Aku menyandarkan punggungku dan mendongak menatap langit-langit rumah sakit. Untuk kesekian kalinya aku terduduk dikursi tunggu rumah sakit guna menunggu mama ku yang tengah menjalankan cuci darahnya. Aku sontak bangkit saat melihat pintu ruangan terbuka, dengan segera aku menghampiri mama ku yang terlihat tampak lelah dan sakit.
Setelah mama selesai menjalani cuci darah, kami segera menuju parkiran dan berkendara pulang menuju rumah. Sesampainya di rumah, aku membantu mama untuk masuk ke kamar tidurnya.
Aku membuka jendela supaya ada cahaya masuk ke dalam kamar. Ku lihat mama sudah berbaring di ranjang dan aku pun duduk di sampingnya.
"Apa merasa baikan, mah? Apa yang mama rasain setelah cuci darah tadi?" tanyaku lembut.
"Aku merasa sedikit lelah, nak. Tapi ini semua harus dilakukan untuk menjaga kesehatan tubuhku,"
"Begitu ya.." Aku menghela napas panjang. Ku tatap sedih beliau yang tengah meminum obat. "Mah..."
"Ada apa, nak?"
"Darimana kita bisa dapat uang buat biaya cuci darahmu?"
"Dengan menggadaikan cincin kawinku,"
Aku menatap tak percaya mama yang memandang lurus. "Kenapa mesti digadaikan?"
"Mama tidak ingin membuatmu khawatir tapi semua ini sementara dilakukan untuk biaya perawatan di rumah sakit,"
Aku menunduk lemah. Mama selalu bekerja keras untuk menghidupi kami berdua, tapi uang yang mama dapatkan selalu habis untuk biaya hidup sehari-hari dan biaya sekolahku. "Mama... kenapa kita gak punya uang banyak?"
Aku mendongak saat merasakan sebuah tangan mengelus kepalaku lembut. Ku tatap sedih beliau yang tersenyum tipis padaku. "Kita hidup sederhana. Tapi kita selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki,"
"Apa yang bisa kulakukan buat membantumu, mah?"
"Kamu sudah sangat membantu, Lin. Kamu harus tetap menjadi anak yang baik dan rajin di sekolah. Mama selalu berusaha keras agar memberikan yang terbaik untukmu,"
"Iya mah aku ngerti." sahutku. "Tapi gimana cara buat tebus cincin kawinnya?"
"Kamu jangan khawatir, itu semua sudah ada waktu temponya. Mama akan berusaha mendapatkan kembali cincin kawinku."
Aku mengangguk kecil. Ku tatap kedua mata beliau yang tangannya masih mengelus lembut rambutku. "Mah.. apa cincin kawin itu... diberikan oleh papa?"
Ku rasakan elusan di kepalaku terhenti saat mama tiba-tiba terdiam.
"Kenapa mama gak pernah bercerita tentang papa sebelumnya?" lanjutku pelan. "Mama kayak menghindar setiap kali aku bertanya tentangnya,"
"Mama tidak ingin kamu terbebani dengan masalahku, Lin,"
"Tapi Lin pengen tau siapa papa... kenapa mama selalu menutupi tentangnya?"
"Papamu itu tidak peduli sebab itu dia pergi meninggalkan kita,"
Aku menghela napas sedih. Memang benar, mama pernah mengatakan itu. Namun, apa papa benar-benar gak peduli sehingga tega meninggalkan kami?
"Kemana papa pergi?" tanyaku bergetar. "Apa dirinya gak ingat, dirinya itu mempunyai sebuah keluarga?"
Mama memandang keluar jendela. Aku menunggu dalam diam, menunggu dirinya menjawabku. "Mah, jangan diam! Aku bertanya—"
"Apa alasanmu menanyakan itu, Lin?"
Aku terhenyak saat mama memalingkan wajahnya ke arahku. Aku gelagapan dan memilih menunduk saat mama terus menatapku.
Aku gak tau apa yang harus kukatakan..
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Did You Choose It?
RandomKehidupan Lin berubah setelah bertemu dengannya, seseorang yang telah membuat jantung Lin tak aman dan tak kuat jika harus bersetatap dengan orang itu. Lin tak percaya bahwa ia menyukai teman sekelasnya sendiri membuat Lin melakukan apapun untuk bis...
