"Mas, aku benar-benar nggak menyangka. Kamu setega ini Mas sama aku? Kamu ternyata punya istri simpanan di luar sana. Tega kamu, Mas. Aku ini istrimu, Mas. Kamu udah menyakiti hati aku. Menyakiti hati keluargaku." Aku menangis tersedu-sedu mendapati kenyataan pahit ini.
"Sayang, tenang dulu. Aku bisa jelasin semuanya. Ini nggak seperti yang kamu pikirkan."
"Sungguh jahat kamu, Mas. Padahal selama ini aku udah mengorbankan segalanya demi kamu, Mas. Aku sudah meninggalkan ayah dan ibuku di kampung, membantah omongan mereka. Itu semua aku lakukan demi kamu, tapi kamu malah membalas dengan cara seperti ini? Menyakitiku. Dasar laki-laki brengsek kamu, Mas."
"Sayangku, istriku... aku mohon..."
"Stop, Mas! Jangan sentuh aku. Aku jijik, Mas. Aku jijik sama kamu. Kumenangiiiss... membayangkan, betapa–"
"Oke, cut!" Suara Arraja sontak menghentikan aktingku dan Yudis yang sedang beradegan layaknya pasangan suami-istri.
Arraja geleng-geleng kepala, menampilkan raut wajah yang sangat tidak enak dilihat. "Gue yang jadi jijik ngelihat akting lo barusan, Ay."
Aku menganga karena langsung mendapat penilaian sadis dari Arraja.
"Dan lo Yudis, kok lo mau-mau aja diajak akting gila sama si Ayya?"
Yudis terkekeh. "Gue cuma membantu Ayya doang, Ja. Dia butuh partner buat mengasah kemampuan akting, katanya."
"Iya, Ja, gimana tadi akting gue? Bagus nggak?" Aku tersenyum lebar, berusaha mengambil hati Arraja.
"Sudah gue bilang tadi, akting lo bikin gue jijik. Udah begitu, lo terlalu menye-menye. Sangat nggak cocok buat projek gue nanti. Jadi, lo nggak bakal gue kasih kesempatan ikut jadi pemain."
"Triple O em ji... Arraja, gitu banget sih sama gue? Gue udah berusaha loh supaya lo percaya kalau gue punya bakat akting."
"Iya, Ay, tapi gue sama Melky nggak ada niatan buat bikin film modelan istri-istri tersakiti begitu, kayak yang barusan lo peragakan."
"Itu kan cuma seumpama doang, Ja."
"Udahlah jangan dulu ngebahas itu, sekarang gimana, kita semua mau jadi pulang siang ini nggak?" tanya Arraja, menatapku dan Yudis bergantian.
Oke, semenjak peristiwa terbongkarnya dalang dari kejadian ganjil yang kami alami beberapa hari lalu di villa ini, akhirnya hari ini kami memutuskan untuk pulang, meninggalkan villa. Cerita duo tuyul raksasa yang diperalat oleh Cherry berakhir happy ending. Maksudku, mereka berdua langsung diberi kebebasan untuk enyah dari villa ini setelah apa yang mereka perbuat, toh setidaknya dua pria suruhan Cherry itu sudah mendapat ganjaran berupa pukulan-pukulan brutal dari tangan Arraja, Yudis maupun anak-anak cowok yang lain hingga membuat wajahnya jadi babak belur. Duo penjahat itu pergi menggunakan sepeda motor yang ternyata dititipkan di rumah salah satu penduduk desa yang terletak beberapa kilometer dari villa.
"Anak-anak yang lain pada keluar, Ja. Katanya sih mau jalan-jalan di sekitar sini dulu," jawab Yudis sambil duduk di sofa ruang tengah, mengambil botol minuman sebelum menenggaknya.
"Tapi semuanya udah siap, udah packing dengan rapi kok, Ja." Aku ikut duduk di sebelah Yudis, membuka ponsel untuk bermain game Zuma seperti biasa.
"Ya udah kalau begitu, gue mau pamitan dulu sama Pak Ikhwan. Melky udah nunggu di depan. Kalian berdua jagain villa ya." Arraja menyampirkan tas, mengambil permen karet di saku kemeja, membukanya sebelum dimasukkan ke dalam mulut.
"Siap, Ja. Hati-hati." Yudis mengangkat tangan, hormat.
Arraja lantas bergegas pergi, meninggalkan villa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Novela Juvenil"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...