Eternal love [19]

212 22 1
                                    

Malam ini sudah sangat larut, kamar jaya pun sudah terlihat gelap, hanya sorot cahaya bulan yang menyinari kamarnya, tak lama terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar jaya yang membuat jaya terbangun dari tidurnya. Beberapa kali jaya bertanya namun tidak ada jawaban dari luar pintu kamar jaya, hawa di kamar jaya pun menjadi mencekam, dia melihat sekeliling kamarnya namun tidak mendapati sesuatu hal yang mencurigakan. Perlahan dia memberanikan diri untuk turun dari atas ranjangnya dan berjalan ke arah pintu, jaya mulai memegang gagang pintu dan perlahan membukanya. Dia melihat ke sekelilingnya namun tetap saja tidak ada sesiapapun di sana. Ketika dia ingin menutup pintu kamar miliknya kembali, samar-samar dia melihat sosok bayangan wanita berambut panjang yang sedang berdiri di tangga paling atas tepat di antara kamarnya dan kamar milik ginela, wanita itu seperti sedang menatap ke arah jaya, seketika bulu kuduk jaya mulai berdiri, badanya mulai terasa dingin di tambah lagi dengan angin yang menerpa tubuhnya dengan lembut. Jaya mundur satu langkah dan wanita itupun maju satu langkah ke arah jaya.

"Siapa lo, jangan macem-macem ya anjing." Ucap jaya sambil menunjuk ke arah wanita itu. "Gue ga takut sama setan modelan kaya lo ya." Wanita berambut panjang dan berbaju putih itu hanya terdiam, tak ada suara yang terdengar dari dirinya.

Wanita itu semakin dekat dengan jaya, jaya terus mengamati wanita itu, seluruh tubuh wanita itu semakin nampak begitupula dengan wajahnya, wanita itu berhenti tepat di depan jaya sembari tersenyum lebar, jaya hanya terdiam sejenak untuk menormalkan nafas dan detak jantungnya.

"Sialan lo." Jaya menyentil pelan dahi ginela, ginela yang mendapat sentilan tersebut langsung memegang dahinya sendiri sambil mengerucutkan bibirnya.

"Sakit ih." Keluh ginela

"Ya lagian lo aneh-aneh, udah malem main ngetuk-ngetuk pintu giliran gue tanya lo ga jawab pas muncul malah kaya setan, emang setan sih lo." Gerutu jaya yang sedikit kesal kepada ginela.

"Tadi tu gue haus jadi turun dulu ke bawah buat ambil minum, pas ke atas gue liat muka lo udah ketakutan gitu yaudah sekalian gue takut-takutin lah." Ginela menunjukkan senyum jahilnya kepada jaya.

"Cih, sekarang lo mau apa?"

"Gue tidur di kamar lo yaa, please." Seperti biasa ginela menunjukkan puppy eyes nya untuk membujuk jaya agar dia di izinkan untuk tidur dikamar jaya.

"Ga, ga ada. Tidur sendiri kenapa si, lo kan juga ada kamar sendiri." Tolak jaya.

"Ih gue tu ga bisa tidur tau, butuh pelukan dari jajay."

"Halah, nanti gue khilaf lo bingung sendiri." Goda jaya.

"Idih, gue tabok lo."

"Hahaha yaudah ayo, gue juga udah ngantuk." Jaya dan ginela segera masuk ke dalam kamar milik jaya yang sudah gelap. Sudah lama ginela tidak masuk ke dalam kamar jaya, terlihat ada beberapa perubahan.

Jaya segera naik ke atas ranjangnya dan menutupi seluruh badannya menggunakan selimut, ginela juga ikut berbaring di samping jaya dengan posisi membelakangi tubuh jaya, ginela masih belum tidur, dia masih menatap rembulan yang menyinari wajahnya, sesekali dia tersenyum dan sesekali dia merasa sedih, menyadari hal tersebut perlahan jaya mulai memeluk pinggang ginela dan menariknya agar lebih dekat dengan jaya, ginela membalikkan badannya sehingga menghadap ke arah jaya.

"Jay..."

"Udah malem, tidur. Besok lagi ceritanya." Jaya memeluk kepala ginela sembari ngusap-usap pelan, perlahan ginela juga mulai tertidur di pelukan jaya yang membuatnya merasa nyaman.

....

Cahaya sang rembulan sudah meredup dan sudah mulai di gantikan oleh sang mentari yang masih terlihat malu menampakkan dirinya, kicauan dan nyanyian burung di pagi hari menambah suasana segar di kala sang mentari semakin terlihat, angin sepoi-sepoi mulai masuk ke dalam setiap ruangan melalui ventilasi udara yang terpasang disetiap ruangan.

The eternal love of the sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang