Eps.17 - Menggapai Janda Bolong

317 66 70
                                    

Mengarungi waktu berdua dengan Arraja nampaknya memang sudah menjadi bagian dalam kehidupan masa remajaku. Hingga detik ini aku masih tidak menyangka bahwa sosok Arraja yang rupanya datang mewarnai hati dan menjadi sandaran jiwaku. Menghapus jejak-jejak kesepian yang pernah mendera hatiku.

Hari semakin siang beranjak, setelah tadi mengisi perut dengan bubur ayam, Arraja kembali mengajakku jalan untuk menonton para bikers yang sedang beratraksi di atas sepeda. Menonton atraksi BMX tersebut tak berlangsung lama, Arraja mengajakku membeli berbagai aneka es krim di sebuah kedai. Tunggu dulu, es krim tersebut bukan untukku, melainkan untuk adik laki-lakinya yang masih SD.

Tidak lupa juga di berbagai jalan, Arraja menyempatkan diri untuk memotret aktivitas orang-orang secara candid. Seperti Pak Tua yang sedang mengayuh becak, mbok-mbok penjual jamu, anak kecil lari-larian sambil menggendong layangan, dan segenap kegiatan lainnya.

Sebelum kami memutuskan menyudahi acara jalan-jalan ini, aku diharuskan menemani Arraja ke sebuah toko bunga. Iya, toko bunga. Apa kalian berpikir Arraja akan memberikanku bunga?

"Tadi gue habis beli pesanan dari adik gue, sekarang giliran gue beli pesanan nyokap gue. Nyari bunga yang namanya Janda Bolong."

Mendengar kata 'janda bolong' aku juga jadi teringat Mamaku yang kemarin sempat ngebet kepingin membeli tanaman tersebut. Namun karena berharga mahal dan juga larangan Papa akhirnya Mama terpaksa memendam keinginan tersebut. Aduh, seandainya uang tabunganku cukup, mungkin aku akan membeli bunga janda bolong itu sekaligus di sini.

"Ehm Mama lo suka bunga juga, Ja?" tanyaku begitu kami sudah sampai di surganya para pecinta bunga.

"Seneng banget, banyak koleksi yang sudah dia punya. Tapi kali ini katanya dia pengen yang lagi viral itu."

Aku manggut-manggut, merasa tidak heran dengan para ibu-ibu penyuka bunga yang selalu mengikuti arus trending. Aku menatap ke sekeliling, mendapati berbagai aneka tanaman bunga hias yang dipajang di pot-pot. Seperti bunga anggrek, gelombang cinta, kembang sepatu, bunga melati, bunga tulip, bougenville, mawar merah hingga mawar kuning.

"Nama bunganya ambigu banget ya. Kenapa harus pakai nama janda sih? Lo tahu bentukan bunganya kayak apa, Ay?" tanya Arraja. "Gue kan nggak sempat browsing."

Menghela napas, aku menjawab. "Bentuk daunnya itu bolong, Ja. Mama gue juga udah pernah liat. Tapi belum sempat beli, habis harganya katanya mahal banget."

"Oke kalau gitu lo bisa bantu gue milih." Arraja mengangguk, pandangannya menyusuri jajaran bunga di hadapannya.

"Hallo, Kak, selamat siang dan selamat datang di toko bunga Sweety Flower." Seorang cewek remaja yang merupakan pekerja di toko bunga tersebut muncul dari dalam sebuah bangunan, di samping toko ini.

Sedetik setelah sapaan itu terucap, dunia terasa berhenti berputar. Dunia terasa jungkir-balik. Dunia mendadak miring. Namun, semua itu bukan aku yang merasakan, melainkan Arraja. Cowok tengil itu terpaku di tempat tatkala matanya bertemu pandang dengan cewek penjaga toko bunga tersebut. Seketika aku merasa ada yang tidak beres, aku merasa dunia akan kiamat. Lupakan janda bolong. Lupakan bunga-bunga mekar yang indah. Triple O em ji... cewek remaja berambut panjang sepunggung itu dengan perlahan menerbitkan seulas senyum yang ditujukan untuk Arraja.

"Kak... Kak Arraja? Kamu Kak Arraja, kan? Arraja Glencio Winata."

Aku membekap mulut tak percaya. Rupanya benar. Cewek ini kenal dengan Arraja bahkan hafal dengan nama lengkap Arraja. Dalam hati aku langsung bertanya-tanya. Siapakah cewek ini? Mantan pacar Arraja?

"Elo... bentar, bentar." Arraja mengusap wajah, seolah untuk memastikan bahwa ia tidak sedang halusinasi atau sedang mimpi. "Lo... Rifka? Rifka Aura Irsyani?"

Crazy Couple [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang