Triple O em ji. Ya Tuhan, seumur-umur aku tidak pernah membayangkan akan mengalami peristiwa menegangkan nan berbahaya seperti sekarang. Peristiwa yang menyangkut hidup dan mati. Dahulu aku selalu memikirkan jika masa-masa remajaku akan dihiasi kisah manis layaknya drama-drama romantis tanpa sempat terpikir sedikit pun kejadian mengerikan ini.
Oke, jika dibandingkan dengan kejadian yang sempat menimpa kami selama berlibur di villa kemarin, tentu saja itu tidak ada apa-apanya. Karena saat ini, kejadian yang kami alami lebih dari cukup untuk membuat nyawa kami semua benar-benar melayang.
"Seperti kata mereka, kita akan berakhir mati dengan tragis di sini."
Itulah kata-kata dari mulut Heksa yang menggambarkan situasi dan kondisi kami saat ini.
"Heksa, Agil, jangan berbicara seolah-olah kita udah putus asa begitu, dong. Gue yakin kita akan selamat." Yudis berusaha memberikan kekuatan di antara kami yang kini merasakan hawa panas tak terkendali.
Aku menangis, rasanya ingin naik ke atas apa pun yang terjadi. Aku harus bersama Arraja. Aku harus ada di sisi dia.
"... sekarang begini ya. Kita sama-sama harus keluar dari sini karena gue yakin masih ada kesempatan untuk selamat. Heksa, lo bisa bantu gue bawa Darwin, sementara Ayya dan Sefrila, kalian berdua papah Agil." Yudis memutuskan tindakan.
"Tolong jangan ada yang berani membantah!" Yudis mengangkat tangan, tahu betul jika salah satu dari kami hendak memprotes.
"Oke baik, gue setuju." Heksa melangkah menghampiri Darwin yang pingsan, dibantu oleh Yudis. Sementara aku dan Sefrila membantu Agil berdiri meski kondisi kakiku juga tidak baik-baik saja.
"Bismillah, kita bisa!" Yudis mulai menegakkan tubuh Darwin yang secara perlahan mulai sadar, tetapi tetap lemas tak berdaya.
"Yudis, lalu gimana sama Arraja, Kak Melky dan Radhif di atas sana?" tanyaku saat kami sudah mulai berjalan hati-hati, menghindari percikan api.
"Lo harus percaya. Kita semua harus percaya. Mereka bertiga bisa mengatasi semua ini dengan baik!" Yudis mengangguk penuh keyakinan.
Akhirnya mau tidak mau, aku harus rela keluar terlebih dahulu, meninggalkan Arraja dari tempat ini. Rasa takut, panik, waspada terhadap api di sekeliling, menjadi teman kami selama menapaki tangga menuju akses lantai satu untuk menuju jalan keluar. Namun setidaknya, lantai dan tangga tersebut tidak terbuat dari benda yang mudah terbakar. Sehingga hal itu cukup memberikan kemudahan bagi kami untuk sampai di lantai dasar dengan waktu yang tidak terlampau lama.
Akan tetapi, lantai dasar dilahap si jago merah dengan ganas. Sudah banyak peralatan yang terbakar, menjalar ke dinding-dinding. Kepulan asap semakin memberatkan langkah kami semua.
"Sefrila! Ayya! Harus hati-hati! Waspada dengan api di sekitar!" seru Heksa yang berjalan di depanku dan Sefrila yang tertatih-tatih merangkul Agil.
Aku dan Sefrila hanya mengangguk, tidak perlu diingatkan kami sudah mengikuti gerak-gerik Yudis dan Heksa untuk tetap melangkah di jalur yang aman dari terjangan api.
"Makasih, Ayya, Sefrila... udah berusaha bantuin gue," ujar Agil. "Sori ya gue jadi cowok malah ngerepotin kalian begini."
"Lo udah melakukan yang terbaik, Gil. Lo udah berusaha melawan para penjahat itu. Harusnya gue yang bilang sori," sahutku penuh rasa bersalah.
"Yudis! Awas!" Heksa refleks berteriak, menarik tubuh Yudis menjauh dari jatuhnya sebuah papan panjang yang terbakar api. Telat sedetik saja, Yudis sudah tertimpa benda tersebut. Namun akibatnya, Heksa kurang tepat menyeimbangkan diri, membuat tubuh cowok itu terjatuh, melepaskan rangkulan di pundak Darwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Teen Fiction"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...