°4

1.4K 118 7
                                        

"Hikss Ja, kamu beneran mau pergi?"

Kul ihat Jija mengangguk lemah, "Iya Lin, aku juga gak tau kalo ortu ku ada kerjaan dan mau berangkat ke Amerika hari ini. Jadi otomatis aku juga bakal ikut mereka, dan untuk sekolah, udah diurus ama papaku."

Aku menatap Jija sendu, memang ortu Jija punya kerjaan di Amerika karena ortunya punya saham disana. Jija dan aku itu terlahir berbeda, perbedaannya karena Jija terlahir kaya dan aku terlahir sederhana. Meski begitu Jija tak pernah sombong akan kekayaan ortunya, bahkan setiap pulang sekolah selalu nebeng ama aku padahal bisa minta jemput ama sopirnya. Aneh emang tapi itulah Jija.

Tapi Tuhan? Kenapa aku harus berpisah dengan sahabat ku dari SD? Jija satu-satunya sahabat baikku, aku tak rela jika sahabat bobrok ku ini pergi keluar negeri meninggalkan ku sendiri

Aku meraih Jija dan memeluknya erat, "Ingat ya Ja, jangan lupain aku, dan kalo kamu udah sampe di Amerika kabarin aku ya."

Kurasakan Jija juga membalas pelukanku dengan erat, "Pasti itu Lin, nanti kalo aku udah sampe di Amerika kita vc, sekalian mau pamer ke kamu hehe."

Aku sontak menabok lengan Jija setelah melepaskan pelukanku, ku lihat ia meringis pelan. "Anjim kamu Ja mentang-mentang mau ke Amerika."

Jija cengengesan lalu menunjukkan tanda peace dua jari (V). "Canda Lin canda... Duh sakit bet anjir kamu naboknya."

Rasain kamu Ja

Aku menatap datar Jija, "Yaudah sono pergi ke bandara, ortumu pasti udah nungguin kamu,"

"Lah ngusir,"

"Aku gak ngusir, cuma biar kamu gak telat aja."

"Eitss bentar dulu, sebelum aku pergi, aku mau ngasih kamu hadiah perpisahan,"

Kedua mataku seketika berbinar, apa? Jija mau ngasih aku hadiah apa? Perusahaan? Mobil? Emas?

Rahangku sontak jatuh saat melihat Jija menyodorkan kepadaku sangkar kecil berisi seekor anak ayam berwarna ungu yang baru ia ambil di belakang kopernya.

Hah? Serius Jija mau ngasih anak ayam sebagai hadiah perpisahan untukku? Kenapa gak emas aja kek atau berlian gitu, dia kan kaya. Gak elit banget.

Jija menyerahkan sangkar berisi anak ayam itu kepadaku sambil tersenyum lebar, "Nih hadiah perpisahan buat kamu,"

Aku menunjuk diriku sendiri, "Hah? Buat aku? Kenapa gak yang lain kek pokoknya jangan anak ayam gitu,"

Ku lihat Jija berdecak kesal lalu mengambil tangan kananku untuk menyerahkan anak ayam tersebut. "Ckk kamu terima ajalah. Pokoknya kamu rawat anak ayam ini ampe gede biar pas lebaran nanti aku pulang ke Indonesia, kita goreng anak ayam ini sama-sama. Okey?"

Aku menatap datar anak ayam berwarna ungu ditangan kananku ini. Jadi dia nyuruh aku buat rawat anak ayam ini ampe gede biar pas lebaran nanti bisa digoreng?

Aku mendengus kesal dan dengan berat hati menerima anak ayam pemberian Jija ini. Ku lihat Jija kembali tersenyum lebar.

"Ini anak ayam betina apa jantan?" Tanyaku tiba-tiba.

"Betina dong kayak kita. Oh iya ini makanannya udah aku beliin tinggal kamu kasih makan aja."

Aku mengambil sebungkus plastik hitam dari tangan Jija. Ku lihat isi plastik hitam itu berisi pur ayam.

Ckk

"Eh udah mau telat nih, aku ke bandara dulu ya Lin." Pamit Jija setelah melihat jam tangannya. Ia menguncir kuda rambut panjangnya sebelum berjalan menuju mobil.

"Hum hati-hati dijalan, kalo udah sampe kabarin."

Jija tersenyum manis dan menepuk pundak kananku sebelum ia pergi.

Why Did You Choose It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang