Triple O em ji. Aku benar-benar tidak pernah menyangka jika liburan kami akan diwarnai hal-hal ganjil seperti yang sudah kami rasakan sejauh ini. Berbagai kejadian seram yang menimpa satu per satu dari kami tampak begitu menguras tenaga, pikiran dan mental. Terakhir, perihal Baby alias kucing Vinny yang menghilang secara misterius lalu sekarang di pagi harinya telah ditemukan dalam keadaan kondisi tak bernyawa. Belum lagi, sosok pembunuh Baby sekaligus pengirim pesan untuk Vinny masih menjadi tanda tanya besar dalam benak kami semua.
Yudis membaringkan tubuh Vinny yang pingsan di atas sofa ruang tengah. Aku, Decha dan Erin lekas menyusul dan duduk di dekat Vinny seraya menempelkan minyak telon di hidung Vinny, berharap sobat kami itu segera siuman.
"Ini nggak bisa dibiarin. Kita semua harus mengungkap siapa pelakunya." Yudis menghela napas, tampak menahan emosi.
Tidak ada yang menyahut ucapan Yudis itu, semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya tak lama kemudian, Vinny mulai sadar, perlahan kelopak matanya membuka.
Cepat-cepat aku menyuguhkan segelas air putih hangat. "Vinny, lo minum dulu."
Vinny berusaha menegakkan tubuh, dibantu oleh Decha dan Erin. Setelah Vinny meneguk habis air putih tersebut, sobatku itu kembali terisak pelan. "Baby, gue masih nggak nyangka Baby akan pergi dalam keadaan kayak gini. Ini semua salah gue."
"Vinny, lo yang sabar ya, kita semua bakalan mencari tau siapa yang udah membunuh Baby dengan sadis seperti itu." Yudis berusaha menenangkan.
"Kok ada sih orang yang setega itu membunuh makhluk hidup yang menggemaskan, yang nggak punya dosa. Bener-bener nggak punya perasaan." Vinny kembali menangis tersedu-sedu.
"Tapi emang yakin kalau yang membunuh Baby adalah manusia? Kalau bukan gimana? Kalau ternyata si Baby dimangsa sama genderuwo, gimana?" Sefrila yang duduk tak jauh dari kami menceletuk.
"Eh makhluk gaib, lo bisa nggak sih jangan mikir yang aneh-aneh? Kalau nggak bisa menghibur, mendingan diam aja." Erin segera menyahut tajam, mendelik ke arah Sefrila.
"Hello... gue kan cuma mengatakan kemungkinan. Pertanyaannya, kalau memang bukan genderuwo atau wewe gombel yang udah mangsa Baby, terus siapa? Orang? Kita semua juga tau kalau villa ini cuma dihuni sama kita-kita doang." Sefrila sok-sokan menganalisis.
"Sef, seperti yang di bilang sama Arraja, pelakunya adalah orang luar," tukas Yudis, lalu menoleh ke arah Vinny. "Vinny, saat ini Arraja, Bang Melky sama Agil lagi nguburin jasad Baby. Kalau lo mau, kita bisa ke sana sekarang."
Tanpa peduli kondisi tubuhnya yang masih lemah, Vinny lekas mengangguk lantas berdiri. Decha dan Erin kembali membantu, menuntun Vinny yang hendak kembali ke area belakang villa. Aku bersama Yudis mengikuti dari belakang.
Sesampainya di tempat kejadian perkara, terlihat Kak Melky yang baru saja selesai menancapkan sebuah batu (bukan batu nisan) di ujung makam kecil yang berisi mayat Baby. Melihat itu, hati Vinny kembali teriris pilu. Dengan langkah pelan, Vinny menghampiri gundukan tanah tersebut, lalu duduk bersimpuh di sampingnya.
"Baby, maafin aku, sayang. Aku belum bisa menjaga kamu seperti janjiku dulu." Vinny mengusap-usap batu.
Kami semua saling berpandangan, antara prihatin, kasihan dan juga kepengin tertawa. Biar bagaimanapun, sikap Vinny ini benar-benar mirip seorang ibu yang baru saja ditinggal pergi oleh anak balitanya.
"Maafin aku juga kalau nanti aku nggak pernah ngunjungin makam kamu lagi. Karena kita bakal terbentang jarak yang jauh." Vinny mengelap air mata di pipi, tersenyum dalam tangis. "Semoga kamu tenang di rumah barumu ya, sayang. Makasih udah mewarnai hari-hariku meski cuma sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Dla nastolatków"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...