"Heran deh. Cherry aja yang cantik dan glowing nggak sampai segitunya sama cowok. Dasar lo aja yang kegatelan, Ay," timpal Dinar dengan seringai sinis.
"Yup, betul banget. Kelihatan jelas banget pakai pelet, sis." Mikhaila bersedekap dada, menatapku dari ujung kepala sampai ujung sepatu dengan sorot mata meremehkan.
"WOY!! Dinar, Mikha!!" Arraja maju selangkah di hadapan kedua cewek sombong itu. "Cari mati banget ya kalian berdua berani ngatain Ayya di depan gue! Dengerin!" Arraja menatap tajam lawan bicaranya. "... lo menghina Ayya, sama aja lo menghina orangtuanya. Lo menghina Ayya, sama aja lo menghina ciptaan Tuhan. Kalau nggak ingat kalian berdua cewek, nyawa kalian udah gue bikin melayang sekarang juga!"
Terus terang saja, mendengar itu aku malah nyaris mewek. Sebenarnya kombinasi rasa sakit hati akibat hinaan Mikha dan Dinar serta pembelaan Arraja itulah yang membuatku tak kuasa hendak mengeluarkan air mata haru.
Penasaran dengan reaksi Mikha dan Dinar, air mataku tak jadi menetes.
Alih-alih merasa takut dengan hardikan dari Arraja barusan, Mikhaila justru malah menantang balik dengan mata mendelik. "Eh Arraja, lo harus sadar, lo tuh diguna-guna sama Ayya."
"Diam!" desis Arraja, menahan emosi. Aku sendiri hanya bisa membisu, tak berusaha menghalangi Arraja yang beraura seram seperti hendak menerkam Mikha dan Dinar. "Gue suka sama Ayya karena dari hati terdalam gue sendiri. Bukan karena hal-hal mistis yang kalian dan semua orang pikirkan. Satu hal yang harus kalian tahu kenapa gue suka banget sama Ayya. Hati dia baik, bersih, nggak kayak kalian yang otak dan hatinya kosong, serta fisik yang cuma modal bedak, kutek, dan catok!"
Usai mengatakannya, Arraja segera menyeretku pergi menuju gedung sekolah. Meninggalkan Mikha dan Dinar yang mulutnya kompak ternganga lebar.
Sepanjang di koridor ketika Arraja menggandeng tanganku, banyak pasang mata yang menatap penuh iri, penuh dengki dan penuh sindiran yang berbau nyinyir. Kali ini, rupanya aku tak benar-benar bisa menahan tangis. Air mataku jatuh ke pipi yang berjerawat.
"Arraja!" Aku berhenti.
Arraja menoleh dan menatapku. "Apa? Mau protes?"
Aku menggeleng pelan, tersenyum tipis seraya mengusap ujung-ujung mata. "Aku tresno banget karo koe, Mas. Madep mantep karo koe, Mas. Nek ora koe, lewih apik aku ora wae, Mas."
Arraja menekuk wajahnya, terlihat frustrasi dengan apa yang aku utarakan barusan. "Ayya, lo ngomong pakai bahasa Jawa, sengaja biar gue nggak tau artinya?"
"Lo nggak perlu tahu artinya, tapi pasti lo paham maknanya, Ja," ucapku sambil menyedot ingus yang keluar.
"Nggak paham sama sekali, Ay."
"Udah ah." Aku menghentakkan kaki. "Besok-besok aja lo cari tahu sendiri artinya apaan." Usai berkata, aku segera pergi mendahului Arraja.
"Hei, Ay, tunggu dong!"
"Apa, Ja? Kita kan udah nggak sekelas."
Arraja menepuk jidat, seolah baru tersadar. "Oh iya gue lupa. Tapi, gue bakal anterin lo sampai ke kelas sekalian gue mau jenguk cecunguk-cecunguk gue."
Aku mendengus. "Jahat lo ngatain teman sendiri cecenguk."
"Bodo amat, gue kan Rajanya mereka." Arraja terkekeh atas ucapannya sendiri.
Sesampainya di depan kelas 12 IPA 5, ternyata anak-anak cowok sudah banyak yang nongkrong di depan kelas sambil mendongeng ngalor-ngidul. Begitu sadar kedatangan aku dan Arraja, mereka langsung pasang senyum lebar.
"Arraja, lo balik kelas ini lagi ya?" tanya Darwin seketika dengan ceria.
"Yee, itu mah maunya elo. Gue cuma mau nengok kalian-kalian semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [End] ✔
Novela Juvenil"Tapi lo beneran nggak marah sama gue, kan?" "Nggak kok." "Serius?" "Susah juga buat marah sama lo," tukas Arraja cuek, tapi berhasil membuatku melengkungkan senyum tipis. "Habis, kalau gue marah beneran, gue takut..." Arraja menatapku dalam-dalam...