Page 13

5K 565 13
                                    

Pagi hari ini Haechan memang benar dijemput oleh Jeno, tapi tidak di depan gedung apartemennya. Terlalu beresiko jika ketahuan oleh Ten, maka dari itu Haechan meminta dijemput di depan halte yang letaknya agak jauh dari apartemennya. Haechan menunggu sambil menikmati roti selai yang dibuatkan Ten untuknya sebagai menu sarapan pagi ini. 

Tin!

Haechan yang tadinya fokus ke ponsel kini mengangkat kepala dan melihat mobil Jeno yang sudah  berhenti di depan halte, Haechan mengambil tas-nya dan buru-buru masuk ke dalam mobil. 

"Pagi Dek." sapa Jeno.
"Pagi Mas." balasnya, 
"Mau sarapan dulu nggak?" tawar Jeno sembari melajukan mobilnya setelah melihat Haechan sudah duduk dan memakai sabuk pengamannya. 

"Tapi aku udah makan roti."
"Orang Indonesia nggak makan kalo nggak makan nasi. Mau makan soto ayam nggak?" baiklah Haechan tidak bisa menolak juga, sepertinya dia akan izin pada Mas Abin kalau dia akan telat sedikit hari ini. 

"Yaudah deh boleh." 
"Kemarin kamu kemana aja sama Mama?" tanya Jeno,
"Cuma jalan-jalan aja naik motor sama jajan." jawab Haechan,
"Bener nggak ada apa-apa? perasaan saya kemarin nggak enak." tanya Jeno,

"I...ya." Haechan agak ragu menjawabnya, hatinya merasa terdorong untuk bercerita sebenarnya tetapi disisi lain dia juga ragu. Jeno yang melihat gelagat aneh dari Haechan lantas meraih tangan kanan si manis lalu mengusapnya,
"Cerita aja, yang denger cuma saya disini." 
"Mas...kalo yang diomongin sama Ryujin beneran, Mas..malu nggak masih tunangan sama aku?" Haechan menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap Jeno, baginya keadaannya yang seperti ini sangat memalukan untuk diakui. 

Jeno menepikan mobilnya begitu mendengar ucapan Haechan, kemudian ia memiringkan tubuhnya untuk menatap Haechan yang masih menundukkan kepala sembari memainkan jemari.

"Haechan, liat saya." meskipun Jeno sudah meminta demikian tetapi Haechan susah sekali menggerakkan kepalanya, melihat itu Jeno mengulurkan kedua tangannya untuk menangkup pipi Haechan dan membuat pemuda itu menatapnya.

"Sayang, saya nggak malu. Sekalipun saya belum tahu apa-apa soal kamu, saya nggak malu." kedua netra keduanya beradu, saling menatap satu sama lain sampai tanpa sadar Jeno mendekatkan wajahnya hingga wajah keduanya tak berjarak, merasakan hembusan nafas hangat satu sama lain. 

Entah atas dorongan apa, Jeno menempelkan bibirnya ke bibir lembut milik Haechan. Hanya sebatas kecupan, namun berhasil membuat jantung keduanya saling berpacu karena ledakan perasaan yang membuncah. 

"Saya suka kamu." 

Deg.

"Saya suka sama kamu, Haechan." Jeno kembali mengulang ucapannya namun belum ada jawaban dari Haechan, 
"Haechan. Saya suka kamu." 

"I-iya!" karena terlalu gugup Haechan malah mendorong tubuh Jeno menjauh, mungkin karena energi Haechan yang terlampau besar untuk Jeno yang sedang kalem tapi hal itu membuat kepala Jeno terantuk jendela mobil, bahkan suaranya jelas sekali.

"Eh Mas maaf." Haechan kembali mendekatkan tubuhnya pada Jeno untuk mengusap kepala Jeno, dia panik karena sudah melukai tunangannya. 
"Nggak papa kok." ya meskipun Jeno bilang seperti itu tapi ia meringis karena benturan tadi cukup keras,
"Aku kaget Mas tiba-tiba bilang gitu." ucap Haechan.
"Nggak papa, maaf ya saya bikin kamu kaget." Jeno tersenyum, lantas dia kembali meraih tangan Haechan, bedanya kali ini dia menjalankan mobilnya agar mereka cepat sampai ke warung soto.

"Cerita aja, saya bakal dengerin. Saya mau tau lebih banyak soal kamu." ibu jari Jeno mengusap punggung tangan Haechan, hal itu membuat Haechan merasa nyaman dan lebih rileks, mungkin bukan hal yang buruk bercerita pada Jeno. Anggap saja dia bercerita pada Hyunjin atau Yeji,

PE;ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang