Eps.3 - Misteri Anak Baru

669 168 91
                                    

Dulu aku sempat berangan-angan untuk pindah ke kelas lain saja lantaran sangat gerah satu atap dengan Arraja. Aku dulu pengen masuk kelas Bahasa dan satu kelas dengan Orion yang saat itu terlihat segar dan tentram. Intinya, sepanjang nyaris tiga tahun aku ingin pisah kelas dengan Raja Jahil Titisan Neraka itu. Namun itu dulu, sekarang saat hubungan kami sudah berbeda dari sebelumnya, niatan dan keinginan tersebut sudah lebur dengan sendirinya. Namun rupanya Arraja dipindahkan ke kelas 12 IPA 1 oleh dewan guru entah bermotif apa, yang jelas, menurut penuturan Bu Genviel, posisi Arraja akan diisi oleh anak baru.

Seandainya hal tersebut terjadi beberapa bulan silam, tentu keadaannya akan berbeda, mungkin aku tak segan-segan akan mengadakan konser atau party di kelas untuk merayakan kepergian Arraja dari kelas 12 IPA 5 ini, tak peduli teman-teman satu gengnya yang bersedih-sedih ria.

Apa kalian berpikir saat ini aku juga merasa sedih ditinggal Arraja? Triple O em ji... jawabannya tidak sama sekali. Dih buat apaan sedih? Lagi pula kami masih satu lingkup sekolah dan kepindahan Arraja tidak akan memengaruhi hubungan kami nanti. Seperti yang sudah aku katakan, justru di sisi lain aku malah merasa lega pisah kelas dengan Arraja, sebab pikiranku akan fokus belajar dan tidak melulu terusik dengan kehadirannya di dekatku.

"Ayya, are you okay?" Decha menceletuk, membuyarkan lamunanku.

Belum sempat aku menjawab, terdengar pertanyaan-pertanyaan yang serupa dari teman-teman cewek satu kelas.

"Iya, Ay, lo nggak apa-apa ditinggal Arraja?"

"Betul Ay, lo baik-baik aja kan? Jangan sedih ya."

"Ayya, lo yang kuat ya LDR dikit sama Arraja."

Sejujurnya aku senang lantaran teman-teman satu kelasku ini berada di tim Arraja-Ayya dan mereka mendukung hubungan kami. Tetapi terus terang saja aku tidak suka dengan bentuk pertanyaan yang mereka lontarkan barusan, seolah-olah hatiku remuk redam lalu hancur berkeping-keping gara-gara berjauhan dengan Arraja. Perlu dicatat baik-baik dengan rapi biar bisa dibaca, aku belajar untuk tidak selebay itu kok.

Akhirnya aku berdiri, mengangkat kedua tangan bermaksud meredakan suara-suara yang terlihat sedang menyemangatiku itu.

"Triple O em ji... ehm sebelumnya gue mau bilang makasih buat kalian karena udah semangatin gue, tapi plis kalian nggak usah berlebihan gitu Emang gue kenapa? Gue sejuta persen baik-baik aja, malah gue seneng pisahan sama Raja Neraka itu."

"Hah? Masa sih? Gue nggak percaya, Ay. Pasti lain di mulut, lain di hati," ujar Vinny sembari menatapku dengan raut simpati. Hello... aku tahu kalau aku cupu, tetapi memangnya wajahku terlihat seperti orang nelangsa?

Sontak saja teman-teman pada setuju dengan omongan Vinny barusan.

"Iya, Ay, lo boleh kok melampiaskan kesedihan lo sekarang juga dengan cara... gantung diri mungkin," tukas Darwin sambil pasang muka serius.

"Buat apa gue bohong? Nih ya dengerin, lagian kalian salah tempat untuk bertanya deh. Semestinya kalian nanya hal semacam itu ke Heksa. Lihat tuh cowok mukanya udah kayak air keruh gara-gara ditinggal sang bestie."

Dalam hitungan satu detik, semua kepala dan mata tertuju kepada Heksa di bangku belakang yang sedang duduk dengan muka datar. Saat tersadar semua teman satu kelas sedang menatapnya, dengan polos Heksa ikutan menengok ke arah belakang.

"Kalian pada ngelihatin apaan?" tanya Heksa bingung. "Apa ada hantu di belakang gue?"

"Kalian semua lihat kan? Heksa lebih galau dibanding gue."

"Gue? Why?" Heksa menunjuk dirinya sendiri.

"Katanya lo yang paling galau gara-gara Arraja pindah kelas," pungkas Darwin yang duduk di baris depan Heksa.

Crazy Couple [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang