Kelimabelas

334 72 42
                                    

Yoo Hobin Company sudah menjadi rumah kedua bagi Taehoon. Terkadang pemuda taekwondo itu mampir untuk sekedar menumpang makan, latihan, ataupun bermain game. Ia sama sekali tak pernah mengikuti rapat yang dilakukan anggota perusahaan. Dia hanya ambil bagian bag-bug-bag-bugh-nya saja, sebab memukuli dan menendang orang lebih gampang dilakukan daripada berdiskusi dengan Hobin yang selalu mementingkan subscriber dan donasi.

Seperti saat ini, dia datang ke kantor untuk menumpang makan karena Seong Hansoo sedang tak ada di rumah. Taehoon bisa saja menggoreng telur, tapi hari ini sedang malas memasak. Jadi ia meminta tolong pada Jjiksae untuk membuatkannya makan malam. Awalnya pemuda bersurai kuning itu protes, menyumpah serapahi Taehoon yang memasang topeng datar.

Namun pada akhirnya dia tetap membuatkan makan malam karena ditatap tajam oleh Taehoon. Saat di ruang makan, pemuda taekwondo itu mendapati Hobin yang terduduk lesu di salah satu kursi. Taehoon bisa melihat kantung mata Yoo Hobin yang menghitam.

Tak berselang lama Jjiksae masuk ke ruang makan, menghidangkan berbagai makanan yang sempat dipesannya sebelum Taehoon datang. Ia hanya perlu menggoreng telur mata sapi, makanan kesukaan dari pemuda taekwondo itu. Lalu dia mendekat ke arah Yoo Hobin yang nampak kehilangan separuh jiwanya.

"E.." Hobin bergumam tak jelas. Kedua matanya menatap kosong langit-langit ruangan tersebut. Jjiksae menghela napas pelan, sepertinya harus membantu Yoo Hobin untuk menghabiskan makan malam hari ini. Jika pemuda itu sakit, sumber cuannya bisa hilang.

"Apaan, sih? Dari semua Yoo Hobin yang pernah ku lihat selama ini, ini yang paling bodoh," gerutu Jjiksae seraya menyuapi Hobin yang kembali bergumam tak jelas.

Taehoon yang duduk di sebrang dan menyantap makan malamnya pun jadi terusik. Dia juga sebal dengan tingkah Hobin yang seperti mayat hidup. "Heh, bocah itu kenapa?" tanya Taehoon sembari menatap Hobin yang senantiasa memandang layar handphone-nya.

"Katanya gara-gara gebetannya," jawab Jjiksae.

"Gebetan?" beo Taehoon sembari mengunyah makanan.

"Itu lho, yang namanya Choi Bomi. Yoo Hobin chat dia untuk minta maaf, tapi belum dibalas. Hahah.." jelas Jjiksae seraya menertawakan nasib temannya. Dia merasa puas melihat Hobin yang galau karena kisah cintanya kandas sebelum dimulai.

Taehoon memiringkan kepala, merasa sedikit familiar dengan nama gadis yang disebutkan oleh Jjiksae. Lalu ia teringat ke seorang perempuan yang duduk bersama Yeonwoo dan Hobin ketika mereka liburan di pantai. ".. Oh, dia."

Ternyata gadis itu yang bernama Choi Bomi. Taehoon heran, kenapa Yoo Hobin sampai seperti jadi mayat hidup hanya karena perempuan itu? Apa Hobin sedang menunggu balasan dari Bomi? Ck, tindakan bodoh! 

"Sekarang dia lagi galau karena kisahnya berakhir sebelum dimulai," ungkap Jjiksae sembari menatap miris Hobin. Dia juga tidak bisa bantu. Sebab ia marah dengan Yoo Hobin, bisa-bisanya pemuda kecil itu membuat Gaeul menangis. 

Setelah mengungkapkan kalimat tersebut. Jjiksae dikejutkan dengan reaksi Taehoon yang tiba-tiba beranjak dari kursinya. "Hm? Kenapa, Sung Taehoon? Kau sudah selesai makan?"

Taehoon tidak membalas pertanyaan tersebut. Melainkan mendekat ke arah Yoo Hobin, lalu mengambil benda persegi panjang itu dan mengangkatnya ke atas. Kedua mata Hobin spontan mengikuti gerak tangan Taehoon. 

"Jangan menunggu," ujar Taehoon yang kini berada di belakang Yoo Hobin. Merasa miris dengan nasib Hobin. Dia memang belum pernah mengalami kisah cinta, tapi melihat salah satu temannya jadi mayat hidup karena seorang gadis. Ia jadi tak ingin merasakannya.

"Ngapain buang-buang waktu untuk menunggu."

"Ahaha kau ini kan banyak cewek yang chat. Hidupmu beda dengan kami, tahu? Haha," timpal Jjiksae sambil tertawa. Taehoon merotasi bola mata malas, dia tidak menikmati hidup seperti itu. Ia justru merasa terusik dengan berbagai chat tak jelas dari kaum hawa. 

How To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang