Page 2

8K 770 30
                                    

Haechan tidak bisa tidur sama sekali, otaknya terus memikirkan bagaimana reaksi Pak Jeno saat melihat lockscreen ponselnya. 
"Pak Jeno mikir yang aneh aneh ga ya?" Haechan bergumam dalam posisi telentang menatap kosong langit-langit kamarnya yang ditutup dengan plafon putih.

"Ya pasti mikir aneh-aneh lah goblok." Haechan kembali mengumpati dirinya sendiri, ia menutup wajahnya dengan guling. Menyesali dirinya yang mengganti wallpaper fotonya saat dia merasa horny kemarin, jujur, Haechan tidak pernah menduga kalau yang melihat adalah dosennya sendiri. Haechan adalah orang yang jarang meminjamkan barang pribadinya pada orang lain. 

"Anjir anjir lo malu-maluin banget." Haechan berguling-guling diatas kasur kapuk yang ditaruh di lantai dengan alas matras gambar winnie the pooh. 

Rasa-rasanya Haechan ingin menghilang dari bumi saja, mana dia masih akan bertemu dengan Jeno untuk bimbingan skripsi dan di mata kuliah periklanan. MALU. 

"Semoga Pak Jeno kepleset terus lupa ingatan." setelah itu Haechan berusaha memejamkan matanya, Haechan baru sadar ini sudah jam empat subuh. Hari ini Haechan ada beberapa agenda termasuk  mengerjakan skripsi dan pergi ke beberapa perusahaan untuk melamar magang. Haechan sudah menyiapkan semua kebutuhannya untuk pergi ke perusahaan meskipun sambil memikirkan kebodohannya dengan lockscreen. 

Haechan akhirnya memaksa untuk memejamkan matanya dan menghitung domba daripada  dia malah loyo saat pergi untuk mengunjungi perusahaan. Hanya ada dua perusahaan yang dia tuju sebenarnya sebagai calon tempat magangnya, tapi untuk pilihan kedua akan dia gunakan sebagai cadangan karena perusahaan itu terlalu tinggi baginya. 



Ketika Haechan membuka mata jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi dan dirinya belum melakukan apa-apa, makanya dia langsung berlari keluar dari kamar menuju ke kamar mandi. Haechan menggunakan celana kerja hitam dan kemeja putih dilapisi jaket denim. Haechan memastikan kalau rambutnya sudah rapi, baru kemudian Haechan pergi dengan tas hitam hadiah dari Ten tahun lalu untuknya. Dan akan menjadi tas punggung favorit Haechan. 

Perusahaan pertama yang dia datangi adalah perusahaan cabang merk kosmetik, Haechan melamar dibagian marketing. Cuaca sangat panas hari ini, membuat Haechan jadi malas keluar dari gedung perusahaan setelah interview. Melihat bagaimana reaksi penolakan halus dari si HRD membuat Haechan tertawa miris. Sudah tidak mungkin disini. Pilihannya hanya ada satu, di perusahaan utama pengelola tiga hotel, Chicago Land. 

Haechan menghela nafasnya, "Makan dulu lah, laper gue." Haechan mengusap perutnya sembari berjalan ke parkiran. Uangnya tinggal lima puluh ribu di dompet, 25 untuk beli bensin dan sisanya beli makan.

"Beli apaan ya? Bakso aja dah, kenyang kuah." setelah memakai helmnya Haechan mengendarai motornya menuju ke warung bakso yang ada di dekat sana, setidaknya Haechan tahu dimana bakso yang enak disini. 

Karena jam makan siang jadinya tempat ini lumayan ramai dan penuh, hanya ada satu meja kosong dengan dua kursi di bawah kipas. Setelah Haechan memesan dia langsung mengambil duduk disana, sebelum diserempet orang. 

Rencana Haechan begitu duduk adalah mengabari Ten dimana dia akan mendaftar magang dan meminta doa agar dia dimudahkan. 
"Kursinya kosong?" 
"Iya." 

Deg. Haechan rasa suara itu sangat familiar di-
"Pergi sendiri aja?" kepala Haechan terangkat ketika pertanyaan itu keluar dari bibir seorang Jeno. Iya, Jeno. 

"Bapak ngapain disini?" tanya Haechan. 
"Menurut kamu saya pergi ke warung bakso buat apa?" 
"Buat beli bakso." 
"Nah itu tau." Jeno menyamankan duduknya, mengambil ponsel dari saku celananya. 

Perlahan wajah Haechan memerah kembali mengingat kejadian kemarin, sungguh. HAECHAN MASIH INGIN MENGHILANG DARI MUKA BUMI. 

"Anjing anjing." Haechan mengumpat di dalam hati, bisa-bisanya dia bertemu dengan Jeno disini. 

PE;ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang