Eternal love [24]

178 22 1
                                    

Dengan cahaya remang-remang dari sinar mentari yang masih terlihat malu untuk menampakkan dirnya, terlihat seorang gadis yang mulai terbangun dari tidurnya, dia melihat ke arah jam weker yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya, jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.50 . Dia masih terduduk di atas ranjang empuknya dan berkali-kali mengusap wajah dengan kedua tangannya, rambut panjangnya yang terurai masih terlihat sangat berantakan, namun tidak mengurangi wajah cantiknya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi semalam, memang bukan pertama kalinya namun kejadian semalam benar-benar hampir membuatnya gila, dia terus berusaha melupakan kejadian itu dan perlahan turun dari ranjangnya, dia berjalan menuju ke arah kamar mandi yang berada di ruangan itu.

"Pagi anak bunda." Sapa kamala yang melihat jaya turun dari tangga dan berjalan ke arahnya.

"Pagi bunda." Jaya melihat sekeliling ruang makan namun tidak mendapati ginela berada di sana. "Gine belum turun bun?"

"Masih siap-siap kayanya jay, nanti coba bunda lihat ya."

"Ga usah bun, biar jaya aja yang ke kamar gine." Jaya langsung bergegas naik kembali ke lantai 2 dan menuju kamar ginela, perlahan jaya membuka pintu kamar ginela dan mendapati gadis itu sudah berseragam namun masih terduduk di atas ranjangnya, menyadari kedatangan jaya, ginela pun berbalik menatap ke arah jaya yang sudah berdiri di sampingnya. Wajah ginela terlihat pucat dan matanya pun terlihat sayu. Jaya langsung mengecek keadaan ginela, punggung tangannya di letakkan pada kening gadis yang duduk didepannya, dan benar saja suhu tubuh ginela sangat panas.

"Lo ga usah ke sekolah dulu, istirahat sampai sembuh, nanti gue bilang ke bunda buat ajak lo ke dokter." Ucap jaya masih dengan menatap wajah pucat ginela.

"G-ga usah, gue bisa berangkat ke sekolah kok, cuma lemes sedikit." Jawab ginela dengan pelan.

"Okey, coba lo jalan sampai pintu itu." Jaya memajukan dagunya memberi isyarat ginela agar berjalan sampai pintu kamarnya.

Perlahan ginela mulai bangun dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamar dengan sempoyongan, ginela berjalan dengan berpegang pada tembok kamarnya, jaya masih mengamati usaha ginela yang bersikukuh untuk berjalan. Hampir sampai di depan pintu kamarnya, kaki ginela sudah tidak kuat menopang beban tubuhnya dan dia pun terjatuh, namun belum sempat dia jatuh ke lantai, dengan sigap jaya sudah meraih tubuh ginela terlebih dahulu. Jaya menggendong ginela ala bridal style menuju ranjangnya, menutup tubuh ginela dengan selimut yang tebal. Jaya berlari keluar kamar ginela dan menuju dapur untuk mengambil air es dan kain bersih.

"Jaya kenapa buru-buru seperti itu? Ada apa?" Tanya kamala yang masih menyelesaikan kegiatan memasaknya.

"Badan gine panas bun, jadi aku mau kompres dia. Di kulkas ada es bun?" Kamala sedikit terkejut karena ucapan dari jaya.

"Ada, sebentar bunda siapin semuanya jay. Tolong ambilkan rantang bersih disana." Kamala menunjuk ke arah rantang stainless stell dan segera mengambil es beserta air. Dia menyerahkan rantang berisi air es tersebut kepada jaya. Kamala segera mematikan kompor dan berlari di belakang jaya.

Melihat kondisi ginela yang terkulai lemas di atas ranjang membuat kamala menjadi sedih dan begitu khawatir. Kamala langsung memeriksa keadaan ginela dan segera mengompres keningnya berharap suhu tubuh putrinya segera turun.

"Kok bisa kamu sampai panas begini sayang." Tanya kamala dengan raut wajah yang khawatir.

"Semalam jaya lihat ginela duduk di balkon dan cuma pakai kaus kutang sama celana pendek bun, kemungkinan besar gine masuk angin gara-gara itu." Sahut jaya.

"Kaus kutang matamu." Ucap ginela dengan nada yang lemah.

"Orang sakit bisa aja ngegas."

"Nanti kamu ke dokter ya, bunda antar."

The eternal love of the sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang