Assalamualaikum.
Terima kasih sudah memilih cerita ini. Semoga betah ngikutin sampai akhir.
Selamat membaca dan semoga suka.
( ˘ ³˘)♥
Gandi menggulingkan tubuhnya ke sisi kanan setelah mencapai puncak permainan. Bintik-bintik keringat menghiasi kening dan dadanya. Sambil terengah, dia membiarkan sensasi pelepasan hormon oksitosin menjalar ke sekujur tubuhnya, yang menimbulkan sensasi tenang dan menyenangkan.
Setelah syaraf-syarafnya mulai kendur, perlahan-lahan pikiran jernih Gandi pun kembali. Dia lekas menarik selimut dan menutupi tubuh telanjangnya. Dia melirik perempuan yang telentang di sampingnya, yang sudah lebih dulu menutup tubuhnya.
"Maaf ...," lirih Gandi kemudian. Entah kenapa rasanya harus secanggung ini, padahal mereka baru saja saling memacu meraih puncak kenikmatan.
"Maaf untuk?" Perempuan itu menoleh, memindai wajah tampan itu dari samping, yang sepintas seolah menyesali apa yang barusan terjadi.
"Tidak seharusnya kita melakukan ini."
"Tapi ini bukan salah Bapak. Ini nggak akan terjadi kalau saja saya menolak. Tapi, saya malah ikut terhanyut."
"Dit ...." Gandi menoleh, membalas tatapan perempuan bernama Dita itu. "Yang barusan bisa kita lupain aja?"
Raut wajah Dita langsung berubah. Ada luka yang membias di matanya. Perempuan mana yang tidak sakit hati mendengar kalimat itu dari lelaki yang baru saja mereguk madunya?
"Anggap aja kita sama-sama khilaf. Selanjutnya nggak usah diungkit-ungkit lagi."
"Baiklah, kalau itu mau Bapak." Dita memutus kontak mata lebih dulu. Dia menunduk sambil merapatkan selimut di tubuhnya.
"Maaf, Dit, tapi kamu bisa keluar sekarang? Aku mau bersih-bersih dan lanjut mengerjakan beberapa hal."
"Baik, Pak."
Dita pun turun dari tempat tidur. Dia memungut pakaiannya satu per satu dan bergegas mengenakannya kembali. Setelah terpasang semua, dia pun keluar dari kamar itu tanpa berkata apa-apa lagi.
Gandi sadar, dia baru saja melukai hati perempuan itu. Namun, dia juga tidak punya cara lain untuk membuatnya lebih baik.
Sepeninggal Dita, Gandi menjerit dalam hati sambil memukul kasur berkali-kali. Dia mengumpati perbuatannya sendiri. Hari ini dia memang kacau, secara tidak langsung merasa telah dikhianati. Namun, perbuatannya ini tetap tidak bisa dibenarkan. Bisa-bisanya sekitar 30 menit yang lalu kepalanya seperti perangkat baru yang belum diisi apa-apa. Satu-satunya hal yang bertahta di benaknya adalah menikmati setiap inci tubuh Dita tanpa sisa. Dia lupa dengan statusnya, lupa dengan posisi Dita di rumah itu. Pokoknya, dia lupa dengan semua keadaan.
Andai ini terjadi di luar rumah, sekalipun tetap salah, mungkin Gandi tidak akan sefrustrasi ini. Dia tidak mungkin lupa untuk apa Nindi-istrinya-membawa Dita ke rumah ini, yaitu untuk merawat anak mereka, bukan malah melayaninya di tempat tidur.
Sejak SMA, Gandi berusaha menjadi pacar yang sempurna untuk Nindi, lalu menjadi suami yang dituntut untuk lebih pengertian sejak enam tahun terakhir. Tidak pernah sekali pun dia melirik perempuan lain, meskipun godaan yang menghampiri lumayan banyak, mengingat parasnya memang di atas rata-rata. Namun, kenapa semua itu tiba-tiba runtuh malam ini? Gandi tidak menyangka dirinya akan bertindak sejauh ini.
Gandi menatap foto pernikahannya dengan Nindi di atas nakas. Gambaran kemesraan yang seolah tidak akan pernah ternodai itu kian membuatnya merasa bersalah. Benarkah kini semuanya omong kosong belaka? Karena, kasur ini, yang dulunya hanya menguarkan aroma tubuh Nindi, kini ditingkahi aroma perempuan lain. Itu semacam zat beracun yang mengancam keselamatan Gandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Terlalu Sibuk
RomansaDari awal Gandi paham konsekuensinya beristrikan artis yang sangat sibuk. Dia tidak mempermasalahkan istrinya jarang di rumah. Namun, ketika Gandi menemukan kenyamanan dari seorang babysitter yang baru bekerja di rumah mereka, segalanya berubah. Sem...