kelas

81 11 0
                                    

Kembali lagi Sania ke kelas ini. Duduk sendiri dimana teman kelasnya yang lain sibuk bercanda dan berbagi kisah liburan mereka. Sania bahkan bisa melihat wajah bahagia Soobin yang bercengkrama dengan geng nya.

“Apa dia mengingatku? Apa aku juga ada dalam ceritanya?”

Seberkas senyum menghiasi wajah gadis itu sampai akhirnya sebuah tangan menarik paksa kaca matanya membuatnya terperangah kaget.
Tidak salah lagi dugaannya.

“Mitha...tolong kembalikan kaca mataku...” pintanya pada gadis cantik bertubuh lebih tinggi darinya itu.

“aduduh...kenapa? Apa kamu gak bisa lihat tanpa kacamatamu? Dasar tikus tanah rabun!”

Sontak saja teman teman geng nya Mitha tertawa sedangkan anak-anak yang lain hanya menonton kejadian.

“Mitha aku mohon—“

“Mithi Iki mihin...Iki mihin. Aaawwwccch...!!!”

Gadis itu berteriak saat ada tangan secara kasar menarik tangannya dan merebut kaca mata Sania. Perlahan tangan tersebut memasangkan kacamata kembali pada Sania dan setelah melihat dengan jelas orangnya, Sania langsung tersenyum bahagia.

“siapa Lo! Berani banget ya Lo masuk ke kelas ini sembarangan!” bentak Mitha kesal sedangkan di sisi lain Soobin tersenyum senang mengetahui ada Sefia disana.

Kenapa dia senang? Dia juga tidak tahu. Rasanya setelah perkenalan hari itu, dia selalu ingin bisa bertemu dengan Sefia. Sayangnya ketika esok hari dia berkunjung ke penginapan tempat Sefia, dia sudah tidak ada lagi disana. Sekarang dia bisa melihatnya lagi.

Mendengar ucapan tengil gadis di depannya membuat Sefia berdecih pelan.

“Lo yang siapa? Berani-beraninya Lo gangguin dia? Hebat Lo berani jadi preman disini? Ngerasa cantik Lo?”

Ucapan sarkas Sefia membuat Mitha dan gengnya kaget. Sepertinya dia bukan berhadapan dengan gadis biasa seperti yang ada di kelasnya.

“Lo-lo si-siapa?!” tanya Mitha dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya dan perlahan melangkah mundur menjaga jarak takut dengan apa yang bisa dilakukan gadis di depannya itu. Kata-katanya saja sangat sarkas, bagaimana dengan tindakannya?

“kenapa mendadak latah Lo? Takut? Kalau masih takut, sana balik ke tempat duduk Lo dan gausah sok keras disini. Cuma murid biasa aja belagu banget!”

Mata Mitha membelalak kaget. Baru kali ini ada yang berbicara seperti itu melawannya.

“apa Lo liat-liat? Mau gue colok mata Lo itu? Hah?! Sana balik ke tempat asal Lo. Gausah ngalah-ngalahin setan yang suka gangguin orang!”

Sontak saja murid yang lain tertawa dengan ucapan Sefia. Kesal, Mitha berjalan kembali ke bangkunya dan menatap Sefia kesal.

“Awas aja Lo!” sedihnya kesal.

“awasin aja gue. Mental tahu aja sok keras!”

Sefia meletakkan tasnya di meja dan menoleh ke arah Sania. Kini wajah angkuhnya berubah senyum seketika dan sedikit merasa khawatir tatkala melihat mata Sania berkaca-kaca.

“kamu kenapa? Kaget ya? Maaf San, aku kebawa emosi...” pintanya membuat anak yang lain kaget bukan kepalang.

Gadis yang mengoceh dengan sarkas itu mendadak melembut seketika dihadapan murid culun di kelas mereka.

“Kangen...” cicit Sania membuat Sefia tertawa pelan dan memeluknya.

“utu...utu...gak boleh kangen-kangen. Berat. Biar aku aja...” candanya yang mendapat pukulan di punggung oleh Sania. Gak sakit sih, tapi dia pura-pura meringis. Setelah beberapa saat, mereka melepas pelukannya.

Different (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang