Perkelahian antara Arraja yang berbalut seragam putih abu-abu melawan Orion yang memakai outfit hitam-hitam semakin memanas. Arraja cukup pandai mengimbangi berbagai serangan dari Orion yang terlihat jago bertarung. Entah berlatih atau apa, Orion benar-benar tampak pro dengan jurus-jurus yang dikeluarkannya.
Sementara itu, aku dan Cherry berebut mengambil balok kayu yang sudah terhempas di lantai. Tidak disangka, gerakan tanganku lebih cepat menyentuh ujung balok. Yes. Aku berusaha untuk tidak tersenyum. Saat aku hendak gunakan senjata ini untuk menyerang Cherry, ternyata cewek itu tidak tinggal diam. Tangannya merogoh kantung celana, mengeluarkan pisau lipat yang cukup tajam. Oke, melihat itu, aku buru-buru memukul tangan Cherry menggunakan benda di tanganku. Berhasil. Pisau itu terjatuh dan dengan gerakan yang gesit, aku mengambil benda tersebut.
Cherry terkejut melihat senjatanya berpindah tangan. "Mau apa lo!"
Dengan gerakan cepat dan tidak memikirkan apa pun lagi, aku lekas menyabetkan pisau tersebut ke lengan Cherry. Tak pelak, Cherry yang tidak sempat menghindar langsung terkena serangan dariku itu. Lengannya tergores, mengalirkan darah segar.
"Aaargh! Perih!" Cherry menjerit kesakitan. Darah keluar berceceran ke lantai. Rupanya aku cukup gila untuk berani mengambil tindakan seperti itu. Lihatlah! Goresan akibat sabetan pisau dari tanganku berhasil membuat luka yang panjang di lengan Cherry.
Situasi Cherry yang tengah menahan rasa sakit itu aku gunakan untuk memperlebar jarak, berusaha menghindari jika sewaktu-waktu Cherry melakukan serangan dadakan. Aku memutuskan melangkah ke arah luar ruangan.
"Radhif lo di mana sih?" Aku sudah nyaris sampai pintu. Tetap waspada, aku menengok ke belakang, melihat Arraja dan Orion yang masih sama-sama kuat. Meski begitu, aku sudah bisa melihat ada luka di wajah Arraja.
Cherry terduduk bersimpuh. Memegangi lengannya yang tak henti-hentinya mengeluarkan darah.
"Ayya! Lihat aja! Lo nggak akan bisa selamat dari sini!" desis Cherry sambil berusaha berdiri, berjalan menghampiriku. "Lo akan tetap berakhir mati dengan tragis di sini!"
Melihat gerakan itu, aku kembali mengacungkan pisau lipat. "Berani mendekat, gue nggak akan segan-segan menggores luka di wajah cantik lo itu!"
Cherry melotot tajam. "Lo pikir lo bisa menang? Hah?"
Aku tidak menjawab itu lantaran fokusku segera teralihkan ke suara-suara gaduh dari arah Arraja dan Orion berada. Mereka berdua semakin brutal, Orion melempari benda apa saja yang terletak di dekatnya. Arraja semakin terpojok, tapi aku yakin cowok itu bisa menguasai dan menghadapi serangan Orion.
Pintu mendadak terbuka lebar, membuat kepala kami menoleh ke sumber suara. Hal itu membuat Orion menghentikan serangannya kepada Arraja.
Seorang wanita sosialita yang tidak asing di mataku berdiri tegak di ambang pintu. Pandangannya memperhatikan keadaan sekitar ruangan yang sudah berantakan tak karuan. Seulas senyum menawan tersungging di bibir merahnya, disusul tepuk tangan yang menggema di langit-langit ruangan.
"Luar biasa!" ujar wanita yang rambutnya dicat warna ungu itu.
"Mami?" Aku bisa mendengar suara Orion. Oh baiklah, sekarang aku ingat, wanita tersebut merupakan maminya Orion. Dahulu aku sempat bertemu dan berkenalan dengannya meski hanya sekali saja.
"Cherry... Orion... saya kira, kalian sudah berhasil membunuh target-target kita ini! Tapi ternyata mereka masih pada hidup." Wanita itu bersedekap, menatapku dan Arraja. Aku menoleh ke tempat Arraja yang berada di pojok ruangan, sedang sibuk mengambil sarang laba-laba yang menempel di atas kepala. Oke, seandainya ini bukan situasi serius, mungkin aku sudah tertawa ngakak melihat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Novela Juvenil"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...