Eternal love [31]

217 20 4
                                    

Suasana ruangan tersebut seketika hening, mereka yang ada di dalamnya saling menatap satu sama lain, air mata nidya perlahan mulai turun melewati pipinya, merasa tak percaya dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kamala masih berusaha meyakinkan nidya jika ginela adalah kakaknya. Nidya masih sedikit sulit menerima kenyataan yang dia dapat, sahabatnya sendiri adalah kakak kandungnya. Nidya tahu benar bagaimana sakitnya ginela melewati hidupnya tanpa seorang ayah, lebih menyakitkan daripada yang dilaluinya saat ini. Nidya masih tidak percaya jika ibunya adalah orang yang menyebabkan kamala berpisah dengan ayahnya sendiri.

Rasa benci terhadap ibunya sendiri pun kini dia rasakan, hati nidya sangat hancur saat mengetahui kebenaran tersebut. Dia sangat menyayangi ginela bahkan setelah tahu jika ginela adalah kakaknya, dia malah lebih menyayangi ginela.

Ginela memeluk erat tubuh nidya yang sedikit bergetar karena sedari tadi menangis tak henti, dia mencoba untuk menenangkan adiknya tersebut.

"Nid, udah jangan nangis lagi ya? Kakak sayang sama kamu, nidya adek kakak, adeknya gigi ga boleh nangis. Harus lebih kuat dari kakak ya? Sekarang kakak ada disini buat kamu nid." Ginela memeluk erat tubuh nidya sembari membelai rambut nidya dengan lembut.

"Nidya ga sekuat kakak, kakak benar-benar hebat, nidya masih lemah kak. Maafin mama nidya ya kak, bun. Nidya benar-benar malu, nidya benci ke papa sama mama." Nidya masih menenggelamkan wajahnya dibahu ginela sembari melingkarkan lengannya di pinggang milik ginela.

"Kamu ga boleh benci ke ayah sama mama kamu nid, kakak sama bunda udah maafin semua kesalahan mereka. Kamu jangan nangis lagi ya nid? Maafin mereka, nanti kakak sama bunda bakal coba bantuin kamu buat ngeyakinin ayah sama mama kamu." Perlahan ginela melepaskan pelukannya dari tubuh nidya, dia mengusap air mata yang ada di pipi adiknya tersebut. "Oh ya nanti kamu ikut kakak pulang, kamu tinggal dirumah kakak. Kamu mau kan?"

"Tapi kak..."

"Udah gapapa, semua kebutuhan kamu kakak yang tanggung, kamu ga usah kerja lagi. Fokus sama pendidikan kamu, selagi kakak masih bisa kerja biar kakak yang biayain kamu. Masih ada bunda, ayah jasver sama jaya juga yang bantu kamu. Kita keluarga sekarang, kamu dan bunda bagian terpenting dari hidup kakak. Kakak udah panggil orang buat bantu kemas barang-barang kamu nid."

"Makasih kak, bun." Nidya kembali memeluk ginela dan kamala secara bersamaan.

"Ekhem...Maaf ini ada cowok ganteng disini dianggurin aja?"

"Eh ren, lo apa kabar?" Sapa ginela yang baru saja menyadari adanya rendi di ruangan itu.

"Aman, jadi tamengnya nidya."

"Thanks ya ren udah jagain adek gue selama ini. Nanti gue traktir lo makan deh ya?"

"Ga perlu gi, cukup restuin gue aja."

"Restuin?" Tanya ginela bingung.

"Restuin gue jadi adek ipar lo hahaha."

"Aman ren, gas aja udah hahaha." Ledek ginela kepada nidya. Terlihat wajah nidya mulai merona karena menahan rasa malu.

"Apa sih kak, aku sama dia cuma temenan." Nidya memukul pelan lengan ginela yang tengah tertawa puas.

"Temen hidup gue nid." Celetuk rendi.

....

Satu minggu sudah berlalu begitu cepat, kini nidya sudah bahagia tinggal dengan orang-orang yang dia sayangi. Ginela juga terlihat sudah sibuk dengan pekerjaannya sendiri, dia membantu jarver mengatasi masalah perusahaan yang terus menimpa. Dengan ide ide yang dia miliki, dia mampu mengatasi semua masalah yang dihadapi perusahaan jasver dan kamala.

Wajah kamala terlihat begitu gelisah, seperti ada yang mengganjal dalam pikirannya. Dia mengambil ponsel yang berada di saku celananya dan mencari nomor seseorang di ponsel tersebut.

The eternal love of the sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang