Hingga waktu sudah berganti malam, aku belum kunjung mendapatkan kabar tentang keberadaan Arraja dari Kak Melky. Rasa panik segera menyerangku karena ini memang tidak biasa terjadi. Arraja tidak akan menghilang tanpa sebab jika dia baik-baik saja.
Aku sendiri sudah berusaha kembali menghubungi nomor Arraja berkali-kali, tetapi hasilnya tetap sama. Tidak aktif.
"Dasar cowok tengil. Lo sebenarnya ke mana sih? Apa mungkin bener kalau lo..." Aku menggigit bibir, tidak berani mengucapkan secara langsung kelanjutan kalimatku sendiri. Ya, aku dan sobat-sobatku sempat menduga jika Arraja diculik, dibegal atau semacamnya. Namun sebisa mungkin aku membantah mati-matian dugaan tersebut.
Sehabis pulang sekolah, Heksa, Darwin dibantu personel tambahan yaitu Yudis dan Agil sudah berusaha menyusuri jalanan tempat biasa Arraja lewat ketika pulang-pergi sekolah. Namun menurut info dari Heksa, mereka tidak menemukan jejak-jejak atau apa pun itu yang berhubungan dengan Arraja.
Aku menyibak selimut, turun dari ranjang dan memutuskan untuk membasuh wajah yang terasa letih. Baru ketika aku kembali masuk ke dalam kamar, sebuah panggilan telepon masuk. Dengan gerakan cepat, aku menyambar ponsel. Benar, dari Kak Melky.
"Hallo, Kak?" Jantungku berdetak kencang, sangat takut dengan hasil informasi yang akan aku dengar.
"Iya, Ay, hallo. Begini... ini gue habis dari rumah Arraja, dan sekarang gue mau otewe jemput lo. Kita ngobrol bareng-bareng ya sama anak-anak lain juga."
Informasi tersebut tidak berhasil membuatku bertambah lega, justru semakin tidak karuan saja. Aku mendudukkan diri di pinggir ranjang.
"Kak? Apa bener Arraja...?"
"Udah, Ay, kita bahas nanti. Lo siap-siap aja dulu, terus tungguin gue di halte deket rumah lo. Bye, Ay."
Kak Melky memutuskan sambungan, tanpa tersadar aku masih menempelkan ponsel di daun telinga. Oke, dengan perasaan kacau, aku menarik napas dalam-dalam, lalu lekas bersiap-siap sesuai anjuran Kak Melky.
Sebenarnya sudah bisa ditebak kalau kenyataan mengatakan bahwa Arraja memang menghilang. Tidak mungkin Kak Melky menutupi semua ini jika Arraja terlihat jelas keberadaannya di mana.
Setelah dirasa cukup membenahi diri, aku segera bergegas keluar rumah, berjalan dengan langkah lebar menuju halte untuk menunggu kedatangan Kak Melky. Dari sini, terlihat langit malam yang cukup terang dengan bintang-bintang bertebaran indah. Cerah. Berbanding terbalik dengan perasaanku yang muram. Gelap.
Syukurlah, tidak perlu menunggu dalam waktu lama, akhirnya Kak Melky datang. Setelah berhenti di dekatku, ia lekas menyodorkan helm.
"Kak Melky..." Aku menatap Kak Melky penuh keresahan.
Kak Melky mengangguk pelan. "Ayo naik, kita obrolin semua ini di basecamp gue ya. Gue udah share lokasi ke Heksa supaya dia dan anak-anak lain cepat datang."
Melangkah dengan berat dan jantung yang berdetak kencang, aku duduk di boncengan Kak Melky. Setelah itu, motor melaju dengan kecepatan tinggi, membuatku mau tak mau berpegangan di pinggang Kak Melky. Air mata menetes membasahi pipi, memikirkan segala kemungkinan buruk soal Arraja. Bagaimana jika semuanya akan berakhir gelap? Tidak ada happy ending seperti yang aku dan semuanya harapkan. Namun aku harus percaya, bahwa masih ada keajaiban yang akan datang untuk menyelamatkan.
Roda-roda gila dari motor Kak Melky berhasil membawa kami ke tempat yang dimaksud dengan waktu yang cukup singkat. Turun dari motor, aku melihat sebuah bangunan berbentuk L di depanku. Oke, aku tidak menyangka dan belum pernah tahu jika Kak Melky mempunyai sebuah markas atau basecamp yang disebut-sebut tadi. Namun setelah Kak Melky mengajakku masuk dan dicermati lebih lanjut, tempat tersebut jauh lebih terlihat seperti studio sekaligus tempat kerja. Dengan beberapa unit komputer, laptop, sound system, kamera berbagai tipe dan merek serta berbagai peralatan multimedia lainnya yang tak kutahu fungsinya apa, tersedia di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Novela Juvenil"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...