Taehoon mengerjapkan kedua mata, memandang langit-langit yang terasa asing. Penglihatannya belum sepenuhnya pulih. Ia masih melihat bayang-bayang dari lampu yang menerangi kamar, pupilnya pun beradaptasi dengan pencahayaan.
Ini dimana? batin Taehoon bingung.
Namun kebingungannya terjawab kala melihat selang infus yang melekat di tangan kirinya. Taehoon menghela napas kecil, rupanya ini rumah sakit. Sejak kapan ia berada di sini?
"Taehoon.." Suara seseorang masuk ke indra pendengaran pemuda taekwondo itu. Lantas Taehoon menoleh ke kanan. Raut wajahnya langsung berubah, menatap sendu Yeonwoo yang terbaring lemah di ranjang sebelah. Seketika hati berdenyut lara. Ia tak tahu harus berkata apa, mulutnya memilih untuk membisu.
Yeonwoo tersenyum manis. "Hei, aku tak apa-apa. Jangan menatapku seperti itu."
"Berhenti tersenyum, kau menyedihkan!" Taehoon turun perlahan dari ranjang, berjalan tertatih-tatih ke arah Yeonwoo sembari menyeret tiang penyangga infus. Sesekali ia meringis, menahan sakit yang mendera kaki kiri dan pinggangnya.
Yeonwoo menghela napas pendek, memandang Taehoon yang mendekat dengan susah payah. Dia tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Taehoon. Ia juga tak bisa melarang karena tahu betapa keras kepalanya pemuda taekwondo itu.
"Ada apa?" tanya Yeonwoo saat Taehoon berdiri di samping ranjang, masih dengan tatapan yang sama. Hati pemuda taekwondo itu seperti dilanda hujan, melihat kondisi Yeonwoo yang jauh dari kata baik-baik saja.
Taehoon sadar, dia datang terlambat. Tak bisa mencegah malapetaka yang berujung dengan kekalahan mereka semua. Baek Sungjoon memang lawan yang tangguh. Kemampuannya yang telah diasah hanya mampu mengimbangi, mengalahkan pria itu hanyalah angan-angan belaka.
Kemampuan mereka jauh di bawah Baek Sungjoon yang pernah berada di kematian. Taehoon teringat dengan perkataan pria itu. Mereka adalah tanaman yang dirawat di rumah kaca dengan baik. Bukan ilalang yang hidup liar di alam bebas. Potensi dua belah pihak begitu berbeda, menghantam telak kenyataan yang ada.
Taehoon mengepalkan kedua tangan, kaset memori memutar adegan kala ia dihajar secara membabi buta. Dia marah pada diri sendiri, merasa gagal melindungi teman-temannya. Tiba-tiba bayangan sosok Dowoon masuk ke dalam kepala, kondisi Yeonwoo mengingatkan pada suatu peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam.
Lee Dowoon sekarat, terbaring lemah di aspal dengan kepala bersimbah darah. Taehoon yang baru datang pun terkejut. Panik menyelimuti benaknya. Tanpa berpikir panjang ia langsung menggendong Dowoon di punggung, berlari secepat mungkin menuju rumah sakit terdekat.
Taehoon berharap Lee Dowoon bertahan hingga mereka tiba di rumah sakit. Dia berusaha mati-matian mengubur pikiran negatif yang menyerang kepala. Ia yakin Dowoon selamat dan pulih secepatnya supaya bisa mengikuti ujian kenaikan sabuk.
Namun takdir berkata lain. Pendarahan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak mengakibatkan penggumpalan cairan di dalam. Nyawa Dowoon tak lagi tertolong. Taehoon mematung, hatinya serasa dihantam oleh batu besar.
"Hoon.. kenapa kamu menangis?"
Tanpa Taehoon sadari, liquid bening mengalir dari sudut matanya membentuk anak sungai. Hal itu membuat Yeonwoo terkejut dan panik. Ia berpikir jika Taehoon merasa kesakitan karena kondisinya belum sepenuhnya pulih. Yeonwoo bahkan berniat beranjak dari ranjang.
Namun denyut lara di punggung membuatnya sontak mengerang. "Argh, aduh-aduh.."
"Yunu, Yunu kenapa?" tanya Taehoon panik. Ia menggenggam tangan kiri Yeonwoo secara spontan. Yeonwoo sedikit tersentak kala merasakan kehangatan dari genggaman tangan Taehoon.

KAMU SEDANG MEMBACA
How To You
FanfictionKetika Yeonwoo mengejar salah satu cahaya hidupnya. Sung Taehoon, orang yang berani membebaskan dia dari penjara ayahnya. Namun sayangnya Taehoon adalah orang yang gila kebebasan dan hidup semaunya tanpa terikat oleh siapapun, berhubungan dengan ses...