29.Terungkap(2)

378 12 0
                                    

Happy Reading...

29.Terungkap(2)

Joan mengernyitkan dahi, ia menunggu Vanca melontarkan kata-katanya.

"Apalagi? Masalah itu kan udah selesai."

Vanca menggeleng."Belum Jo, ada yang perlu diluruskan dalam masalah ini."


"Apa? "

"Tentang pelaku yang sebenarnya?"

Joan menghela napasnya, dan memilih, mendegarkan apa yang akan Vanca katakan.

Sedangkan Vanca, ia menghela napas dalam-dalam sebelum mengatakan semuanya..

"Sebelumnya, aku mau bilang kalau Fanny tidak sama sekali bersalah dalam hal ini. Dia cuman Korban"

Joan teridam, ia masih menunggu setiap kata demi kata yang akan Vanca lontarakan.

"Jadi, waktu itu aku benar-benar kalut. Waktu kamu bilang, kalau Fanny itu pacar kamu. Hati aku sakit, sakit banget dengernya. Sampai akhirnya aku menemukan secercah harapan, dengan cara aku adu domba kamu dan Fanny"

"Aku meminta bantuan, Rosa buat suruh Fanny ambil berkas itu dari ruangan kamu. Dan pada saat itu, Fanny tidak tahu menahu tentang apa isi dokumen itu. Sampai akhirnya, aku tahu kamu dan Fanny pura-pura pacaran, aku seneng waktu itu. Tapi,aku nggak puas. Usai tau dari Arsen, kalau kamu udah jatuh cinta sama Fanny sejak lama. Bahkan, ketika kalian masih SMA."

"Ketika tau itu, aku nggak tinggal diam. Aku melakukan segala cara buat misahin kalian berdua, aku minta batuan Arsen, dan Vano buat bantu aku. Karena, aku tau Mereka juga mencintai Fanny. Dan, pada akhirnya rencana aku berhasil. Aku berhasil, hancurin hubungan kalian."

"Dan... Satu lagi, aku juga yang udah suruh orang buat lukain Gladys. Aku minta maaf,Jo"

Joan menggeram, dan mengepalkan tangannya sesaat mendegar penjelasan dari Vanca. Apalagi mendengar kalimat terakhir Vanca, yang menyatakan bahwa Ia yang telah melukai adiknya.

Brak

Joan memukul meja dengan keras, membuat semua atensi pengunjung Cafe teralih pada mereka. Joan menatap Vanca dengan tajam, dan mengintimidasi. Sedangkan Vanca, menunduk takut karena Tau Jika Joan sangat marah sekarang. Ia tau jika pria itu marah, pria itu akan berlaku sesukanya. Seperti kejadian pada Arsen contohnya.

"Gue nggak  nyangka, lo yang selama ini selalu ada saat-saat gue terpuruk itu. Ternyata lo dalangnya, mau lo apa? Bukannya gue udah bilang dari dulu, kalau gue akan lepasin lo. Gue nggak akan pernah kembali lagi sama lo, terus lo kenapa setega itu? Bahkan sampai nyakiti adek gue, dia nggak tau apa-apa soal ini" ujar Joan marah.

Vanca semakin menunduk."Maaf... " ucapnya pelan.

"Maaf nggak akan balikin keadaan "

Joan mengacak rambutnya frustrasi, ia bodoh benar-benar bodoh. Mengapa ia menyalahkan Fanny begitu saja, tanpa menunggu penjelasan dari gadis itu secara langsung.

Joan kembali menatap Vanca,"Lantas, apa yang menyebabkan lo jujur sama gue?"

Vanca mengangkat wajahnya."Karena, Fanny--d-dia adik aku Jo"

Joan terdiam, ia mengingat dengan jelas ketika gadis itu menangis karena merindukan kakaknya.

"Lo tau nggak, Fanny selalu cerita sama gue. Kalau dia punya kakak perempuan, terus kakaknya itu sangat perhatian sama dia. Dia juga cerita kalau ibunya pernah bilang, kalau lo itu itu orang berhati malaikat. Tapi, apa kenyataannya? Wajah lo memang malaikat, tapi tidak dengan hati lo" Joan menekan kata-katanya.

Vanca semakin menunduk, menyadari semua perbuatannya.

"Ini terakhir kalinya kita ketemu, karena setelah ini, gue nggak akan pernah mau ketemu lagi sama lo, Jovanca."

••••••

Fanny tersenyum senang, keadaan kembali seperti semula. Ibunya sudah tidak marah lagi, ditambah sekarang sudah hadir sosok Ayah, yang selama ini Fanny inginkan kehadirannya. Meskipun, masih ada yang kurang soal dirinya yang belum memaafkan kakanya. Tapi, itu tak masalah, yang terpenting sekarang Ayah dan Ibunya sudah lebih baik.

"Nak, kamu nggak mau memaafkan kakak kamu? "

Fanny diam tak menjawab pertanyaan Ayahnya.

"Tidak apa-apa, Ayah mengerti kamu memerlukan waktu untuk memaafkan semuanya. Tapi, ingat hubungan kalian harus akur agar kita bisa memperbaiki keluarga kita yang sempat hancur ini." jawab Alex.

Fanny hanya tersenyum menanggapinya. Tak lama setelahnya,pintu terbuka mereka menoleh, dan mendapati Joan tengah berdiri di ambang pintu.

Joan masuk, ia menggenggam tangan Fanny untuk keluar dari ruangan itu. Fanny mengerutkan kening, namun ia tetap mengikuti arah kaki Joan. Joan membawa Fanny ke sebuah tempat, yang sepi dari keramaian.

Hampir tiga puluh menit, namun tidak ada yang memulai pembicaraan. Hingga akhirnya Fanny menyerah, dan memilih untuk memulai.

"Ada apa sih Jo? " tanya Fanny dingin.

Joan menoleh, dan menatap Fanny sendu. Fanny jelas sadar, tatapan Joan tak seperti biasanya.

"Maaf.. "

Fanny terdiam sejenak."Untuk? "

"Untuk segalanya, aku udah banyak bikin kamu kecewa. Termasuk, waktu aku nggak percaya sama kamu. Aku minta maaf, aku udah nuduh kamu waktu itu."

Fanny diam, ia menatap Joan dengan lekat."Baru sekarang? " ketusnya.

Joan menghela napasnya,"Aku minta maaf, aku tau kesalahan aku sama terlalu besar. Aku udah tau semuanya, bukan kamu pelakunya. Tapi Vanca, dia yang udah merencanakan semua ini. Intinya aku minta maaf, untuk semuanya."

"Kamu tau nggak? Hati aku sakit, waktu kamu lebih percaya sama orang lain dibanding aku. Hati aku sakit, waktu kamu bilang aku wanita murahan. Kamu nggak tau kan, betapa sakitnya hati aku! Aku kecewa sama kamu! "

Joan menunduk, ia memegang tangan Fanny. "Aku tau, aku hanya minta dimaafkan, bukan meminta kamu untuk kembali."

Setelah mengatakan itu, Joan melenggang pergi dari sana.

•••••


Di sini, di tempat yang semua orang enggan untuk masuk ke dalamnya, namun Joan tak peduli. Prinsipnya adalah, berani berbuat maka ia harus berani bertanggung jawab. Ditemani, Al Joan masuk ke dalam Kantor Polisi.

"Jo, lo yakin? Kita tanya dulu ke Bapaknya Arsen. Gue yakin, dia pasti nggak marah dan nggak bakal nuntut lo." bujuk Al.

Joan menggeleng. "Gue harus tanggung jawab Al, apa yang gue lakuin itu salah, maka gue harus tanggung jawab"

Al  Menghela napasnya, ingin sekali iya mencegah. Namun, apa daya Joan benar-benar gigih untuk bertanggung jawab.

Joan duduk di depan seorang polisi.

"Ada yang perlu saya bantu?" tanya Pak Polisi.

"Saya, ingin melapor tentang kejadian pembunuhan." ujar Joan.

"Baik, bisa dijelaskan bagaimana kronologisnya?"

"Saya, saya yang melakukannya. Saat itu, saya nggak bisa tahan emosi saya. Sehingga saya, memukulnya dan berakhir dia merenggang nyawa"

Polisi itu mengangguk."Baik, bapak akan kami tahan sementara. Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut."

Joan dibawa oleh polisi, ke dalam sel. Al mengikuti dari belakang,

"Jo, lo serius nggak sih? " tanya Al sembari menatap sendu sendu sahabatnya itu.

"Al gue minta tolong"

"Apa? "

"Jagain Gladys ya, gue nggak mau sampai dia sedih gara-gara ini. Tolong, lo bilang sama dia kalau gue pergi keluar negeri buat beberapa saat. Jangan sampai dia tahu, kalau gue dipenjara. Dan satu lagi... Tolong jaga Fanny buat gue"

•••••

Tbc

My Boss My Crush ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang