Eternal love [46]

319 12 1
                                    

⚠️ 21+ area

Terlihat sepasang kekasih telah duduk di sofa berwarna cream di salah satu ruangan di rumah tersebut . Mereka saling menyapa pemilik rumah begitupun sebaliknya. Senyum diantaranya terlihat terukir lebar, mata kedua saudara itu berbinar-binar. Ginela berlari dan dengan cekatan langsung memeluk adik perempuan kesayangannya itu. Sudah lama mereka tak bertemu sejak pernikahan ginela dan haedar. Kali ini mereka benar-benar saling melepas rindu satu sama lain.

"Gimana kabar kamu nid?" Ginela menyisipkan rambut yang menutupi wajah adiknya itu.

"Nidya baik kak, nidya kangen banget sama kakak. Oh iya kata papa sama mama beberapa bulan lalu kakak main kerumah?" Tangan nidya masih ditautkan di pinggang milik ginela dengan erat.

"Iya, kakak mau ketemu kamu tapi ayah sama mama bilang kamu ga dirumah."

"Ini kita ga duduk dulu gi? Kebetulan gue mulai encok." Sahut rendi sembari memegang punggung miliknya.

"Oh iya sorry, ayo duduk dulu. Kalian mau minum apa?"

"Apa aja gi yang penting jangan air kobokan." Rendi bergegas duduk kembali di sofa tersebut.

"Gue ga sekejam itu ren. Nidya mau minum apa?"

"Mogu mogu! Kaka biasanya stok mogu mogu buat nidya kan?"

"Pastinya dong. Kamu minum apa sayang?" Ginela menatap ke arah haedar yang duduk disebelahnya.

"Seperti biasanya." Mengerti maksud dari suaminya itu, ginela bergegas menuju dapur untuk mengambil minuman dan beberapa makanan ringan.

Suasana terdengar cukup sunyi setelah ginela pergi ke dapur, belum ada yang berani memulai obrolan saat ini. Wajah haedar yang terlihat garang itu membuat nidya maupun rendi sungkan untuk membuka sebuah perbincangan, tatapan tajam berkali-kali terlontar dari mata haedar saat melihat adik ipar dan colon adik iparnya itu.

"Ini orang matanya ga bisa biasa aja kali ya? Serasa mau dimakan hidup-hidup. Kok kak gine bisa kuat nikah sama orang modelan raja hutan gini sih." Batin nidya sesekali melirik ke arah haedar.

"Loh kok sepi banget?" Ucap ginela dengan membawa nampan berisi beberapa minuman dan makanan ringan. Ginela menyuguhkan es jeruk dan mogu mogu untuk rendi dan nidya, sedangkan kopi susu hangat untuk haedar.

"Kan nunggu kakak, biar ngobrolnya enak."

"Bilang aja kalau malu nid." Ginela kembali duduk disamping haedar, dengan cepat haedar meraih pinggang kecil milik ginela dan menariknya agar lebih dekat dengan dirinya.

"Hehe... Emm kamu yang bilang ay." Nidya menyenggol lengan rendi pelan.

"Ekhem... bentar lagi ngerangkai kata di otak gi. Nah Jadi kedatangan kita berdua kesini selain untuk memperkuat tali persaudaraan, saya dan nidya juga mengharapkan kedatangan kalian berdua pada acara pertunangan kami yang akan diselenggarakan 3 bulan lagi. Semoga tuan haedar dan nyonya haedar berkenan hadir pada acara tersebut."

"Of course, saya dan istri saya tentunya akan hadir dalam acara pertunangan kalian." Jawab haedar dengan semangat.

"Tumben banget kamu semangat mau datang ke acara kaya gitu." Tanya ginela yang terlihat mengerutkan dahinya sembari menatap wajah haedar saat mendengar ucapan dari suaminya itu.

"Ini pertunangan adik mu sayang, bagaimana bisa kita melewatkannya? Bukankah ini adalah hal yang penting bagimu?" Ginela menganggukkan kepalanya dan tersenyum bahagia mendengar alasan dari haedar. Haedar adalah orang yang jarang menghadiri acara pertunangan maupun pernikahan, dia lebih senang berdiam diri di rumah bersama dengan pekerjaannya dan ginela. Dia selalu menyuruh asistennya untuk mewakili dirinya datang ke acara-acara semacam itu. Namun kali ini dia benar-benar terlihat bersemangat dan antusias untuk menghadiri acara adik perempuan dari ginela itu.

The eternal love of the sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang