Nindi meraung-raung sambil menjambak rambutnya sendiri. Dia tidak berani membayangkan nasib Dea setelah ini. Dengan kedua kaki yang terasa lemas, Nindi menyeret langkahnya ke tepi gedung untuk melihat ke bawah. Dia menahan napas dan menyiapkan hati untuk pemandangan apa pun yang akan dilihatnya.
Sungguh di luar dugaan. Nindi menghela napas selega-leganya setelah melihat Dea mendarat di kasur angin raksasa. Entah sedari kapan, rupanya di bawah sana Saman sudah tiba bersama rombongan polisi dan langsung mempersiapkan upaya penyelamatan.
Gandi yang juga sudah menyadari hal itu berurai air mata seraya mengucap syukur dalam hati berkali-kali. Sebelah tangannya memegang dada yang masih sakit akibat benturan, sebelahnya lagi masih menggenggam sepatu Dea.
Nindi membantu Gandi untuk berdiri, lalu mereka bergegas turun.
Setibanya di bawah, Anin sudah diamankan oleh polisi, sementara Dea ditangani oleh Saman. Dia sigap mengecek kondisi anak itu.
Nindi menghambur dan mengambil alih Dea dari gendongan Saman. "Sayang, kamu nggak apa-apa?" tanya Nindi dengan raut cemas yang tidak keruan.
Dea menangis kencang. Tentu saja dia sangat syok setelah jatuh dari atap gedung berlantai tiga itu.
"Apanya yang sakit, Sayang?"
"Dia nggak apa-apa," Saman menengahi, "tapi mending langsung dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh."
Polisi datang menginterupsi. "Bapak dan Ibu harus ikut kami ke kantor untuk dimintai keterangan."
"Boleh saya aja, Pak?" tanya Gandi sambil meringis samar. Sepertinya sakit dadanya agak serius. "Istri saya harus bawa anak kami ke rumah sakit."
"Boleh. Tapi nanti Ibu juga harus tetap nyusul."
"Baik, Pak." Nindi menyanggupi sambil berusaha menenangkan Dea.
Sebelum berbalik mengikuti polisi, Gandi menoleh ke arah Nindi. Ada banyak kata yang menumpuk di ujung lidahnya, tapi entah kenapa semuanya teramat sulit terucap. Akhirnya Gandi menggeser pandangannya ke Saman.
"Man, Makasih, ya. Kamu datang tepat waktu."
"Sip, Bro. Dea ini udah aku anggap seperti ponakan sendiri, tentu aja aku khawatir setengah mati. Makanya langsung sat-set." Saman bermaksud mencairkan sedikit suasana. Karena, meski tidak paham sepenuhnya, dia bisa merasakan ketegangan di antara pasangan suami istri ini.
"Tolong antar Dea ke rumah sakit, ya."
"Sip," tanggap Saman sambil mengacungkan jempol kanannya.
Gandi mengelus pucuk kepala Dea sebelum beranjak.
🍁🍁🍁
Assalamualaikum.
Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan lanjutannya, silakan baca di:
* KBM App
* KaryaKarsaDi semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca. Atau langsung ketik judul cerita juga boleh.
Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.
Aku tunggu di sana, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Istriku Terlalu Sibuk
RomanceDari awal Gandi paham konsekuensinya beristrikan artis yang sangat sibuk. Dia tidak mempermasalahkan istrinya jarang di rumah. Namun, ketika Gandi menemukan kenyamanan dari seorang babysitter yang baru bekerja di rumah mereka, segalanya berubah. Sem...