Triple O em ji. Aku terperangah tak habis pikir melihat apa yang terpampang di depan mataku. Lihatlah! Belasan sepeda motor berbagai jenis dan tipe terparkir rapi di halaman rumah, memenuhi setiap jengkal lantai. Bahkan, jika aku tidak berupaya untuk memiringkan tubuh, rasanya aku tidak bisa lewat untuk masuk ke dalam.
Ada acara apa?
Begitu aku berhasil menjangkau area halaman yang sudah disulap jadi area parkir itu, aku menemukan pintu depan terbuka lebar. Oke, sekarang aku paham. Di dalam rumah sana, ada Ravenza dan seluruh teman-temannya. Triple O em ji, aku benar-benar tidak bisa masuk ke dalam tanpa mencuri perhatian. Tenangkan dirimu, Ayya! Masih ada jalan ninja. Ya, aku bergegas ke halaman samping rumah guna masuk melalui pintu belakang. Mudah-mudahan Mama mau membukakan pintu untukku.
Setelah mengendap-endap bak seorang maling yang takut ketangkap, aku berhasil menginjak halaman belakang rumah. Namun aku tidak boleh bernapas lega dahulu, karena sesuai dugaan, pintu belakang terkunci rapat dan harus dibuka dari dalam.
"Duh... Mama sama Papa ke mana sih? Apa mereka nggak di rumah?" gumamku kesal setelah berusaha mengetuk pintu berkali-kali.
Aku memicingkan mata. Lamat-lamat terdengar suara gelak tawa dari ruang depan, tempat Ravenza dan teman-temannya berkumpul. Astaga, apa yang sedang mereka lakukan? Kerja kelompok? Aku teramat tidak yakin. Akhirnya aku mengambil ponsel di saku kemeja dan mencoba menghubungi nomor adikku, Ravenza.
Sambungan terhubung. Namun beberapa menit berlalu panggilan dariku tak kunjung diangkat. Huh, aku tidak kaget, adikku itu memang sebelas-dua belas mirip Arraja. Sangat menyebalkan dan selalu bikin kesal.
"Duh... gue malas banget kalau lewat depan." Baru saja aku mengatupkan bibir, suara dering ponsel terdengar. Ravenza telepon balik. Cepat-cepat aku langsung mengangkat.
"Eh Rave cepat bukain gue pintu belakang! Gue udah pulang sekolah, keadaan basah kuyup dan kedinginan. Cepet!" seruku langsung tanpa memberi Ravenza kesempatan ngomong kalimat pembuka.
"Idih, idih. Ngapain lo lewat pintu belakang? Nih ya, pintu depan udah gue buka lebar-lebar buat lo!" sahut Ravenza yang diikuti suara-suara dengungan dari teman-temannya.
Aku berdecak kesal. Sudah kuduga, tidak akan semudah yang dibayangkan. "Ravenza... gue males banget jalan di tengah-tengah temen lo yang sok pada kecakepan itu."
"Hilih sinting banget lo! Bilang aja lo insecure karena cewek-cewek di sini pada bening-bening."
Kurang ajar! Namun tak urung perkataannya itu memang ada benarnya. Tapi tidak, aku tidak boleh berada di level yang rendah dibanding anak-anak SMP itu.
"Aduh ngaco lo! Terus Mama sama Papa mana? Suruh salah satu dari mereka bukain pintu belakang kalau lo nggak mau."
"Apa? Jadi lo nggak dikasih tau kalau Papa Mama tadi pagi pulang kampung ke Purwokerto buat jengukin siapa yang sakit, gitu."
"Triple O em ji... kok gue nggak dikasih kabar?"
"Ya mana gue tau–"
"Ravenza ini gimana?" Tiba-tiba terdengar dari telpon seruan dari salah seorang teman Ravenza.
"Bentar bro gue lagi nelepon," sahut Ravenza.
"Eh laknat! Sebenarnya apa yang sedang lo lakuin di dalam?" tanyaku cemas.
"Hahaha." Ravenza tertawa. "Apa lagi kalau bukan party. Bokap nyokap nggak ada, gue party, coy."
Mulutku jadi kembali membuka lebar. "Gila lo! Gue laporin–"
![](https://img.wattpad.com/cover/184817989-288-k783833.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Ficção Adolescente"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...