Eps.27 - Perjalanan Menuju Villa

209 48 100
                                    

Selesai membantu memindahkan semua barang-barang milik Vinny yang berjumlah bejibun itu ke dalam bagasi mobil, aku, Decha dan Erin duduk di kursi teras rumah sembari meminum air mineral dari botol. Sementara itu Vinny masih setia mengurusi Baby bak seorang ibu muda yang baru saja memiliki anak. Melihat kelakuan Vinny, jujur saja aku merasa prihatin. Memangnya ada manusia yang memperlakukan seekor kucing dengan begitu lembut bagai seorang bayi? Ya mungkin memang ada, tapi tidak berlebihan seperti Vinny.

Sedang menahan gejolak batin, tahu-tahu saja terdengar suara deru motor yang segera membuyarkan keresahanku terhadap Vinny. Pengendara motor matic dengan satu orang duduk di jok belakang segera turun setelah berhasil parkir di samping Avanza. Mereka berdua melepas helm, menampakkan wajah Darwin dan Agil.

"Huh, rese banget ya kalian berdua. Datangnya sengaja telat biar nggak dapat jatah angkat-angkat barang!" Aku langsung berdiri, mengomel kepada dua cowok yang tentu saja tidak tahu-menahu penyebab gejolak emosiku.

"Wait, wait... maksudnya gimana sih?" tanya Agil dengan raut heran maksimal.

"Tau nih, kenapa gue sama Agil datang-datang langsung kena omel?" sambung Darwin dengan wajah masam. "Kalau lagi PMS, jangan bawa-bawa kaum yang nggak bersalah dong."

"Udah, udah, lupain aja. Nggak penting juga!" Aku bersedekap dada. "Terus mana temen lo yang lain? Heksa? Arraja? Kok belum pada nongol?"

"Heksa masih di belakang, tadi mampir ke warung dulu makanya tertinggal. Bentar lagi juga nyampai," tukas Darwin seraya duduk di undakan lantai teras rumah. "Kalau Arraja mah tungguin aja, terserah dia mau datang jam berapa, orang dia tuan rumahnya."

"By the way, Vinny... lo lagi gendong bayinya siapa?" Merasa penasaran, Agil menghampiri Vinny, lalu melongokkan kepala ke arah sesuatu yang digendong Vinny. "Ebuseet... gue kira bayi beneran."

"Kena prank lo, Gil. Hahaha." Erin tertawa.

"Ih bukan gitu. Bagi gue, Baby udah gue anggap kayak anak sendiri kok. Iya, kan, sayang?" Vinny menciumi kucing tersebut dengan sepenuh hati.

Agil saling berpandangan dengan Darwin dan Yudis, lalu menggaruk-garuk tengkuk sambil berusaha memaklumi.

"Hallo, Om Agil, Om Darwin, Om Yudis. Salam kenal... aku Baby." Dengan suara yang dibuat-buat seperti anak kecil, Vinny menegakkan tubuh si kucing yang bermata ngantuk itu ke arah tiga cowok yang baru saja dipanggil Om. Sontak saja aku, Decha dan Erin menutup mulut yang segera menganga.

"Yah, Yudis, lo cuma dipanggil Om tuh. Panggilnya Papa dong, Vin." Decha sengaja meledek.

"Ih nggak boleh. Baby belum punya Papa, tau. Tante Decha jangan gitu dong."

Aku dan Erin tertawa, melihat raut muka Decha yang berubah hijau gara-gara dipanggil tante.

"Gue bahkan masih belum punya keponakan." Decha berkata pelan. "Taruhan, nanti nggak lama lagi kalian berdua bakal dipanggil tante juga."

"YUHUU! GUE DATANG, GAES!"

Triple O em ji... suara itu seperti orang tidak punya sopan santun. Datang-datang dari arah pintu pagar, segera berteriak seolah-olah ingin mengumumkan kepada semua orang bahwa dirinya masih keturunan tarzan. Karena Arraja tidak mungkin sealay itu, jelas pelakunya adalah Heksa. Cowok itu berboncengan dengan Sefrila. Datang dengan menggendong tas masing-masing.

"Aduh Heksa, suara lo jangan keras-keras dong! Baby jadi nggak bisa tidur!" Vinny langsung menyemprot Heksa, menampilkan raut wajah sebal.

"Hah? Baby siapa?" Heksa menyaku kunci motor, bertanya heran kepada Darwin, Yudis dan Agil yang sedang sibuk dengan ponsel masing-masing.

Crazy Couple [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang