bertengger manis di bahunya. Dia sudah lelah menunggu dan justru diterjang oleh badan sekeras batu. Kalau tubuh Taehoon sekecil Hobin, pasti ia akan terjungkal.

"Kau lambat sekali, simulasi mati di sekolah?" tanya Taehoon sembari melangkah. Yeonwoo terkekeh pelan, lalu menyusul langkah pemuda tersebut. Dia merasa tak enak karena membuat Taehoon menunggu. 

Yeonwoo harus menuntaskan kewajibannya sebagai pelajar. Kebetulan sejam sebelum bel berkumandang, guru yang mengajar izin untuk menghadiri rapat. Waktu yang kosong pun Yeonwoo manfaatkan dengan baik bila tidak, mungkin Taehoon akan menunggu di gerbang sekolah selama dua jam lebih.

"Maaf, aku tadi menyelesaikan tugas dulu supaya bisa puas bermain sama kamu!" jawab Yeonwoo setelah menyamakan langkah dengan pemuda itu. Tangan kanannya terangkat, mengusap lembut rambut coklat muda milik Taehoon. Itu sudah menjadi kebiasaan Yeonwoo ketika mereka sedang bersama.

Taehoon tidak keberatan sama sekali, meskipun ada getaran aneh yang mengguncang hatinya. Namun dia menghiraukan hal tersebut. Tak berminat untuk mencari tahu atau mengetahui arti dari perasaan itu. 

How To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang