Page 10

5.8K 582 9
                                    

Pagi ini Haechan bersiap dengan perasaan yang campur aduk, dengan statusnya yang sekarang ia bahkan belum memberitahu Ten perihal ini. 
"Sarapannya ada di meja, Mae tidur dulu ya." Ten menguap sembari berjalan menuju ke kamar, 
"Iya Mae, abis ini aku berangkat ya." ucap Haechan.
"Ati-ati! pintunya dikunci ya, duit bensin ada di meja makan sama buat kamu beli jajan." terdengar suara pintu tertutup setelah Ten berucap demikian. 

Haechan menghela nafas lalu berjalan ke meja makan untuk menghabiskan sarapannya sebelum bersiap untuk berangkat ke tempat magang. Agak malas karena kemungkinan bertemu dengan Johnny lebih besar, ketika ia sedang memakai sepatunya sebuah pesan masuk membuat Haechan menoleh menatap ponselnya,

Pak Jeno
Haechan, mau saya anter?

Eh nggak perlu Mas, saya biasa naik motor

Pak Jeno
Bener?

Iya Mas, Mas langsung ke kampus aja kayak biasanya


Jangan sampai ada yang tahu perihal ini kalau Haechan masih ingin hidup dengan normal tanpa gangguan dan masih menjadi orang yang dikenal baik oleh orang-orang. Oke Haechan harus menjadi Haechan biasanya, 

"Semangat diri gue." ucap Haechan sebelum menaiki motornya untuk ke rumah Hyunjin, keharusan Haechan di pagi hari adalah menukar motornya di rumah Hyunjin. Kali ini Hyunjin mengajak untuk bertemu di tempat yang lebih dekat dengan rumah mereka masing-masing karena Hyunjin juga ingin berangkat ke tempat magang juga. 

"Oi." Hyunjin memanggil Haechan sebelum mereka berpisah di depan toko kelontong yang masih tutup, 
"Paan?" tanya Haechan sambil menyalakan mesin motornya.
"Lo kalo ada masalah bisa cerita ke gue, jangan kebiasaan di pendem sendiri." ucap Hyunjin.
"Yoi, ntar deh gue cerita." Hyunjin memberikan jempol tangan kanannya pada Haechan,
"Muka lo keliatan banget kalo lagi kena masalah." Hyunjin menyelipkan tawa disela kekhawatirannya pada Haechan, 
"Lo tuh, yang bener dulu, masa pacar ada dua." 
"Loh kalo bisa dua kenapa harus satu?" 
"Edan." setelah itu Haechan menarik gas motornya meninggalkan Hyunjin. Baru kali ini Haechan menaiki motor ini, ah tidak deh, dia pernah meminjam milik salah satu kakak tingkat dulu yang rumornya menyukai Haechan. Tapi sayang, Haechan bahkan tidak tertarik dengan siapapun. 

Sesampainya di kantor dia bisa melihat ada beberapa bingkisan dengan sticky notes disana, Haechan kira itu dari Ayahnya tetapi dugaannya salah. Itu dari Jeno. 

"Kamu punya pacar toh dek?" tanya Mas Abin yang tengah menyisir rambutnya kebelakang sambil menatap pantulan dirinya di cermin. 
"Hah? pacar?"
"Iya itu tadi pagi yang kirimin ada cowok ganteng kesini, tapi jelas masih ganteng saya kan?" 
"Hah? oh iya masih ganteng Mas Abin lah." balas Haechan, ia menatap bingkisan di atas meja, isinya parcel buah dan beberapa snack. 

'Nanti malam saya jemput, kita keluar berdua'

Haechan membaca pesan di secarik kertas itu dengan seksama, maksudnya Jeno mengajaknya keluar untuk apa? 
Apa jangan-jangan untuk menyusun rencana pembatalan pertunangan ini? 

Kalau begitu Haechan harus datang. 

"Tuh kan dari pacar kamu kan? senyamn-senyum sendiri gitu abis baca suratnya." suara Mas Abin membuat Haechan kembali ke dunianya, tanpa sadar tadi Haechan memang tersenyum memikirkan jika Jeno ingin bertemu dengannya untuk membahas tentang rencana pembatalan pertunangan. Tapi entah kenapa rasanya ia sedikit sedih jika hal itu benar terjadi.

"Lo mikir apa chan?!" batinnya dalam hati. Kenapa dia harus sedih jika pertunangan mereka batal? bukankah itu malah lebih baik?


PE;ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang