Eps.6 - Ada Yang Manis, Tapi Bukan Coklat

577 145 93
                                    

Deraian demi deraian tetes air hujan terus membasahi sekujur tubuhku. Untung saja kepalaku terbungkus helm sehingga bisa mengurangi rasa sakit akibat ditusuk-tusuk oleh air hujan.

Arraja menatapku dengan muka iba, entah apa yang ia pikirkan. Aku sendiri bingung harus bagaimana menghadapi keadaan seperti ini. Terjebak di bawah hujan dengan kondisi motor mogok ditambah lagi kami sedang berada di jalanan sepi.

"Oke, Ayya... lo tenang, jangan panik, jangan tegang, dan yang terpenting jangan marah dulu."

Aku memeluk tubuhku sendiri, guna menghilangkan rasa dingin. "Terus kita harus gimana?"

"Gampang lah." Arraja tersenyum lebar. Seragamku sudah basah kuyup, sementara jaket Arraja yang berbahan boomber nampaknya merupakan jaket anti air, sehingga bisa melindungi seragam kemejanya dari basah.

Sebelum aku menyahut ucapannya yang bermakna menghibur itu, Arraja membuka tas ransel dan mengeluarkan sebungkus jajanan biji bunga matahari berukuran besar.

"Tadaaa!!"

"Kuaci?" What the hell? Aku jadi bingung sendiri. Apa hubungan antara kuaci, hujan-hujan dan motor mogok di tengah jalan?

"Kita nikmatin momen ini bareng-bareng, Ay, nggak usah dibikin pusing," ujar Arraja seraya menyodorkan jajanan kuaci itu ke arahku. "Kapan lagi kita bisa menghabiskan waktu berdua, hujan-hujanan gini?"

Aku masih belum mengerti. Hanya memerhatikan bungkus biji bunga matahari dengan heran.

"Sekarang... lo temenin gue buat dorong motor ini sambil makan kuaci itu." Arraja perlahan mulai menuntun sepeda motornya.

"Dorong sampai mana?"

"Ya sampai bengkel dong masa sampai rumah sakit," sahut Arraja yang sudah berjalan pelan.

Sesaat, aku termangu di tempat, menyaksikan sikap Arraja yang tumben-tumbenan tidak membuatku marah dalam kondisi seperti sekarang. Dalam hati aku kasihan juga melihat punggung Arraja. Cowok itu bahkan tidak menyuruhku untuk membantu dorong motornya. Justru malah menyuruhku memakan kuaci.

Dalam hujan yang mulai menipis, aku tersenyum penuh rasa haru dan hati berbunga-bunga. "Thanks, Ja, meskipun lo sering bikin gue kesal, tapi... lo bener-bener cowok yang baik."

"WOY! Lo ngapain matung di situ? Astaga, Ayya!" seru Arraja yang sudah berada beberapa meter di depanku. "Jangan bengong, nanti kesurupan lo!"

Huh dasar! Mendadak saja bunga-bunga di dalam perutku jatuh berguguran. Aku berjalan cepat untuk menyusul Arraja. Begitu sampai di dekatnya, aku bisa melihat ekspresi wajah Arraja. Menyadari hal itu, Arraja berhenti melangkah, lantas menatap balik wajahku sebelum senyum khas tersungging di bibirnya.

"Kenapa? Mau marah tapi nggak berani ya?" tanya Arraja dengan cengiran semakin lebar.

"Arraja plis jangan rese deh." Aku memalingkan muka, lalu memilih untuk membuka bungkus kuaci.

"Ya udah yok lanjut jalan."

Arraja kembali menuntun sepeda motor.

"Ehm... Ja, bengkelnya masih jauh nggak sih?" tanyaku khawatir.

"Tergantung."

"Kok tergantung?"

"Ya tergantung, kalau kita enjoy aja, nikmatin perjalanan, gue yakin nggak lama kita udah sampai bengkel. Makanya... jangan cemberut."

"Lo mau kuacinya?" tawarku sembari mengulurkan satu biji kuaci.

Arraja tertawa renyah. "Satu biji doang? Mana kerasa sih?"

Crazy Couple [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang