izin papa

113 20 0
                                        

Malam ini, canda tawa menghiasi meja makan itu. Antara dua orang tua serta seorang putrinya. Sementara tiga putra mereka fokus pada makanan mereka. Sania teringat sesuatu dan meraih hpnya mengecek sesuatu.

“Ada apa sayang?” tanya Tias melihat kesedihan di wajah putrinya.

“Sefia kemana ya? Dari tadi siang aku chat gak dibalas dan telfon ku gak dijawab sama dia...”

Tias dan Bram mengerutkan alisnya bingung.

“Tadi siang dia izin mau ke rumah nenek dan kakek katanya. Apa dia belum kembali juga?” ucap Bram seraya mencoba menelfon putrinya itu juga.

“Bukannya rumah papa mama Deket pa? Masa sampai sekarang belum kembali juga?” Tias mulai khawatir dengan anak gadisnya itu.

Inilah yang di khawatirkan saat seperti ini. Mereka tidak bisa mengawasi Sefia dengan baik padahal anak itu juga tanggung jawab mereka.

“Biar aku coba telfon papa mama dulu...”

Bram mencoba menelfon papa mamanya dan untungnya dijawab juga.

“Halo pa...”

...

“Begini pa, apa Sefia ada disana?”

...

“Ah...begitu. bukan apa-apa pa. Kami hanya ingin memastikan saja. Baiklah pa, aku tutup dulu. Iya pa, selamat malam...”

Bram mematikan panggilannya membuat Tias penasaran.

“Bagaimana pa? Apa Sefia datang kesana?” tanya Tias khawatir.

Bagaimanapun dia tahu Sefia sudah lama sejak terakhir kali tinggal di kota itu. Bagaimana jika dia tersesat dan diganggu orang? Namun kekhawatirannya menghilang saat Bram menjawab pertanyaannya.

“Papa bilang, Sefia menginap disana. Sefia juga sedang bermain dengan anak-anak tetangga mereka dan sekarang dia sedang diajak mencari belut sawah oleh teman barunya disana...” jawab Bram tersenyum.

“Cepat sekali dia membaur disana. Bahkan sampai sibuk hingga tidak berkabar...” ucap Tias sambil tertawa pelan.

Sania tidak marah. Dia malah senang saudarinya itu mau menginap disana menemani nenek kakeknya. Sania sempat khawatir nenek kakeknya menolak bertemu Sefia mengingat Sefia pergi lama bersama mama Clara.

Tapi, teman? Sania sedikit merasa iri pada Sefia. Dengan cepat saudaranya itu bisa memiliki teman di tempat baru sedangkan dia yang sudah besar disini sejak kecil saja tidak memiliki satu orang temanpun.

Apa aku bertanya saja pada Sefia cara memiliki teman? Dia pasti mau membantuku. Lagipula, papa bilang akan memberikanku waktu untuk me time ku. Bagaimanapun dia akan satu sekolah denganku dan dia akan tau aku tidak memiliki teman melainkan pembully di sekolah itu...”

Sania menghela nafas dalam sudah bersiap-siap untuk konsekuensi terburuk yang akan dia terima saat Sefia mengeluh nanti. Lamunannya terhenti ketika seseorang diantara kakaknya mengangkat suara.

“Pa, ma...kami sudah selesai. Kami izin ke apartemen Jungkook dulu...” ucap Jaehyun pelan mengingatkan Sania bahwa sebelumnya memang kakaknya itu sempat meminta izin akan keluar sebelum memulai makan malam.

“Hhmmm...hati-hati di jalan...”

“Jangan membuat keributan disana dan jangan merepotkan pemilik apartemen. Paham?”

“Iya ma...pa... Kami pergi dulu...”

Ketiga pria itu pun pergi dari ruang makan menuju pintu utama ruang itu dan tersisa tiga orang lagi disana.

“Sania, apa kamu punya rencana liburan?” tanya Bram pada putrinya dan dijawab gelengan oleh Sania.

“Gak pa. Aku biasanya liburan full les belajar...”

Bram menghela nafas berat. Dia baru sadar kalau anaknya itu bahkan kesulitan mendapatkan jatah liburnya dan dia malah mengisinya dengan beban padanya. Pantas saja dia sangat senang setiap Sefia mengajaknya keluar.

Sania benar-benar kekurangan kebebasan sebagai remaja karena dirinya. Untung saja dia segera menyadarinya walau sedikit terlambat. Bagaimana masa depan putrinya nanti jika hanya kesepian dan kesendirian yang dirasakannya seumur hidupnya?

“Besok papa telfon Sefia. Kalian pergilah berlibur kemanapun yang kalian inginkan...”

Mata Sania membulat seketika menatap ke arah papanya. Terlihat jelas kebahagiaan terpancar disana dan dengan cepat dia bangkit dan memeluk papanya.

“Makasih pa...makasih banyak...!!” ucapnya sambil meneteskan air mata membuat Tias sama bahagianya.

Benar-benar dia rasakan perubahan sejak kehadiran Sefia saat ini. Entah kenapa dalam hati kecilnya dia tidak ingin gadis itu pergi dan mengisi tempatnya di rumah ini. Egoiskah dirinya,sementara bukan dia lah yang melahirkan dan membesarkan Sefia.

Apa dia berhak untuk meminta waktu dan kasih sayang dari gadis periang itu? Bahkan untuk meminta pelukannya saja rasanya Tias masih merasa tidak berhak. Dia sangat yakin Sefia bisa membawa pengaruh baik untuk ketiga putranya juga. Setidaknya tiga putranya bisa menghilangkan kekakuan mereka itu yang sering membuat Tias kesal dibuatnya. Entah sifat siapa yang dimiliki mereka. Karena mendiang suaminya saja tidak seperti itu.

“Aku akan meminta bantuan Sefia. Dia pasti mau membantu...”

.
.
.
.
.
.

Different (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang