©lelaki tua dengan mata yang agak lain©

103 14 14
                                    

Seorang lelaki tua berpakaian formal, matanya aga sedikit lain, tiba-tiba masuk dalam ruangan kerjaku. Ruang kerja yang sunyi, jarang orang kemarin kecuali aku.

Ia membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Sontak saja aku menoleh, mengarahkan pandangan ku kepadanya, ia mendekat.

"Sartre, salam kenal!" ia mengulurkan tangannya mencoba bersalaman. Aku balas jabatan itu dalam keadaan bingung.

"Ya sebut saja namaku begitu, karena aku tau, kau menyebutkan namaku seperti itu" lanjutnya lagi.

Aku mulai tersadar bahwa hadapan ku adalah Sartre yang diceritakan pemakannya ramai seperti pemakaian Gus Dur, dahulu, kala aku masih kecil dan menonton pemakaian beliau dari TV.

Aku tidak sering membaca buku karya Sartre, Hanya sedikit, sangat sedikit. Bahkan untuk mengakses pikiran nya, aku perlu pak muzairi untuk membantu ku memahaminya, atau mengulang kajian pak Faiz dari ponsel berulang kali.

"Kenapa anda menemui saya!" Tanyaku,

"Aku sering mendapatimu membuat puisi untuk para gadis, hatimu lucu ya, berkali-kali berpindah suka dari gadis satu ke gadis lain" ejeknya seketika.

"Anda tau sendiri bahwa saya bodoh bukan" belaku mencari alasan

"Kau berfikir bahwa dirimu bebas, padahal kau terkungkung, iya kan!?" Tanyanya sinis

"Saya sudah menyadarinya dari dulu, jadi anda tidak perlu mengingatkan nya lagi" belaku lagi, dan berusaha tidak meneruskan olok-olokan itu.

"Gadis gadis itu cantik cantik, pantas kau suka, aku juga menyukai seorang gadis cantik, tapi aku tidak menikahinya"

"Saya akan menikah, itu rencana saya!" potong ku sebelum dia mengoceh lebih lanjut

"Ya, baiklah, oh iya, aku ingin kau membuat puisi tentang ku, tulis saja di ponsel mu, aku pasti membacanya!" Lalu dia pun berjalan keluar melewati pintu, seakan hilang.

"Sial!" Kataku, ku utak-atik ponsel lalu mulai menulis, aku tidak akan memberikan judul apa pun untuk puisi kali ini.

𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾
Kebebasan adalah takdir

Keterbatasan juga takdir
Kita terkungkung dalam bebas
Itu yang dikatakan Sartre menurut ku.

Dia pintar, saking pintarnya dia terperosok dalam ambigu
Aku yang membaca sedikit jadi jumawa
Padahal membaca sedikit adalah bencana, sedang tidak membaca berarti mati.
Takdir mengizinkan hidup, Maka menjadi mati sebuah pilihan yang buruk

Tidak ayal laki laki tua itu dikagumi, olehku , oleh eksistensialis yang lain juga
Dan aku yang terbiasa pasrah. Menjadi bingung
Orang orang pun sama

Dan dalam cinta, ia bodoh, ia mencinta tanpa menikah, hanya sekedar kekeh dalam ide
Bukankah hal itu membuktikan bahwa Simon seharusnya memerahnya
Tapi Simon tidak melakukan itu
Cintai wanita itu terlalu besar
𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾

"Kurasa ini cukup" kataku, ku kirim puisi itu dalam jejaring ponsel. Awas jika lelaki itu tidak membacanya, mungkin akan enggan membuka puisi untuk nya, Mungkin.

Semesta Itu Kamu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang