Menemani Illona

1K 136 28
                                    

Tak disangka bahwa teman-temannya akan datang menyusul Illona dan Vano yang berada di Singapura. Memang mudah untuk mereka menyusul tapi Vano masih tak manyangka saja. Apalagi Ryn, Leera dan Yessy ikut datang. Ketiga gadis itu tampak sangat antusias melihat Illona.

Kini posisi Vano sedang diusir oleh tiga kawanan itu.

Sakha, Galan, Evan... Bahkan Harvey juga datang. Tak bisa dibohongi. Vano melihat Harvey menatap Illona dengan tatapan yang sama seperti dulu.

"Ehem.." Vano mencoba membuat Harvey tersadar bahwa kini gadis yang ia tatap milik Vano.

"Oh ya, bundanya Illona kemana Van?" Tanya Sakha sembari mencairkan suasana.

"Lagi ngurus beberapa bisnisnya disini. Sebagai single parent, dia harus bekerja lebih keras"

Mereka mengangguk kecil. Sedari tadi mereka juga melihat keempat gadis itu yang sibuk dengan dunia mereka. Leera dan Yessy dengan sangat sabar mengecat kuku milik Illona. Sementara Ryn sibuk merapikan rambut panjang dan berwarna coklat carmel itu.

"Habis ini lo masih home schooling atau pindah ke sekolahan kaya kita Na?" Tanya Yessy pada Illona.

"Dia pindah ketempat kita" jawab Vano begitu saja membuat Illona terkejut.

"Kata siapa Vanooo?" Protes Illona.

"Mami papi yang ngurus sayangggg" Vano sengaja menekankan kata-kata akhir agar Harvey sadar bahwa gadis yang ia kagumi itu sudah miliknya. Perlu dicatat dengan huruf besar.

"Bagus dong, nanti kita yang nemenin" sela Leera senang mendengarnya.

"Iya, nanti biar kita yang jagain" tambah Yessy.

"Mohon maaf nih, tapi saya pacarnya juga disana. Jadi Illona yang jagain tetep gue.."

Vano memang posesif, Evan bahkan tak menyangka bahwa lelaki sedingin kutub utara ini akan melakukan hal seperti ini pada gadisnya.

Ryn saja sampai menutup mulutnya tak percaya.

Tok tok!

Ketukan pintu lagi, kini Galan yang membukanya karena paling dekat dengan pintu.

"Selamat sore"

"Selamat sore nona Illona.. apakah hari ini siap dibuka?"

Ketiga gadis itu sedikit mundur memberikan ruang untuk dokter memeriksa Illona. Tak lama juga, seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat cantik itu masuk. Leera, Ryn dan Yessy melihatnya dengan kagum.

"Nyonya Doumi.. Nona Doumi.. kami akan membuka perbannya" ucap Dokter.

"Baik dok"

Vano berdiri disisi Illona persis dan Irena berada disamping dokter. Teman-teman lainnya kini berada didepan Illona persis, mereka gugup. Apalagi Harvey....

Pelan pelan balutan itu terbuka.

Jantung Vano berdebar makin keras.

Kini balutan kedua akan dibuka sebelum perban yang posisinya didepan mata persis. Dokter melakukannya dengan sangat pelan.

"Nanti buka matanya pelan ya"

Illona mengangguk kecil. Balutan kedua sudah dibuka, tinggal perban yang ada dimatanya saja.

Perlahan perban itu diambil dan..

"Buka pelan.." perintah dokter membuat Illona sedikit membuka matanya.

Cahaya terang. Menusuk matanya.

Pelan Illona kembali membukanya lalu mengedipkannya. Membuka lagi dan menutupnya lalu ia buka lagi untuk menyamankan cahaya dengan matanya.

"Bun.. bunda-"

Irena terharu melihatnya, Illona melihatnya sekarang. Matanya juga sangat cantik dan cocok pada Illona. Perlahan ia menyusuri sekitarnya. Ia sedikit asing dengan wajah wajah itu walaupun mereka sudah dekat.

Illona hanya mencari satu orang. Ia mencoba melihat kesamping dekat dengan jendela.

"Vano" senyuman Illona merekah melihat lelaki yang ia cintai ada disisinya.

Irena juga senang melihatnya, senyum manis putrinya kembali saat ia bersama dengan Vano. Sementara lainnya juga ikut bahagia, Harvey justru merasakan sesak di dadanya. Harusnya itu dia, bukan Vano.

"Apakah nyaman?" Tanya dokter pada Illona.

Illona mengangguk namun pandangannya dengan Vano tak lepas. Gadis itu terkejut, ternyata Vano sangat tampan. Akhirnya, ia bisa melihat lelaki yang ia cintai.

"Selamat sayang.."

Illona lalu kembali menatap Irena dengan senyuman hangatnya.

"Baiklah, kami permisi ya. Illona, jangan smelihat cahaya yang sangat terang dulu ya, kamu harus adaptasi..."

Illona menganggukinya. "Terima kasih dok"

"Baiklah, kami permisi"

Setelah kepergian dokter dan perawat itu, Illona kembali melihat kearah bundanya yang matanya berkaca-kaca.

"Bundaa" Irena memeluk erat Illona. Air matanya mengalir, ia tak menyangka bahwa putrinya bisa melihatnya kembali.

Sementara Vano bahagia melihat gadis yang ia cintai bahagia, akhirnya penantiannya dan kesabarannya membawakan hasil yang bagus.

"Bunda, dia pacar Illona?"

"Iya, dia pacar kamu"

Sebenarnya Illona tak menyangka bahwa Vano akan setampan ini.

"Hai.." sapa Galan saat Illona melihat kearah mereka. Tiga gadis itu juga melambai dengan penuh semangat pada Illona.

"Yess..yessy.." benar, Illona menebaknya. Sementara yang dipanggil juga senang karena Illona benar-benar mengingatnya dengan baik.

"Leera.."

"Ryn.."

Ketiga gadis itu ikut bahagia, ternyata Illona sehebat itu dalam mengingat dengan garis wajah yang ia sentuh dulu saat berkenalan.

"Gue Sakha.. lo ga tau karna lo ga pegang wajah gue"

"Hehehe maaf"

"Gue Evan. Selamat ya Illona. Sekarang lo bisa lihat kita semua yang ganteng disini"

Illona tertawa geli mendengarnya. Teman Vano aneh sekali.

"Gue Galan.. yang paling kalem"

"Hai.."

Lalu mata Illona beralih pada lelaki yang memiliki mata sipit dan wajahnya hampir mirip dengan Yessy.

"Harvey.."

"Hai, Lona.."

"Mereka datang buat liat Illona...?" Sela Irena agar suasana tak canggung karena Harvey dan Vano.

"Iya tante. Kita dateng buat nyusul Lona.." jawab Ryn dengan sangat senang. Pantas saja Illona cantik, bundanya juga sangat cantik sih.

Vano mencoba menghalangi sinar yang masuk dari jendela kamar inap Illona saat melihat pacarnya tak nyaman karena cahaya yang terlalu terang.

"Vano, Illona bisa liat Vano.."

Lelaki itu mengangguk dan tersenyum sangat hangat. Akhirnya ia bisa melihat mata indah itu membalas tatapannya. Sungguh, Illona sangat cantik. Vano yakin, Harvey sedang dalam penyesalan yang amat besar sekarang.

TBC

Akhirnya yang ditunggu (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)
Vano mulai posesip, yaiyalah pacarnya cakeup level premium, duh gimana tuh..

promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang