Prolog

1.6K 59 0
                                    

Jika bisa keluar dan meminta maaf lagi, ia ingin melakukannya. Jika saat ini bisa saja ia menerobos kamar yang berada di sampingnya seperti yang ia lakukan sebelum-sebelumnya, ia ingin memutar balik waktu.

Namun sekarang yang hanya bisa ia lakukan hanyalah merenung dan merengkuh tubuhnya sendiri dalam perasaan bersalah yang mendalam.

Sudah tiga hari sejak kejadian yang membuatnya merasa seperti sampah yang hanya membebani orang lain. Selama itu juga ia mengurung diri di kamar.

Dari tempatnya yang di kasur, ia bisa melihat jajaran motor besar yang terparkir di halaman depan rumahnya walaupun terhalangi gorden tipis.

Kembali, ia menundukkan wajahnya. Rasa bersalah dan sedih lagi-lagi menggerogoti dadanya.

'Aku bakal mundur dari Logaskar'

Sepertinya lagu rock yang ia putar di headset-nya tidak mempan. Kalimat itu terngiang lagi dalam benaknya. Bahkan ia rasa ia bisa mendengarnya dengan jelas, sama seperti saat pertama kali ia dengar pagi tadi.

Ratusan kata maaf ia ulangi dalam hatinya. Ia tau ia adalah penyebabnya namun sekarang apa? Ia hanya bisa mengurung dirinya sendiri.

BRAK

Suara nafas laki-laki memenuhi ruangan yang senyap ini. Orang yang menjadi penyebab pintu kamar itu dibanting mengerutkan dahinya dengan mata yang bergerak melihat setiap sudut kamar asing yang ia masuki ini.

Hingga akhirnya pandangannya terhenti kepada seorang gadis yang sedang duduk diatas kasur, merengkuh tubuhnya, dengan headset yang menyumbat telinganya.

Laki-laki itu mengatur nafasnya lalu perlahan mendekati gadis yang tidak menyadari kehadirannya disitu.

Saat sudah berdiri di depan kasur gadis itu duduki, ia menghela nafas berat. Entah mengapa.

Sepertinya gadis ini tetap belum menyadarinya walau sudah tepat di depannya.

"Hey," bisik laki-laki itu, tepat saat lagu yang ada diputar gadis itu mulai berakhir.

Gadis itu membuka matanya perlahan, tetap dengan kepalanya yang menunduk. Ia belum mau melihat siapa-siapa saat ini, dan dengan kaki yang terbalut celana hitam itu, ia tau seseorang ada di depannya.

Merasa tebakannya benar bahwa gadis di hadapannya ini tidak mau melihatnya walau sudah membuka matanya, ia mengulurkan tangannya ke dagu gadis itu dan mengangkatnya pelan.

Tatapan mereka bertemu. Mata gadis itu berkaca-kaca, dan sepertinya ia tau penyebabnya.

Laki-laki itu langsung membuang nafas. Jarinya mengusap pelan dagu gadis itu lalu beranjak meraih tangan gadis itu dan duduk di sampingnya.

Mata gadis itu mengikuti gerak-gerik laki-laki itu. Lagu yang ada di headset-nya sudah berakhir tepat saat laki-laki itu duduk disampingnya.

Laki-laki itu kembali menatapnya, pandangan mereka kembali beradu, dengan jari yang mengusap pelan tangannya yang digenggam oleh lelaki itu.

Tanpa bertanya, tubuh laki-laki itu maju sendirinya, memeluk gadis itu.

Gadis itu tidak berkata apa-apa, namun tangannya membalas pelukannya. Sepertinya dirinya memang membutuhkan pelukan. Dan harus ada yang menerobos masuk begitu saja untuk itu.

"Aaron," panggil gadis itu dengan pelan.

"Hm?"

Deheman itu cukup membuktikan bahwa itu benar-benar Aaron yang ia tau.

"Aaron," panggilnya lagi.

"Iya," jawab Aaron.

Gadis itu terdiam selama dua detik, lalu lanjut berkata,

"Lo masuk sembarangan lagi."

Aaron yang mendengar itu terkekeh pelan.

"Berarti seharusnya lo usir gue lagi dong, bukan peluk gue kayak gini," balasnya, sedikit mengejek.

"Gak apa-apa. Buat kali ini lo gue izinin. I needed a hug." Matanya terpejam, menyerapi pelukan itu.

Aaron tersenyum seraya mengusap pelan punggung gadis itu.

"Anytime you want, Lilith," lirihnya juga dengan mata yang terpejam.

ilomilo

Hai!! Makasih udah baca prolog "Burning Hearts" yaa!! Tell me ur opinion about this, karena ini pertama kalinya nulis cerita haha i hope u enjoyed it tho :DD

Burning HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang