"Ayya... kok lo ngelihat gue kaget dan kayak ketakutan gitu? Kebalik dong, harusnya kan gue yang takut ngelihat lo." Radhif berbicara dengan begitu santai. Cowok itu menggeser duduknya lebih dekat ke arahku.
"Radhif... gue mau turun di sini!" Aku berusaha untuk berdiri.
"Ayya, lo nggak bakal bisa lari dari sini. Tiga orang yang berada di bus ini, semuanya adalah temen-temen gue, termasuk supirnya." Radhif menyeringai lebar. Mengepulkan asap rokok dari mulut dan hidungnya.
Aku tercekat tak percaya mengetahui dan tersadar bahwa rupanya aku sudah terkena jebakan Radhif. Bus ini entah bagaimana caranya bisa menjaring aku, seakan-akan sebelumnya sudah direncanakan terlebih dahulu. Mataku terbelalak saat dua cowok penumpang lain yang disebut-sebut sebagai teman Radhif itu menoleh ke belakang, menghadap lurus ke arahku. Dua cowok berpakaian hitam dan memakai topeng wayang yang menutupi wajah mereka. Dengan kompak, dua cowok wayang itu melambai-lambaikan tangan. Aku yakin, di balik topengnya, mereka sedang menyeringai keji.
Ternyata benar dugaanku, dua orang penculik waktu itu merupakan orang yang berhubungan dengan Radhif. Aku membatin seraya mengira-ngira apakah dua cowok wayang itu adalah Yudis dan Agil.
"Terus mau lo apa, Dhif? Bukankah temen-temen lo itu udah pernah mengancam gue supaya nggak ikut campur urusan dan kehidupan elo? Gue udah ngelakuin itu. Jadi tolong, jangan seret gue ke dalam masalah dalam bentuk apa pun."
Radhif tertawa keras. "Ayya, Ayya. Di antara sekian banyak anak-anak di sekolah, cuma elo satu-satunya orang yang tau rahasia gue ini karena sifat kepo lo yang sangat tinggi. Bahkan, Cherry yang kerja sama bareng gue aja nggak tau rahasia gue."
"Lo... lo kerja sama dengan Cherry?" Aku semakin tidak tahu lagi.
"Ya, gue kerja sama bareng Cherry untuk menjalankan misi balas dendam. Dendam dari Orion untuk menghancurkan Arraja!" Radhif tersenyum sinis.
Mendengar nama Orion disebut, jantungku seketika kembali berdentum kencang.
"Jadi lo... dibayar buat membalaskan dendam? Lo dibayar berapa, Dhif?"
"Bukan urusan lo, Ayya! Itu bukan urusan lo!" Radhif mendesis tajam.
"Radhif... tolong... gue mohon." Aku menggeleng pelan, menatap Radhif penuh permohonan. "... balas dendam seperti apa yang bakal lo lakuin? Membunuh gue dan Arraja? Plis jangan kayak gini, Dhif."
Aku memejamkan mata, merasa tak habis pikir dengan manusia-manusia pemuas dendam seperti yang dilakukan oleh Radhif.
Radhif membuang puntung rokok melalui pintu sebelum kepalanya menoleh ke arahku. "Tenang aja, misi balas dendam itu sudah gue batalkan kok! Lagian, gue udah cukup nurut buat ngikutin segala skenario Cherry waktu itu."
Aku mengernyit, semakin bingung.
"Iya... saat pementasan drama. Semuanya udah disusun sesuai rencana Cherry. Gue disuruh mengundurkan diri dari peran Beast sehari sebelum drama dimulai. Lalu, Cherry akan meminta Arraja menggantikan pemeran Beast. Cherry yakin Arraja mau nggak mau akan menerima itu lantaran lo yang udah mendapat peran jadi Beauty. Setelah itu, lantas Cherry menyusun skenario berikutnya yaitu buat menculik lo melalui tangan teman-teman gue, yang saat ini mereka lagi berada di depan lo itu, Ayya."
"Dengan begitu, Cherry bisa bersanding dengan Arraja di atas panggung dan mempermalukan gue." Aku menggumam, teringat kejadian beberapa waktu lalu.
Radhif mengangguk.
Pantas saja. Semua yang kualami pada saat acara pementasan drama bukan hanya kebetulan semata. Rupanya benar, di situ terdapat campur tangan dan skenario jahat dari Cherry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Teen Fiction"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...