pulang?

111 19 0
                                    

Wajah senyum bahagia terpancar di wajah Bram, Sania dan Tias setelah mulai makan. Masakan Sefia benar-benar membuat mereka kagum.

“Mmm...enak sekali masakannya. Iya kan pa?”

Bram mengangguk bangga pada hasil karya anaknya itu. Memang bukan pertama kalinya dia makan masakan enak Sefia, tapi kali ini masakannya terasa jauh lebih enak. Entah memang anak itu makin jago masak atau karena sudah lama dia tidak mencoba masakan anaknya.

Sania pun semangat untuk menghabiskan makanannya bahkan sudah berniat untuk menambah lagi. Diakuinya masakan Sefia bahkan menandingi masakan restoran mewah yang pernah dia datangi.

Tias melirik ke arah tiga putranya yang sudah asik dengan makanan mereka. Walaupun tidak menunjukkan ekspresi atau kata apapun, Tias bisa tau kalau ketiga putranya menyukai masakan Sefia hanya dari cara makannya yang terlihat lebih lahap.

Sedikit merasa cemburu karena sepertinya masakan Sefia lebih enak dari masakannya namun rasa kagumnya jauh lebih besar. Anak gadis itu benar-benar membuatnya tidak habis fikir. Apa mamanya yang mengajarinya masak? Apa dia belajar otodidak? Entahlah, tapi hasilnya luar biasa. Mungkin jika ada kesempatan, dia ingin memaksa Sefia ikut masterceff dan dia yakin Sefia pasti bisa. Mengingat anak itu tidak mau kalah bahkan dengan papanya sendiri.

“semoga saja nanti kita mendapatkan mantu yang pinta masak juga ya pa...”

Sontak saja ucapan Tias membuat semua anaknya tersedak seketika termasuk Sania. Kenapa? Dia kan juga anak mama Tias yang akan membawa menantu juga. Hal itu pun membuat Bram tersenyum sambil menggeleng pelan. Dia tahu niat istrinya. Sudah sangat sering dibahas mereka kalau Tias ingin putra-putranya segera menikah. Usia mereka sudah cukup untuk memulai rumah tangga tapi entah mengapa mereka seakan enggan memikirkan hal itu.
Kembali wajah Tias berubah mengingat Sefia.

“Dimana dia sekarang? Apa sudah makan? Apa papa sudah bertanya pada supir dimana mereka sekarang?” tanya Tias khawatir.

Bram yang teringat pun segera menelfon supirnya untuk memastikan lokasi mereka sekarang.
Setelah beberapa kali terdengar nada tunggu, akhirnya panggilannya diangkat juga.

“Halo tuan?”

“Halo pak Wira. Kalian sedang dimana?” tanya Bram memastikan. Alisnya sedikit berkerut karena khawatir juga dengan anak gadisnya itu.

“Saya di tempat cuci mobil tuan. Soalnya mobilnya kena air ketuban tadi jadi nona Sefia meminta saya membawa mobil kesini sebelum pulang. Katanya biar besok bisa langsung dipakai tuan...”

“Terus Sefia gimana? Kamu tinggal disana?” tanya Tias khawatir.

“Nona Sefia suruh pulang nyonya. Nanti dia mau naik ojek online aja katanya ke apartemen. Motornya biar diambil besok. Saya sudah nolak tapi kata nona saya suruh pulang istirahat soalnya besok harus antar papanya kerja...”

Bram menghela nafas panjang. Disaat seperti itu masih saja anak gadisnya memikirkan tentang orang lain. Diakuinya sifat itu benar-benar menurun dari Clara.

“Iya sudah pak, pulang saja. Kalau saya suruh kamu balik lagi kesana, bisa saya yang disemprot anak itu nanti...”

“Baik tuan...”

Bram mengakhiri panggilan membuat Tias sedikit kesal. Melihat itu Jaehyun dan dua saudaranya merasa tak enak. Mamanya nampak tidak tenang dan sangat khawatir saat ini. Jaehyun menghabiskan sisa makanan di piringnya lalu meminum air putihnya.

“Pa, bisa tolong kirimkan nomor hp Sefia padaku? Aku akan menyusulnya kesana...” ucap Jaehyun membuat yang lain nampak kaget. Sejak kapan anak dingin itu mau repot-repot turun tangan dengan masalah seperti ini.

Menyadari tatapan semua orang, Jaehyun menghela nafas panjang.

“Salahku juga. Seharusnya aku tidak membiarkannya pergi begitu saja tadi. Aku juga sekarang kakak tertuanya. Aku tidak ingin mama dan papa khawatir tentangnya...”

Bram mengangguk dan Tias nampak tersenyum bangga dengan putra nya.

“Akan papa kirimkan sekarang...”

Jaehyun segera bangkit menuju kamarnya untuk mengambil jaket, dompet dan hpnya di kamar lalu kembali turun.

“Aku berangkat dulu, pa, ma. Eunwoo aku serahkan padamu...”

“oke kak...”

Jaehyun segera menuju mobilnya dan melajukannya. Segera dia menelfon Sefia dan setelah beberapa kali dering, akhirnya diangkat juga.

“Halo?”

“Dirumah sakit mana kamu sekarang?”

“Em...rumah sakit si****m dekat kantor polisi...kak Jaehyun...”

Jaehyun cukup kaget karena Sefia bisa mengetahui itu dirinya. Namun itu bukan hal yang spesial. Bukankah tadi dia yang berbicara langsung dengannya?

“Tunggu disana sampai aku datang!”
Sebelum mendapat jawaban, dia segera mengakhiri panggilannya.

Entah kenapa dia merasa ada yang bersemi dalam dirinya saat Sefia bisa mengenali suaranya. Teringat lagi bagaimana anak itu nampak melakukan hal-hal aneh yang berbeda dari anak seusianya membuat sudut bibir Jaehyun sedikit terangkat. Namun setelah dia menyadarinya, Jaehyun cepat-cepat mengusir fikirannya itu dan kembali ke wajah dinginnya.




“Dia hanya adik tirimu, Jaehyun...”





.
.
.
.

Different (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang