©Runyam©

10 1 0
                                    

"pak kita butuh 15 juta besok, atau Rena gagal masuk kuliah" ungkap perempuan itu dihadapan suaminya. raut perempuan itu agak kesal, matanya merah karena menahan jengkel. Si suami melotot balik, ingin rasanya meledakan semua emosi yang mengendap di dadanya, ekspresi marahnya, dia tahan sedemikian rupa. Indah ibu dari Rena terus mendesak suaminya, agar segera mendapatkan uang daftar ulang untuk Rena melanjutkan jenjang perkuliahan. Masalahnya suaminya, terlalu banyak masalah yang harus dihadapinya.

Pria tua itu, Andreas, sering kaki merasa jengkel dan dongkol apabila istri atau anak anaknya menayangkan soal uang apa pun kasusnya, ia paham betul bawa, dirinya adalah manusia yang telah lama dirundung ketidakberuntungan, apalagi menyangkut soal uang, semua yang ada di dunia ini perlu uang, dan dia tidak punya.

Andreas, bangkit, tidak menjawab persoalan istrinya. Andreas memilih diam dan beranjak dari ruang tv ke beranda depan, menghisap tembakau. Dari ruang tv indah terus-terus jengkel, sudah bertahun tahun indah seolah menjadi tulang punggung, punggungnya sakit terus terusan menanggung 4 manusia di rumah ini, meski dia tahu suaminya bukan hanya menganggur, tapi dia sama sekali tidak diliputi keberuntungan, lelaki yang tidak berbakat, entah karma apa yang menyelimuti hidupnya.

Memang sesekali Andreas menjadi kuli bongkar pasir, tapi, berapakah upah untuk seorang pembongkar pasir?, tentu saja, hanya cukup untuk membeli sekilo beras dan beberapa lauk. berulang indah membuat kan lembar lamaran kerja. Ya benar sekali, indah lah yang membuatkan lembar lamaran kerja, Andreas itu buta aksara, sejak kecil dia hidup miskin tidak ada yang mengajarkan aksara kepadanya.

"Buk besok aku gak bayar UKT ¹ namaku bakal di blacklist" Rena keluar dari biliknya yang sempit lalu duduk lesehan ke dekat ibunya. Indah hanya membisu, ia tak sanggup menjawab pertanyaan yang jawabannya sudah pasti. Di tak memiliki kata lain.

Rena anak tertua mereka,3 bulan lalu mendapati pengumuman keterima SNBP ², dia masuk kuliah psikologi, awalnya indah bersukaria tentang anaknya yang sulung itu, keterima kuliah, tapi setelah pengumuman itu, disusul pengumuman lain, tanggungan biyaya yang amat sangat besar, 15 juta, sebuah angka yang mungkin hanya sebuah angan-angan bagi keluarga kecil mereka.

"Kamu tenang aja ya" sebuah pelipur lara, yang sama sekali tidak membuahkan ketenangan, Rena tau ibu bapaknya tidak mungkin sanggup, tapi rena ingin benar-benar kuliah. Katanya sih, nanti pas udah masuk perkuliahan, bakal ada banyak penawaran atau kesempatan beasiswa-beasiswa, tapi siapa yang menjamin, Rena tak mungkin mendesak keluarga nya, tentang masa depan yang tidak pasti itu.

Indah beranjak, Rena mematung di depan tv, indah ke beranda menemui Andreas yang sedang menghisap tembakau. Mata indah sayu, melihat gelagat suaminya yang kadang ia merasa iba kadang merasa kesal. Lelaki macam apa yang telah dia nikahi bertahun tahun lamanya.

Meski buta aksara, Andreas tetap bekerja, sebagai kuli, kuli apa pun, entah kuli panggul, kuli bongkar muat pasir, bahkan kulo kuli lain yang bahkan tak terbayangkan di kepala manusia, kalau kalau ada perkulian semacam itu. Tubuh Andreas legam, aromanya semacam sengatan matahari.

Andreas tidak diliputi keberuntungan, indah tahu betul, tapi bukankah Rena anak mereka dianugerahi keberuntungan, lihat!, Rena menjadi gadis yang teramat cemerlang, para tetangga iri kepadanya. Rena satu-satu remaja desa suka miskin yang dinyatakan lolos seleksi perguruan tinggi. Kuliah adalah hal yang sangat mewah bagi masyarakat mereka.

Desa suka miskin, desa kumuh di pinggir kabupaten kecil di sebuah provinsi yang bahkan orang orang di kota-kota besar tak peduli dengan namanya. Menjadi miskin diantara orang miskin.

Rena tahu betul, tahu betul betapa miskinnya bapak ibunya, meskipun dia seorang cemerlang, bapaknya tetap buta aksara, Rena yang cemerlang sekalipun, tak bisa mengajari bapaknya membaca. "Udahlah nak, bapak gak bisa baca pun tetap hidup kok" ucap bapaknya,  "tapi pak, kalau tak pandai membaca, keberuntungan gak bakal menghampiri " ungkapan Reina suatu ketika

Semesta Itu Kamu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang