Happy reading! Jangan lupa komen setiap tanggapan kalian yaa, bebas. ;)
###
Lilith keluar dari cafe dengan nafas yang memburu, seakan ia menahan nafas selama di dalam.
Saat sedang mencoba untuk menstabilkan lagi nafasnya, suara seseorang terdengar dari dekat.
"Iya, ini lagi di cafe tempat Aaron tampil."
Saat nama Aaron kembali terdengar, ia lebih memasang telinga.
Selanjutnya, keheningan terjadi. Setelah beberapa saat, orang itu kembali bersuara.
"Iyaa, Liam tai ayam. Tenang ae."
Yang Lilith bisa simpulkan adalah orang itu tengah melakukan panggilan. Liam? Nama yang umum. Cukup banyak orang di Indonesia memakai nama itu. Namun jika orang terdekat bernama tersebut, tetap saja akan terpikir si orang terdekat. Dan Aaron-Liam? Mereka berdua saling mengenal, bisa saja 'Liam' yang disebut orang itu adalah Liam kakaknya.
Suara langkah kaki kini yang terdengar, diiringi pembicaraan yang sekarang terdengar dari dua orang. Sepertinya orang yang tadi sedang menelpon bersama orang lain.
"Gimana, Wan?" tanya teman orang itu.
Perbedaan suara antara orang yang sebelumnya berbicara dan orang yang baru saja berbicara membuat Lilith tau, itu orang yang berbeda."Gatau, tuh. Katanya si Lilith tiba-tiba langsung off gitu aja."
Lilith yang mendengar namanya disebut langsung yakin bahwa 'Liam' yang tadi dibawa-bawa adalah Liam kakaknya.
Suara langkah kaki tidak lagi terdengar. Lilith menengok ke kanan ketika merasa ada kehadiran seseorang disana.
"Eh, Lilith?"
Suara itu sama dengan orang yang menelpon kakaknya tadi. Berarti dia orang yang sama.
Dan wajah itu ... Lilith merasa tidak asing. Ketika ia mencoba mengingat-ingat lagi siapa saja yang terlintas di benaknya, ia terpikir dengan Awan, teman se-geng kakaknya. Wajah yang ada di imajinasinya dan yang tengah ia lihat sekarang sama, berarti dia memang teman kakaknya.
"Awan, kan?" tanya Lilith sekedar basa-basi. Awan menganggukkan kepala.
Jangan berkata bahwa Lilith tidak sopan memanggil teman kakaknya hanya dengan nama, tidak ada embel-embel 'kak' di awalan. Teman-teman Liam sendiri yang memintanya untuk melakukan itu.
"Masih ingat gue, nggak?" Teman Awan yang tadi dikira Lilith orang asing menimbrung. Lagi, satu orang yang merupakan teman Liam juga terlintas dibenaknya.
"Gori-gori!" jawab Lilith dengan mantap.
Teman-teman Liam dan Lilith sejak dulu sering bertemu. Walaupun tidak sering nongkrong bareng, pertemuan seminggu yang bisa sampai tiga atau empat kali tidak akan membuatnya melupakan teman-teman kakaknya, kan? Oleh karena itu Lilith yakin akan ingatannya.
"Yakali lah, lupa," Gori berkata dengan percaya diri.
Awan di sebelahnya berdiam sejenak lalu berkata, "Baru mau masuk, Lith? Ato udah mau cabut?"
Lilith meneliti raut wajah Awan. Cara bertanya Awan seperti mengharapkan satu jawaban dari Lilith. Jawaban yang bisa membuatnya lega.
"Oh, ini baru mau masuk tapi tiba-tiba ada urusan mendadak jadi harus pergi lagi." Lilith memutuskan untuk menjawabnya seperti itu.
Awan membuang nafas. "Oke kalo gitu. Hati-hati di jalan, ya."
"Hati-hati, Lith. Awas nabrak," ceplos Gori yang hanya dibalas dengan kekehan oleh Lilith.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burning Hearts
Dla nastolatków[COMPLETED] Melewati dua keputusan besar di dalam hidup Aaron, yaitu mundur sebagai ketua Scorpion lalu menjadi bagian dari Vegas, berarti juga melewati banyak malam di berbagai macam club, arena balapan, bahkan kantor polisi, dan tentunya panggung...